Liputan6.com, California - Para ilmuwan akhir-akhir ini terus berupaya mengembangkan cara untuk mengabadikan ras manusia di luar Bumi. Salah satu upaya kontroversial yang mereka tempuh adalah dengan mengirimkan sperma beku tikus ke antariksa.
Namun sampel sperma segar tersebut telah beberapa kali mengalami kerusakan saat ditempatkan di lingkungan nol gravitasi atau biasa disebut microgravity. Demikian seperti dikutip dari Science Alert, Rabu (26/6/2019).
Baca Juga
Akan tetapi, baru-baru ini, sebuah studi percontohan kecil mengklaim telah berhasil menjaga kualitas sperma beku yang dikirim ulang ke angkasa luar, menunjukkan bahwa air mani tersebut tidak terpengaruh oleh tekanan microgravity.
Advertisement
Untuk menciptakan kondisi seperti itu, sebuah pesawat pelatihan aerobatik mini mengambil sepuluh sampel sperma beku untuk diterbangkn ke antariksa. Meluncur ke atas dan kemudian terjun bebas ke Bumi sebanyak 20 kali, manuver parabola ini menciptakan momen microgravity yang berlangsung sekitar 8 detik.
Ukuran sampel sperma untuk percobaan ini juga sangat kecil, dan kondisi tersebut tidak sama persis dengan yang didapatkan di ruang angkasa. Namun, ketika sampel dibawa kembali ke Bumi untuk dianalisis, para peneliti tidak menemukan perbedaan antara sperma yang terkena microgravity dan sampel yang ditinggalkan di Bumi.
Hasil terbaru ini menunjukkan bahwa microgravity mungkin tidak menjadi faktor pembatas untuk sperma ketika berada di angkasa luar. Para peneliti pun tidak membahas masalah mengatasi radiasi ruang, apalagi perkembangan pranatal (masa sebelum lahir).
Belum Bisa Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah
Setelah 9 bulan berada di antariksa, sperma tikus tersebut mulanya agak rusak oleh radiasi yang kuat, tetapi masih tidak menunjukkan perbedaan struktur secara keseluruhan. Terlebih lagi, sperma ini dicap mampu menghasilkan tikus yang sehat di Bumi.
Tapi ini hanya model tikus, yang tidak selalu diterjemahkan ke realitas manusia. Sementara penelitian baru bertujuan untuk memperluas studi terhadap sperma manusia.
Penulis utama riset ini, Montserrat Bouda, mengisyaratkan bahwa hasilnya masih terlalu dini untuk dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan perlu divalidasi dengan sampel yang skalanya lebih besar, serta periode microgravity yang lebih lama.
Sebuah bank sperma yang nantinya ditempatkan di ruang angkasa akan memungkinkan keragaman genetik atau bahkan kemudahan reproduksi buatan.
Untuk sementara, penelitian ini hanya bisa dipresentasikan pada "35th Annual Meeting of ESHRE."
Advertisement
NASA Kirim Sperma Manusia ke Angkasa Luar
Sebelumnya pada tahun lalu, NASA telah mengirim sampel sperma manusia dan banteng ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS) untuk diteliti.
Lembaga antariksa milik pemerintah Amerika Serikat ini ingin mengetahui potensi pembuahan yang mungkin terjadi pada mamalia saat berada di ruang hampa alias gravitasi nol.
Misi pengiriman sperma beku yang dijuluki Micro-11 itu diterbangkan ke ISS menggunakan kapsul Dragon dengan dorongan roket Falcon 9 buatan SpaceX. Peluncuran berlangsung di Cape Canaveral Air Force, Florida, Amerika Serikat, dua minggu lalu.
Setelah mencairkan sampel, astronot di ISS akan mengaktifkan sperma tersebut menggunakan ramuan kimia unik. Pergerakan sperma akan dimonitor dan difilmkan dengan saksama saat "berenang" dan menyatu dengan sel telur.
Usai fase awal selesai, sampel akan dicampur dengan pengawet dan kemudian dikirim kembali ke Bumi, tempat eksperimen diselesaikan.
"Berdasarkan percobaan sebelumnya, kurangnya gravitasi mampu mengurangi mobilitas sperma," kata Fathi Karouia, ilmuwan utama proyek Micro-11 NASA, seperti dikutip dari Space Daily, Kamis, 12 April 2018.
Salah satu eksperimen yang dinyatakan berhasil adalah ketika NASA membuktikan bahwa sperma tikus bisa bertahan hidup selama sembilan bulan di angkasa luar. Sperma itu kemudian dikembalikan ke Bumi dan digunakan untuk reproduksi tikus.
"Penelitian ini sejalan dengan penyelidikan lain pada sampel organisme berbeda, yang telah menunjukkan bahwa mikrogravitasi memicu regenerasi sel," imbuh Karouia.
Alsan di Balik Pemilihan Sperma Banteng dan Manusia
Sperma banteng dipilih untuk penelitian ini karena pola gerakannya mirip dengan sperma manusia. Oleh karena itu, sperma banteng digunakan sebagai kontrol kualitas yang nantinya akan dibandingkan dengan sperma manusia.
"Kami belum tahu bagaimana misi luar angkasa ini dapat memengaruhi kesehatan reproduktif manusia. Investigasi tersebut akan menjadi langkah awal untuk memahami reproduksi dalam gravitasi rendah," tulis NASA dalam sebuah pernyataan.
Ini bukanlah kali pertama sel sperma dikirimkan ke angkasa luar. Sebelumnya pada 1988, Badan Antariksa Eropa (European Space Agency/ESA) pernah mengirimkan sperma banteng. Selain itu, NASA juga pernahh mengirimkan sperma bulu babi.