Liputan6.com, Dhaka - Seorang pejabat senior untuk Kementerian Luar Negeri Bangladesh kecewa pada tertundanya proses pemulangan ratusan ribu Rohingya dari pengungsian di Cox's Bazaar ke Myanmar.
Kini, menjelang tenggat waktu repatriasi yang disepakati Bangladesh - Myanmar (yakni pada 2020), seorang pejabat di Dhaka menilai prosesi itu semakin berlarut-larut --terutama disebabkan oleh sikap Myanmar yang tidak bertanggungjawab.
Bangladesh telah mendesak Myanmar untuk menyediakan 'paket' jelang pemulangan ratusan ribu orang Rohingya --yang harus menyeberang ke Cox's Bazar untuk menghindari penganiayaan di Rakhine pada 2017-- agar mereka dapat kembali pulang secara bermartabat.
Advertisement
Baca Juga
'Paket' yang diminta oleh Bangladesh terutama mencakup penciptaan situasi yang kondusif di Rakhine, meyakinkan pengungsi yang berlindung di Cox's Bazar untuk kembali ke rumah mereka, dan memudahkan proses verifikasi, lanjut pejabat itu.
"Kami sudah muak dengan permainan petak-umpet Myanmar. Kami tidak akan mendatangi mereka sampai mereka siap dengan 'paket' yang akan memastikan pemulangan para Rohingya secara bermartabat, aman, dan berkelanjutan," kata seorang pejabat senior kepada the Dhaka Tribune, dilansir pada Senin (17/6/2019).
"Kami telah membuat perasaan kami diketahui dengan sangat jelas," kata pejabat itu.
Ia juga kembali mengingatkan, sesuai dengan perjanjian bilateral yang ditandatangani Bangladesh dan Myanmar di Naypyidaw pada 23 November 2017, proses repatriasi pengungsi Rohingya dimulai pada 22 Januari 2018 dan selesai dalam dua tahun --tepatnya pada Januari 2020.
"Tapi, tidak ada yang terjadi karena keengganan pemerintah Myanmar. Kami mulai berpikir kami tak bisa menerima ini lagi," katanya.
Dhaka: Myanmar Harus Menciptakan Kondisi Kondusif
Menguraikan 'paket' yang dimaksud, seorang pejabat senior lain mengatakan, Kami telah meminta Myanmar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif di Rakhine agar Rohingya kembali dan hidup dengan aman dan damai."
"Kami juga telah meminta mereka (Myanmar) untuk mengirim tim untuk terlibat dengan Rohingya di kamp pengungsian demi meyakinkan mereka untuk kembali. Pihak Myanmar juga telah diminta untuk menyederhanakan formulir verifikasi yang perlu diisi oleh Rohingya yang ingin pulang."
"Adalah tanggung jawab Myanmar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan meyakinkan rakyatnya sendiri untuk kembali ke rumah mereka di Rakhine," katanya.
"Masalahnya dengan tetangga kami yang satu itu, mereka selalu menetapkan standar yang berubah-ubah. Sangat sulit untuk berurusan dengan tetangga seperti itu. Tapi kami tidak punya pilihan selain tetap terlibat dengan mereka serta dengan komunitas internasional," tambahnya.
Advertisement
Bangladesh Minta China dan Rusia Tekan Myanmar
Mengekspresikan kekesalannya dengan langkah-langkah Myanmar dalam proses repatriasi, seorang pejabat lain mengisyaratkan bahwa mulai sekarang, Bangladesh akan lebih menekankan pada membujuk masyarakat internasional, terutama China, Rusia dan India, untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Naypyitaw untuk mengambil kembali para Rohingya.
"Banyak orang di pemerintahan cenderung percaya bahwa bilateralisme sejauh ini tidak terlalu efektif, yang dibuktikan dengan kemajuan yang lambat," katanya.
Untuk sebuah pertanyaan, para pejabat mengatakan bahwa semua masalah ini telah dibahas pada pertemuan keempat kelompok kerja bersama (JWG) di Naypyitaw pada 3 Mei dan pihak Myanmar terdengar positif saat itu.
Tetapi mereka hanya berucap lisan seperti biasa, tidak ada langkah nyata yang diambil oleh pemerintah Myanmar; dan Naypditaw tidak membalas permintaan Dhaka tentang mengirim tim untuk terlibat dengan Rohingya di permukiman untuk membujuk mereka yang hendak dipulangkan akan tetap aman di Rakhine.