Sukses

Media Pemerintah China Tuduh Aksi Protes Hong Kong Melanggar Hukum

Oleh media pemerintah China, aksi protes Hong Kong dinilai melanggar hukum.

Liputan6.com, Hong Kong - Baru-baru ini, media pemerintah China menurunkan tajuk rencana yang menyebut aksi protes di Hong Kong --atas penolakan RUU ekstradisi-- telah mempermalukan pusat finansial Asia Timur itu.

Aksi protes yang berujung pada bentrok itu juga disebut merusak tatanan hukum setempat, demikian penggalan tajuk rencana terkait, sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Kamis (13/6/2019).

Sementara itu, polisi anti huru hara Hong Kong dan pengunjuk rasa bersiap untuk kemungkinan bentrokan lebih lanjut pada hari Kamis.

Para pengunjuk rasa tetap bertahan dalam penolakan terhadap aturan ekstradisi baru, yang memungkinkan orang untuk dikirim ke China daratan untuk diadili.

Polisi menembakkan peluru karet, gas air mata, dan semprotan merica dalam serangkaian bentrokan untuk membubarkan para demonstran dari sekitar kantor legislatif Hong Kong.

Menurut beberapa pengamat, insiden tersebut adalah salah satu kekerasan terburuk di Hong Kong sejak Inggris mengembalikannya ke kekuasaan China pada 1997 silam.

Otoritas Rumah Sakit Hong Kong mengatakan 72 orang telah dirawat pada pukul 22.00 malam waktu setempat pada hari Rabu.

 

 

2 dari 3 halaman

Tudingan Berbagai Media Pemerintah China

Surat kabar berbahasa Inggris milik pemerintah Tiongkok, China Daily, mengatakan RUU ekstradisi itu sejalan dengan konvensi internasional.

"Tetapi kubu oposisi dan 'tuan-tuan asingnya' tampaknya menentang untuk tujuan mereka sendiri dengan mengorbankan aturan hukum kota, keamanan publik dan keadilan," tulis surat kabar itu dalam tajuk rencananya.

"Adalah pelanggaran hukum yang akan melukai Hong Kong, bukan tentang amandemen yang diusulkan," lanjutnya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh tabloid pemerintah China, The Global Times, yang menyalahkan "kekuatan oposisi radikal" dan "pasukan Barat di belakang mereka", karena menghasut dan mempolitisasi amandemen terkait.

"Bermain dengan politik jalanan yang tidak terkendali berisiko mendorong Hong Kong pada kemunduran dan ketidakstabilan," tulisnya. "Ini bukan arah yang bijaksana untuk Hong Kong."

 

3 dari 3 halaman

Pemerintah Hong Kong Jamin Tidak Ada Pelanggaran HAM

Sementara itu, Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam mengatakan ia tidak akan membatalkan RUU Ekstradisi yang kontroversial, meskipun ada protes massal yang dihadiri ratusan ribu orang.

Ia menilai, RUU justru memberikan manfaat bagi wilayah eks-koloni Inggris tersebut.

Dalam penjelasannya pada Senin 10 Juni, Lam bersikeras bahwa hukum itu perlu dan mengatakan perlindungan hak asasi manusia sudah ada, demikian seperti dikutip dari keterangan pers tertulis yang diterima Liputan6.com dari Hong Kong Economic and Trade Office Jakarta (HKETO Jakarta), pada Selasa 11 Juni.

"Kami sudah mendengar sejumlah masukan dari berbagai sektor ... terutama terkait perlindungan HAM, dan hal itu sekarang sudah dibahas oleh para pemangku kepentingan, dan kami akan terus melakukannya," jelas Lam kepada reporter di Hong Kong pada 10 Juni 2019.

Lam mengatakan bahwa pada area HAM, pemerintahannya tengah berusaha untuk membentuk 'pengaman' tambahan, "bahkan hingga menyerupai standar Konvensi Internasional untuk Hak Sipil dan Politik (ICPR) serta memiliki ketetapan hukum yang mengikat."

"Kami (juga) akan meminta pihak yang meminta ekstradisi untuk memenuhi penjaminan hak asasi manusia sebelum penyerahan tahanan dilakukan," ujarnya.