Liputan6.com, Washington DC - Para anggota Kongres Amerika Serikat (AS) kembali mengusulkan undang-undang yang membela otonomi Hong Kong, menyusul protes keras atas proposal kontroversial untuk mengubah undang-undang ekstradisi kota itu, yang memungkinkan transfer tersangka ke China daratan.
Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang bipartisan disponsori bersama oleh para Senator dan anggota DPR AS.
"Melalui kebijakan ini, ditegaskan kembali komitmen Amerika terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum pada saat kebebasan dan otonomi Hong Kong sedang terkikis," tulis siaran pers terkini dari Washington.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Time.com pada Jumat (14/6/2019), usulan kebijakan itu akan mensyaratkan penilaian tahunan otonomi politik Hong Kong, untuk menentukan apakah masih memenuhi syarat dalam status perdagangan khusus dengan AS.
Usulan tersebut juga akan mengancam sanksi dan pembatasan perjalanan terhadap orang-orang yang terbukti terlibat dalam penghilangan di wilayah semiotonomi Hong Kong.
"Kami memperkenalkan undang-undang ini sekarang, karena demokrasi dan kebebasan sedang diserang di Hong Kong," kata Perwakilan AS Jim McGovern dalam siaran pers.
Menurutnya, isu ekstradisi hanyalah titik api terbaru di Hong Kong, di mana Beijing telah berusaha melakukan kontrol atas keamanan nasional, pendidikan, dan kerangka pemilu.
"Adalah kepentingan semua orang bahwa Hong Kong tetap menjadi jembatan yang bebas dan makmur antara China dan dunia," kata McGovern.
"Tetapi jika Beijing bermaksud untuk memaksa Hong Kong menjadi seperti kota China daratan lainnya yang berada di bawah pemerintahan otoriter, maka kami perlu mengevaluasi kembali apakah status kota itu sesuai dengan hukum AS atau tidak," lanjutnya menjelaskan.
Â
Â
Erosi Berlanjut pada Kebebasan Hong Kong
Hong Kong telah diguncang oleh aksi protes sejak 9 Juni lalu, ketika diperkirakan satu juta orang turun ke jalan, untuk menentang RUU ekstradisi.
Para kritikus mengatakan peristiwa itu merupakan erosi lebih lanjut dari kebebasan Hong Kong, di mana memungkinkan China untuk mengumpulkan lawan dalam menghadapi persidangan di daratan utama, di mana menurut beberapa pengamat, keadilan adalah buram.
Wilayah bekas koloni Inggris itu diserahkan kepada kedaulatan China pada 1997 berdasarkan perjanjian yang disebut "satu negara, dua sistem," yang menjamin bahwa sistem politiknya akan tetap tidak berubah selama 50 tahun.
Hong Kong menikmati kebebasan politik dan sosial yang tidak ada di tempat lain di China, tetapi keistimewaan tersebut semakin terancam oleh kuatnya pengaruh Beijing saat ini.
Â
Advertisement
Protes Berujung Bentrok
Penyelenggara protes memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang bergabung dalam pawai unjuk rasa pada hari Minggu, yang menjadikannya demonstrasi terbesar dalam sejarah Hong Kong.
Tiga hari berselang, pada Rabu 12 Juni, puluhan ribu orang kembali menyerbu pusat legislatif Hong Kong. Aksi protes mereka membuat agenda debat tentang RUU ekstradisi ditunda.
Namun, keesokan harinya, bentrok pecah ketika massa bertahan menolak imbauan membubarkan diri. Polisi dilaporkan menembak gas air mata dan peluru karet ke kerumunan, yang kebanyakan kebanyakan anak muda.