Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru mengungkap misteri awan berbentuk permen kapas di Planet Mars. Ternyata, fenomena itu memiliki keterkaitan dengan meteor yang hancur.
Para peneliti menunjukkan bahwa proses hancurnya meteor di atmosfer telah menciptakan partikel debu khusus. Butiran halus itu kemudian membentu awan tipis.
"Awan tidak terbentuk dengan sendirinya," kata Victoria Hartwick, seorang mahasiswa pascasarjana di University of Colorado Boulder dan ketua tim peneliti, dalam sebuah pernyataan dikutip dari laman Space.com pada Selasa (18/6/2019). Awan-awan itu menurutnya "membutuhkan sesuatu yang bisa dipadatkan."
Advertisement
Baca Juga
Dalam proses pembentukan awan di Bumi, gumpalan putih itu terbentuk berkat adanya molekul air yang menempel dalam garam laut yang diterbangkan ke udara. Hal serupa juga terjadi di Mars. Sayangnya, Planet Merah itu sangat kekurangan partikel sejenis garam laut.
Namun demikian, debu dari meteor yang hancur --yang dikenal sebagai "asap meteorik-- kemudian berperan penting dalam pembentukan awan dekat kutub Bumi.
Hartwick dan rekan-rekannya menyelidiki apakah asap meteoritik itu juga dapat menciptakan awan di atmosfer tengah Mars. Dan jawabannya positif.
"Model kami tidak dapat membentuk awan di ketinggian ini sebelum memasukkan partikel asap meteorik," kata Hartwick. "Tapi sekarang, mereka semua ada di sana, dan mereka tampaknya berada di tempat yang tepat."
Awan Berbentuk Permen Kapas
Ternyata, jenis awan di Mars itu bermacam-macam. Para ilmuwan mendapati adanya awan tipis yang terbentang dalam ketinggian 30 hingga 60 kilometer di atas permukaan, terpat berada di tengah atmosfer sang Planet Merah.
Awan itu berbentuk seperti kembang gula, tepatnya permen kapas, yang berukuran lebih kecil dibanding kebanyakan awan di Bumi. Jangan salah, meski berukuran tidak besar, ia dapat memengaruhi iklim Mars secara dramatis.
Â
Hasil Simulasi Komputer
Untuk menentukan apakah meteor yang terbakar di atmosfer dapat berfungsi sebagai benih pembentuk awan kembang gula, Hartwick dan rekannya menggabungkan data yang diambil dari satelit Mars Atmosphere and Volatile Evolution (MAVEN). Mereka menggunakan simulasi komputer besar-besaran yang meniru aliran dan turbulensi atmosfer Planet Merah.
Para peneliti kemudian mendapati bahwa memasukkan asap meteorik dalam simulai menciptakan awan dan kondisi yang mirip dengan sang permen kapas.
Simulasi baru juga mengungkapkan bahwa awan tipis dapat menyebabkan fluktuasi suhu yang signifikan, sebanyak 10 derajat Celsius.
Ketika sebuah kutub mencapai bulan-bulan musim dinginnya, perubahan suhu dan tekanan udara meningkatkan jumlah asap meteoritik, yang pada gilirannya akan mendorong keberadaan awan.
Penemuan ini dapat membantu mengungkapkan informasi tentang cuaca di Mars. Selain itu, juga tentang iklim di masa lalu sang Planet Merah.
Â
Advertisement
Mars Kuno Lebih Hangat
Keberadaan Mars saat ini sangat berbeda dengan versi kunonya. Dulu, Planet Merah adalah dunia yang lebih hangat, lebih basah, dengan air mengalir di permukaannya.
Meski awan berbentuk permen kapas telah terungkap, bagaimana planet ini kehilangan airnya tetap menjadi misteri .
"Semakin banyak model iklim menemukan bahwa iklim di Mars pada zaman dulu, ketika sungai-sungai mengalir di permukaannya, hangat - dihangatkan oleh awan-awan ketinggian tinggi," kata anggota dari tim peneliti bernama Brian Toon.
Toon mengatakan, penemuan tentang awan berbentuk permen kapas akan menjadi bagian penting untuk mengungkap misteri hangatnya Planet Merah di masa lampau.