Sukses

AS: Intervensi Militer di Venezuela Masih Opsi

Amerika Serikat mengatakan, intervensi militer secara langsung di Venezuela untuk menggulingkan Maduro masih merupakan opsi.

Liputan6.com, Washington DC - Intervensi militer Amerika secara langsung di Venezuela masih merupakan opsi untuk mendukung upaya menggulingkan Presiden Nicolas Maduro, demikian ujar seorang pejabat senior Amerika.

Berbicara dalam konferensi pers di Departemen Luar Negeri, pada Selasa 25 Juni 2019, Wakil Khusus Amerika Untuk Venezuela Elliot Abrams tetap menyerukan Maduro untuk mengundurkan diri.

"Penolakan Maduro untuk mundur merupakan hambatan mencapai resolusi damai," ujarnya sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia pada Rabu (26/6/2019).

Amerika adalah salah satu dari 54 negara yang mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido, yang Januari lalu telah menyatakan dirinya sebagai pemimpin negara itu. Maduro mendapatkan dukungan dari sekutu-sekutu utamanya, yaitu China dan Rusia.

Venezuela telah terperosok dalam krisis ekonomi dengan inflasi di atas satu juta persen. Warga Venezuela kini terpaksa hidup tanpa barang-barang kebutuhan utama dan layanan jasa yang penting.

Menurut PBB, dalam beberapa tahun terakhir ini empat juta warga Venezuela telah melarikan diri dari krisis ekonomi dan politik di negara mereka, memicu krisis migran di negara-negara tetangga seperti Kolombia dan Peru. Rumah sakit, sekolah dan toko-toko sembako di kota-kota perbatasan kini kewalahan, sementara angka kriminalitas melonjak tinggi. Sebagian migran Venezuela juga terpaksa tidur di jalan-jalan.

Simak pula video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Jet Tempur Rusia Sudah Parkir di Venezuela

Sementara itu, sebuah pesawat angkatan udara milik Rusia telah mendarat di bandara utama Venezuela. Jet Ilyushin 62 dengan nomor ekor RA-86496 diparkir di Bandara Internasional Simon Bolivar, ibu kota Caracas, pada Senin 24 Juni 2019.

Nomor ekor terdaftar ke jet angkatan udara Rusia, menurut situs web Flightradar24. Nomor itu juga cocok dengan pesawat militer yang tiba pada bulan Maret, lapor Al Jazeera.

Tiga bulan lalu, langkah serupa telah memicu perang kata antara Amerika Serikat dan Rusia. Sebagaimana diketahui, Moskow mendukung Presiden Venezuela Nicolas Maduro, sementara AS dan puluhan negara lain mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido.

Dia telah menyatakan diri sebagai predien et interim sejak Januari lalu, menyebut pemilu tahun lalu tidak sah.

Saat pesawat angkatan udara Rusia mendarat di Venezuela pada Maret lalu, 100 tentara dan pejabat pertahanan Rusia turut serta. Washington menyebutnya sebagai hal yang "gegabah" dilakukan oleh Moskow di negara Amerika Latin yang tengah bergejolak itu.

Presiden AS Donald Trump saat itu segera memerintahkan Rusia untuk memindahkan semua pasukan dari Venezuela. Moskow menepis tuduhan, mengatakan pesawat-pesawat itu hanya membawa spesialis yang melayani kontrak penjualan senjata.

Adapun AS saat ini telah menjatuhkan sanksi terhadap Venezuela, yang disebut Rusia telah melukai para warga sipil. Moskow juga memperingatkan Washington untuk tidak menggunakan kekerasan.

Menurut badan pengungsi PBB (UNHCR), sekitar  empat juta Venezuela  - hampir 15 persen dari populasi, telah meninggalkan negara itu untuk menghindari krisis ekonomi dan politik.