Liputan6.com, Hargeisa - Hari ini, tepat 69 tahun silam, Somaliland menyatakan merdeka dari penjajahan Italia, bersamaan dengan lepasnya cengkeraman Kerajaan Inggris pada wilayah kembarnya yang lebih luas di selatan.
Meski menyatakan merdeka, namun Somaliland tidak pernah diakui sebagai sebuah negara berdaulat, dan justru mendapat status otonomi khusus dari Republik Somalia yang menaunginya, demikiam Today in History dikutip dari Britannica.com pada Selasa (25/6/2019).
Adapun Republik Somalia adalah negara yang disepakati oleh kolonial Inggris dan Italia sebagai negara berdaulat, dan kehadirannya juga diakui secara mayoritas oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Advertisement
Baca Juga
Padahal jauh sebelum itu, Somaliland identik sebagai nama wilayah luas di Tanduk Afrika, yang membentang dari Djibouti di barat laut Teluk Aden dan Republik Somalia di area paling timur benua Afrika.
Banyak sejarawan memperkirakan bahwa wilayah Somaliland mungkin merupakan bagian dari "Tanah Punt" menurut orang Mesir kuno.
Antara periode Abad ke-7 dan ke-12 Masehi, kota-kota seperti Seylac dan Berbera di Teluk Aden dan Marka, Baraawe, dan Mogadishu di sepanjang Samudra Hindia berfungsi sebagai pelabuhan perdagangan, yang oleh dunia Islam Arab disebut bilad al-Barbar atu "Negara Barbar".
Istilah barbar (juga berber atau barbaroi) menjadi julukan bagi orang-orang Somalia di wilayah tersebut, berdasarkan pada deskripsi yang ditemukan dalam dokumen Yunani kuno bertajuk Periplus Maris Erythraei (Navigasi dari Erittrea), yang diperkirakan rilis pada Abad ke-1 Masehi.
Kota-kota abad pertengahan itu mengekspor getah dan resin, bulu burung unta, dan para budak serta berperang melawan orang-orang Etiopia Kristen di pedalaman.
Orang-orang Somalia, yang menduduki daerah-daerah itu bersama dengan kelompok-kelompok lain, telah mulai mengadopsi Islam pada Abad ke-7, dan kemudian menjadi sangat mengakar di abad-abad berikutnya.
Penghuni kota mengatur diri mereka menjadi kesultanan seperti Adal, berpusat di Seylac, dan Ajuran, berpusat di Mogadishu.
Dimulainya Kolonialisasi Eropa
Ketika negara-negara Eropa mulai membagi kekuasaan di wilayah Tanduk Afrika pada akhir Abad ke-19, Prancis telah lebih dulu menguasai --dari tahun 1862-- sebuah tambang batu bara di Obock dekat mulut Laut Merah.
Di saat bersamaan, wilayah lain di sisi utara dikuasai oleh Mesir, dan Somalia selatan memilih bergabung dengan kekuasaan Kesultanan Zanzibar.
Pada akhir 1880-an, Prancis telah memperluas koloninya ke wilayah Djibouti saat ini, dan kemudian diikuti Inggris dengan membentuk protektorat di pantai utara, di seberang basis utamanya di Aden.
Tidak mau ketinggalan, Italia ikut mengendalikan sisa wilayah tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Somaliland.
Kolonialisasi Eropa itu segera mendapat gangguan dari berbagai pihak. Salah satu perseteruan yang paling diingat dalam sejarah adalah perang antara pemimpin Muslim Sayyid Maxamed Cabdulle Xasan melawan Inggris pada 1899.
Xasan berhasil mempertahankan kekuasaan di pedalaman sampai akhir hayatnya pada tahun 1920, yang kemudian dengan cepat dicaplok oleh kolonian Inggris.
Sementara itu, pemerintahan fasis Roma memperoleh Jubaland --julukan bagi daerah strategis-- di ujung selatan Somaliland setelah Perang Dunia I.
Lalu, pada tahun 1936, Negeri Pizza menyatukan kekuasaan atas Somalia dan Ethiopia untuk membentuk Afrika Timur Italia.
Namun, Inggris memenangkan kendali atas zona Italia selama Perang Dunia II, yang kemudian berujung pada penyatuan dengan Somaliland Italia untuk membentuk Republik Somalia yang merdeka.
Sementara itu, Somaliland Perancis --yang sempat berganti nama menjadi Wilayah Perancis untuk Afars dan Issas pada tahun 1967-- menjadi merdeka sebagai Republik Djibouti pada 1977.
Advertisement
Konflik Sebelum Penyatuan Somalia
Setelah perang saudara yang dimulai di Somalia pada 1980-an dan penggulingan pemerintah negara itu pada 1991, kelompok oposisi pemerintah, Gerakan Nasional Somalia, mengamankan wilayah yang terdiri dari bekas Somaliland Inggris.
Pada Mei 1991, mereka mengumumkan bahwa federasi 1960 tidak lagi sah dan menyatakan wilayah mereka sebagai negara merdeka, untuk selanjutnya dikenal sebagai Republik Somaliland.
Meskipun tidak diakui secara internasional, Somaliland mengalami kondisi yang relatif stabil, kontras tajam dengan perang saudara yang terus mendera Republik Somalia.
Mengambil keuntungan dari stabilitas itu, pemerintah Somaliland mampu membangun kembali banyak infrastruktur wilayah, yang telah dirusak oleh perang bertahun-tahun.
Namun, sejak akhir 1990-an, telah terjadi ketegangan antara Somaliland dan Puntland, sebuah wilayah di bagian timur laut Somalia, yang menyatakan dirinya sebagai daerah otonom pada 1998.
Masing-masing membantah klaim pihak lain atas wilayah Sanaag dan Sool, dan konfrontasi bersenjata telah terjadi secara berkala.
Pada tahun 2001, sepuluh tahun setelah memisahkan diri dari Somalia, Somaliland masih tidak diakui secara internasional sebagai negara merdeka.
Tidak gentar, pemerintah mengadakan referendum tahun itu, yang hasilnya jelas menunjukkan bahwa penduduk Somaliland mendukung klaim kemerdekaan wilayah tersebut.
Mengulang ketegasan serupa, pada tahun 2003 pemerintah Somaliland menolak undangan untuk berpartisipasi dalam pembicaraan damai yang bertujuan menyatukan kembali Somalia, dengan mempertahankan bahwa status independennya menghalanginya untuk tidak menjadi pihak dalam diskusi semacam itu.
Sementara itu, tanggal yang sama pada 1977, Elvis Presley tampil di sebuah konser tunggal di Indianapolis, di mana menandai akhir kariernya sebagai penyanyi.
Lalu, tanggal yang sama pada 1993, Amerika Serikat meluncurkan serangan rudal jelajah yang menargetkan markas intelijen Baghdad, sebagai balasan atas upaya pembunuhan --yang digagalkan-- terhadap mantan Presiden George H.W Bush pada April sebelumnya di Kuwait.