Liputan6.com, Kairo - Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis, Mohammed Morsi, dimakamkan di bawah penjagaan ketat pada Selasa 18 Juni 2019 pagi waktu setempat. Sehari setelah kematian dramatisnya di dalam ruang sidang Kairo, kata seorang anggota tim pertahanannya.
Keluarga Mohammed Morsi menghadiri salat jenazah di masjid Penjara Tora Kairo, diikuti pemakaman di sebuah pemakaman di distrik timur Kota Nasr City, kata Abdul-Moneim Abdel-Maqsoud, anggota tim pertahanan Morsi.
Advertisement
Baca Juga
Putra Morsi, Ahmed, mengatakan lembaga keamanan menolak untuk mengizinkan Morsi dimakamkan di pemakaman keluarga di kota kelahirannya di provinsi Sharqia, dan sebaliknya meminta dia dikebumikan di pemakaman Kairo yang didedikasikan untuk tokoh Islam terkemuka.
Agen keamanan tak mengizinkan wartawan di pemakaman, melarang mereka mengambil foto pemakaman. Awak media juga dilarang bepergian ke kota kelahiran Morsi.
Morsi yang berusia 67 tahun saat meninggal, berasal dari kelompok Islam terbesar di Mesir, Ikhwanul Muslimin yang sekarang dilarang.
Ia terpilih sebagai presiden pada 2012 dalam pemilihan bebas pertama di negara itu, setelah lengsernya pemimpin sebelumnya Husni Mubarak.
Militer kemudian menggulingkan Morsi pada 2013, setelah protes besar-besaran dan menghancurkan Ikhwanul dalam protes besar-besaran, yang berujung pada penangkapan Morsi dan sejumlah pemimpin kelompok.
Bagaimana Mohammed Morsi bisa sampai di kursi pesakitan, berikut ini ulasan singkatnya yang Liputan6.com kutip dari The Guardian, Selasa (18/6/2019):
Anak Petani
Mohammed Morsi lahir di desa El-Adwah di utara Mesir. Ayah anak tertua dari lima bersaudara itu adalah petani miskin.
Saat sekolah, ia bahkan ke sekolah menunggang seekor keledai. Dia lulus dengan gelar sarjana bidang teknik dari Universitas Kairo pada tahun 1975 dan master di bidang metalurgi pada tahun 1978.
Tahun itu, Morsi menikahi sepupunya yang berusia 17 tahun, Naglaa Mahmoud. Dia kemudian memberi tahu sebuah majalah bahwa dia membantu pekerjaan rumah tangga dan memasak untuknya.
"Aku suka segalanya tentang dia," katanya. "Perkelahian kami tidak pernah berlangsung lebih dari beberapa menit." Morsi mengatakan kepada saluran televisi Mesir bahwa menikahinya adalah "pencapaian pribadi terbesar dalam hidupku".
Awal Mula Bergabung Ikhwanul Muslimin
Morsi bergabung dengan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1979. Ia kemudian tinggal di AS selama beberapa tahun: belajar untuk gelar doktor di California State University, Northridge, di mana dia menjadi asisten profesor teknik dari tahun 1982 hingga kembali ke Mesir pada tahun 1985.
Setelah itu ia menjadi kepala materials engineering department dari Universitas Zagazig, di mana ia menjadi profesor hingga 2010.
Morsi kemudian menjadi anggota parlemen Mesir dari 2000 hingga 2005, melalui jalur independen, karena para kandidat dilarang mencalonkan diri di bawah bendera Ikhwanul Muslimin. Sayap politik Freedom and Justice party lalu didirikan setelah revolusi 2011, dan Morsi menjadi presiden pertamanya.
Pada 2011 sebuah revolusi menggulingkan Husni Mubarak, presiden Mesir sejak 1981. Pemilihan pada Juni tahun berikutnya membawa Ikhwanul Muslimin berkuasa.
Lalu tahun 2012 Mohammed Morsi menjadi presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis, setahun kemudian ia digulingkan oleh militer dan ditahan di penjara karena serangkaian hukuman.
Morsi mengalahkan mantan perdana menteri, Ahmed Shafiq, dengan 51,7 persen suara, bersumpah bahwa ia akan inklusif dan mempertahankan perjanjian Mesir tahun 1979 dengan Israel.
Morsi sebenarnya adalah pilihan kedua Ikhwanul Muslimin. Yang pertama, Khairat al-Shati, didiskualifikasi oleh komisi pemilihan karena telah menjalani hukuman penjara terkait Husni Mubarak.
Di bawah kekuasaan Morsi, ia ternyata justru mengeluarkan kebijakan yang dinilai justru mengkomodasi kepentingan kelompok islamis keras.
Ia menunjuk tujuh gubernur regional dari Ikhwan dan wilayah Luxor dari Gamaa Islamiya, kelompok Islam garis keras yang dianggap bertanggung jawab atas pembantaian wisatawan di Luxor pada tahun 1997.
