Liputan6.com, Manila - Shipworms atau cacing kapal (Teredinidae) adalah hewan yang mengancam kehidupan kapal kayu. Pada zaman ini, binatang tersebut merupakan ancaman bagi galangan kapal, dermaga dan infrastruktur berbahan kayu lainnya di kawasan pantai.
"Kami telah menemukan spesies baru yang sangat luar biasa," ujar Reuben Shipway, seorang peneliti di Northeastern University, mengatakan dalam sebuah rilis video, seperti dikutip dari situs UPI.com pada Selasa (25/6/2019).
Sebuah tim ilmuwan internasional telah menemukan spesies cacing kapal baru yang suka menggali melalui batu. Para peneliti menemukan cacing kapal tersebut menggerus batuan kapur karbonat di sebuah sungai di Filipina, guna menemukan jalan.
Advertisement
Para periset sebenarnya pertama kali menemukan cacing kapal lebih dari satu dekade yang lalu, tetapi tidak dapat melakukan studi komprehensif terhadap spesies baru sampai saat ini.
Dalam sebuah riset yang diterbitkan pada Rabu pekan lalu di Prosiding Royal Society B, mereka menggambarkan spesies baru tersebut, Lithoredo abatanica, sebagai "spesies yang berbeda secara morfologis" dan "tanpa adaptasi yang terkait dengan pencernaan kayu."
Buat Genus Baru
Spesies baru itu sangat tidak biasa, sehingga para ilmuwan harus membuat genus baru untuk mengklasifikasikannya dengan benar. Untuk mempelajari sebuah spesies baru, para peneliti memecah sampel batu kapur dan mengekstraksi cacing-cacing tersebut, menempatkannya di tangki untuk kemudian diobservasi.
Spesies cacing kapal yang baru ini bergerak dan hidup bergantung pada gigi mereka yang lebih besar dan lebih rata daripada kerabatnya --gigi yang lebih cocok untuk menggali batu. Cacing pemakan batu ini berwarna putih dan lebih mirip cacing daripada moluska, menurut penulis studi baru tersebut.
Ketika para peneliti menguji susunan mineral di dalam usus cacing, mereka menemukan ada kesamaan dengan profil mineralogi dari sampel batuan, asal di mana cacing diekstraksi.
Di dalam tangki pengamatan, para peneliti menyaksikan cacing tersebut menggali jalan mereka yang terdiri dari bongkahan batu kapur. Para ilmuwan juga menduga, cacing mendapatkan sebagian besar nutrisi dari bakteri yang hidup di insang mereka, serta dari ganggang planktonik dan potongan tanaman terestrial --bukan dari batu.
Advertisement
Hama, tapi...
Selain itu, para peneliti mencurigai fungsi dari batuan yang mereka gerogoti, bukan sebagai sumber makanan melainkan sebagai tempat perlindungan untuk menjalani siklus hidup yang aman dari pemangsa.
Namun bisa jadi, potongan batu itu juga membantu pencernaan cacing tersebut.
Cacing kapal adalah bivalvia, tetapi cangkangnya agak kecil dan tidak banyak melindungi binatang ini dari predator. Sebaliknya, tonjolan kecil pada cangkang memungkinkannya untuk digunakan sebagai alat pengeboran.
"Meskipun banyak spesies invertebrata lain yang bisa menggali batu, namun kami tidak mengetahui bahwa ada spesies lain yang menggali sembari menelan substrat bebatuan," tulis para ilmuwan.
"Kami berpendapat bahwa kebiasaan yang tidak biasa ini adalah konsekuensi dari spesies tersebut, yang telah berevolusi dari leluhurnya yang merupakan pemakan kayu, karena mekanisme yang digunakan oleh cacing kapal ketika menggali kayu, melibatkan proses menelan dan mencerna kayu yang digali itu," imbuh mereka.
Meskipun sebagian besar cacing kapal dianggap sebagai hama, namun spesies ini memainkan peran penting sebagai "insinyur ekosistem".
Sama seperti mikroba pada daun mati di tanah, cacing kapal membantu pergantian kayu di ekosistem mangrove dan rumput laut.
Para ilmuwan juga menyebut, spesies baru ini "dapat berperan penting dalam membentuk ekosistemnya dan menciptakan habitat baru."