Liputan6.com, Tokyo - Bencana tsunami paling mematikan terjadi di Jepang hari ini, 123 tahun silam. Saat itu, senja menjelang malam, pada 15 Juni 1896, gelombang besar menerjang pesisir Sanriku, Pulau Kinkwazan.
Tsunami diawali gempa bumi di Sanriku yang tercatat sebagai peristiwa seismik paling merusak dalam sejarah Jepang. Lindu bermagnitudo 8,5 terjadi pada 19.32 (waktu setempat), sekitar 166 kilometer (103 mil) di lepas pantai Prefektur Iwate, Honshu. Getarannya memicu dua tsunami yang menghancurkan sekitar 9.000 rumah dan menyebabkan setidaknya 22.000 kematian.
Baca Juga
Ombaknya mencapai 38,2 meter; menjadi rekor tertinggi hingga gelombang akibat gempa bumi Tohoku 2011 yang mencapai 40,5 meter.
Advertisement
Sejumlah sumber yang Today in History kutip Sabtu (15/6/2019) menyebut, jumlah korban tewasnya terbanyak sepanjang sejarah Negeri Sakura, yakni mencapai sekitar 27 ribu orang. Sementara 5.000 orang lainnya terluka.
Pascaguncangan gempa bumi berkekuatan dahsyat, 3 provinsi, yakni Rikuzen, Rikuchu, dan Rukuoku tenggelam diterjang gelombang yang ketinggiannya mencapai 100 kaki atau 30 meter. Menerjang 9.313 rumah hingga hanyut dan menghancurkan puluhan ribu kapal pesiar dan perahu nelayan.
Seperti Liputan6.com kutip dari buku "The Physics Behind the Wave", warga sekitar benar-benar tidak menyadari akan diterjang tsunami. Nelayan awalnya hanya melihat ombak biasa dengan ketinggian 1,2 meter. Namun tak lama kemudian gelombang raksasa datang.
Sebagian besar warga berada di dalam rumah lantaran hujan turun beberapa jam sebelumnya. Mereka tak bisa berbuat banyak, lantaran tak ada persiapan sama sekali. Tsunami datang begitu cepat dan menggulung bangunan dan ribuan manusia. Pesisir pantai sepanjang 273 km hancur.
Teriakan ketakutan bergema di mana-mana. "Tsunami, tsunami!." Warga turut hanyut bersama bangunan. Beberapa yang mencoba naik ke atap juga tak berkutik lantaran genteng tempat tinggal yang mereka pijak juga tergerus ombak yang begitu tinggi. Pohon-pohon pinus besar yang kokoh berdiri juga tak kuasa menahan derasnya air.
Namun demikian, masih ada segelintir warga yang selamat usai melarikan diri ke perbukitan, kendati mereka harus rela kehilangan anggota keluarganya yang tak sempat kabur. Demikian seperti dimuat National Geographic.
Otoritas setempat langsung menurunkan tim untuk melakukan evakuasi secara besar-besaran. Jepang berduka. Selain langkah tanggap darurat, Pemerintah mulai memikirkan langkah antisipasi untuk mencegah banyaknya korban terulang, termasuk membangun rumah lebih tinggi dengan desain arsitek yang anti-guncangan. Bencana tsunami ini pun menjadi perhatian khusus para ilmuwan Jepang.
Simak video pillihan berikut:
Detik-Detik Tsunami
Pada 15 Juni 1896 malam, masyarakat di sepanjang pantai Sanriku di Jepang utara merayakan liburan Shinto dan kembalinya tentara dari Perang Sino-Jepang Pertama.
Saat itu terjadi gempa bumi dengan kekuatan rendah sehingga tak banyak yang mengkawatirkannya. Sebab lindu dengan getaran serupa terjadi beberapa bulan sebelumnya.
Tak disangka, 35 menit kemudian gelombang tsunami pertama menghantam pantai, diikuti oleh yang kedua beberapa menit kemudian. Kerusakan sangat parah terjadi akibat tsunami tersebut.
Sebagian besar kematian terjadi di Iwate dan Miyagi, lainnya dilaporkan dari Aomori dan Hokkaido.
Kekuatan tsunami itu amat luar biasa: sejumlah besar korban ditemukan dengan anggota tubuh yang tak lengkap.
Parai korban termasuk para nelayan yang tak menyadari gelombang besar terbentuk saat mereka melaut malam hari. Keesokan paginya mereka ditemukan bersama jasad lain dan puing-puing bangunan serta kapal.
Ketinggian ombak hingga 9 meter dilaporkan terjadi di Hawaii. Menghancurkan dermaga dan menyapu sejumlah rumah.
Langkah-langkah pencegahan korban tsunami baru dilakukan pada tahun 1933. Karena tingkat kesadaran yang lebih tinggi, lebih sedikit korban tercatat dalam peristiwaa gempa bumi Sanriku.
Namun demikian, gempa bumi 11 Maret 2011 menyebabkan tsunami besar yang mengakibatkan ribuan kematian di wilayah yang sama dan bencana nuklir di Fukushima.
Advertisement