Advertisement
Penangkapan Morsi dan Pendukungnya
Pengunjuk rasa kembali ke jalan-jalan dalam jumlah yang sangat besar sehingga pada Juli 2013 tentara memecat pemerintah, menangkap Morsi dan antek Ikhwanul Muslimin.
Tiga perwira senior mendatangi kantor Morsi, tempatnya mengadakan pertemuan. Mereka mengatakan bahwa dia bukan lagi presiden, dan dia merespons dengan tertawa terbahak-bahak. "Tidak dapat diterima apa yang sedang terjadi. Ini kudeta," teriaknya.
Morsi kemudian dibawa ke markas Garda Republik di timur Kairo, di mana banyak pendukungnya kemudian ditembak mati oleh tentara.
Sebagai presiden, Morsi tidak punya rencana yang jelas untuk pemulihan ekonomi di Mesir, selain dari suntikan uang tunai dari Qatar dan sekutu lainnya.
Dia gagal membersihkan aparat keamanan yang terkenal kejam, yang terus menyiksa dan membunuh pengunjuk rasa, dan meminta pemilihnya dengan mempertahankan subsidi makanan dan bahan bakar yang mahal, sehingga secara kritis mengurangi cadangan.
Para pengikutnya menyerang minoritas Koptik dan Syiah Mesir dan mengacaukan kaum liberal dengan mengancam akan menutup toko pada pukul 22.00 malam, di sebuah negara yang hidup pada malam hari, untuk membantu warga menghadiri salat subuh. Dia menjadikan seorang Ikhwanul Muslimin sebagai menteri kebudayaan.
Salah satu prestasi luar negerinya adalah membantu menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pada Agustus 2012, Mursi digantikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Mesir, Hussein Tantawi.
Ketika para pengunjuk rasa berbaris di jalan-jalan menuntut diakhirinya kepresidenan Morsi, pada 1 Juli tentara mengirimkan ultimatum yang mengharuskan Morsi untuk menyelesaikan krisis politik dalam waktu 48 jam.
Ketika ia gagal, pada 3 Juli ia menggulingkan Morsi, menjadikan Adly Mansour sebagai kepala sementara negara menggantikannya sampai kepemimpinan Abdel Fatah el-Sisi pada 2014, dan memerintahkan penangkapan banyak anggota Ikhwanul Muslimin.
Menjadi Pesakitan...
Pada November 2013, Morsi diadili, didakwa dengan hasutan melakukan pembunuhan, dan pada pemeriksaan pendahuluan mempertanyakan validitas pengadilan, dengan mengatakan, "Apa yang terjadi sekarang adalah kudeta militer. Saya sangat marah bahwa peradilan Mesir harus berfungsi sebagai penutup untuk kudeta militer kriminal ini. "
Pada April 2015, Morsi dijatuhi hukuman 20 tahun atas kematian selama bentrokan antara pemrotes oposisi dan pendukung Ikhwanul Muslimin di luar istana kepresidenan di Kairo pada Desember 2012.
Dia dibebaskan dari tuduhan menghasut Ikhwanul Muslimin membunuh dua pengunjuk rasa dan seorang jurnalis - yang bisa menjeratnya dengan hukuman mati.
Sebulan kemudian, ia dijatuhi hukuman mati setelah dihukum karena berkolusi dengan militan Hamas dan Hizbullah untuk mengatur pembobolan penjara massal selama pemberontakan melawan Mubarak, dan pada Juni hukuman itu ditegakkan kembali setelah berkonsultasi dengan mufti besar Mesir.
Pada November 2016, pengadilan kasasi memerintahkan pengadilan ulang atas tuduhan itu dan yang lainnya yang berkaitan dengan organisasi asing.
Morsi juga menghadapi tuduhan membahayakan keamanan nasional dengan membocorkan rahasia negara ke Qatar, penipuan dan menghina lembaga peradilan. Setelah dituduh mengganggu persidangan pertamanya dengan meneriakkan protes, Morsi terpaksa duduk di sangkar kaca kedap suara di pengadilan.
Dalam sidang pada 17 Juni, ia yang duduk di kursi pesakitan dilaporkan tengah mengatakan kepada pengadilan bahwa dirinya tahu "banyak rahasia" yang, jika diungkapkan, akan memungkinkannya untuk dibebaskan.
Namun, dia memilih bungkam karena alasan itu akan membahayakan keamanan Mesir.
Dia juga bersikeras bahwa dia masih presiden sah negara itu.
Tak lama kemudian, ia pingsan dan ambruk di tengah persidangan, lalu dinyatakan meninggal pada usia 67 dalam sidang ulang atas tuduhan spionase dengan organisasi Hamas Palestina.
Advertisement