Liputan6.com, Christchurch - Brenton Tarrant, seorang warga Australia, mengklaim tidak bersalah atas semua tuduhan terkait penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Tarrant (28) menghadapi 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu lainnya terlibat dalam aksi teroris, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat (14/6/2019).
Sidang resmi, diperkirakan memakan waktu enam pekan, yang akan berlangsung mulai 4 Mei 2020 mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Mengenakan kaus abu-abu dan diapit oleh tiga petugas penjara, Tarrant muncul di layar lebar yang dipasang di pengadilan tinggi Christchurch pada Jumat pagi.
Ia menjalani sidang via komunikasi video dari sebuah penjara berpengamanan tingkat tinggi di Auckland, kota terbesar di Selandia Baru.
Pengacara Tarrant, Shane Tait, memasukkan permohonan atas nama kliennya ke majelis hakim.
Tarrant dilaporkan menyeringai ketika Tait memberi tahu pengadilan bahwa dia akan mengaku tidak bersalah atas semua dakwaan, tetapi sebaliknya menunjukkan sedikit emosi.
Tautan audionya telah dimatikan, dan dia tidak berusaha untuk berbicara.
Sekitar 140 anggota masyarakat menghadiri audiensi tersebut. Ada beberapa tampak terkejut ketika permohonan tidak bersalah dimasukkan oleh pengacara Tarrant.
Berbicara di luar pengadilan setelah persidangan, Yama Nabi --yang ayahnya tewas dalam penembakan terkait-- mengatakan prospek persidangan adalah "menyakitkan bagi keluarga korban".
Sidang tertutup itu baru diwartakan oleh berbagai outlet media Selandia Baru pada Jumat siang waktu setempat.
Dinilai Layak Secara Mental untuk Diadili
Pemimpin sidang, Hakim Agung Cameron Mander, mengatakan bahwa terdakwa telah dinilai dan dinyatakan layak secara mental untuk diadili.
Sebagian besar dari nama seluruh korban yang diduga dalam penembakan Christchurch telah dijadikan sebagai identitas pengadu, kecuali tiga orang yang berusia di bawah 18 tahun.
Mander juga telah mengizinkan penggunaan foto wajah Tarrant di media, menutup perintah 16 Maret lalu yang melarang pemuatan visual apapun terkait pelaku penembakan tersebut.
Ini adalah kemunculan formal ketiga Tarrant dalam serangkaian pengadilan sejak penembakan terhadap Masjid Al Noor dan Linwood, keduanya di Christchurch, pada 15 Maret lalu.
Dalam kemunculan terakhirnya pada 4 April lalu, Tarrant didakwa dengan 50 tuduhan pembunuhan dan 39 percobaan pembunuhan.
Salah satu tuduhan percobaan pembunuhan telah ditingkatkan menjadi tuduhan pembunuhan, setelah satu orang meninggal karena luka yang diderita dalam serangan terkait.
Dua tuduhan tambahan atas percobaan pembunuhan dan tuduhan terorisme diajukan pada hari Jumat.
Sebelumnya, Tarrant sempat menyatakan akan mewakili dirinya sendiri di pengadilan, namun kemudian menerima pendampingan hukum oleh Jonathan Hudson dan Shane Tait, keduanya pengacara yang berbasis di Auckland.
Advertisement
Penembakan Massal Terburuk di Selandia Baru
Pembantaian pada 15 Maret adalah penembakan massal terburuk di Selandia Baru, yang terjadi di masa damai negara itu.
Insiden tersebut mendorong pemerintah koalisi yang dipimpin Partai Buruh untuk membuat reformasi senjata yang cepat dan komprehensif, melarang penggunaan tipe semi-otomatis gaya militer dan senapan serbu, termasuk komponen terkait.
Mustafa Boztas, yang ditembak di dalam masjid Al Noor, mengatakan kepada situs web Stuff setelah sidang, bahwa satu-satunya jalan menuju masa depan yang lebih baik, adalah kedamaian dan kebaikan.
"Keadilan akan dilayani. Kami akan bangkit dari ini, dan mengubah kemarahan menjadi cinta," ujarnya.