Liputan6.com, Tokyo - Amerika Serikat dan China telah sepakat untuk memulai kembali perundingan tentang perang dagang kedua negara, yang dibahas dalam KTT G20 di Osaka, Jepang, pada 29 Juni 2019.
Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden China, Xi Jinping, bertatap muka langsung dalam konferensi tingkat tinggi para pemimpin negara-negara di dunia tersebut.
Baca Juga
Trump juga mengatakan akan mengizinkan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk terus berbisnis dengan raksasa teknologi China, Huawei, meski sebelumnya Trump memberlakukan sanksi perdagangan tambahan terhadap China. Demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (30/6/2019),
Advertisement
Namun, di sela-sela pertemuan utama KTT G20, Trump menegaskan bahwa AS tidak akan lagi menambahkan tarif impor produk-produk China senilai US$ 300 miliar. Dia juga mengatakan bakal terus bernegosiasi dengan Beijing "untuk saat ini".
Dan pada konferensi pers berikutnya, Trump menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi Negeri Paman Sam dapat kembali menjalin kerja samanya dengan Huawei, yang secara efektif membalikkan larangan yang diberlakukan pada bulan lalu oleh departemen perdagangan Amerika Serikat.
Eskalasi Perang Dagang AS dan China
AS dan China telah bergelut dalam perang dagang yang merusak selama setahun terakhir. Trump menuduh China mencuri kekayaan intelektual dan memaksa perusahaan-perusahaan AS untuk berbagi rahasia dagang saat berbisnis di China.
Di satu sisi, pertikaian tersebut pun kian memanas dalam beberapa bulan menjelang KTT G-20 di Jepang, setelah pembicaraan antara kedua negara gagal dilaksanakan pada Mei tahun ini.
Lalu, akankah G-20 Osaka bakal mengubah situasi antara dua negara adikuasa ini? Menurut korespinden ekonomi BBC untuk Asia, Karishma Vaswani, "gencatan senjata" dalam perang dagang AS-China menandakan jeda dalam permusuhan daripada resolusi perselisihan yang telah menyebabkan gejolak pasar dan memukul pertumbuhan global.
Trump mengatakan pertemuannya dengan Xi adalah "hal yang luar biasa", sembari menambahkan: "Kami membahas banyak topik dan kami segera melihat apa yang terjadi."
Kantor berita pemerintah China, Xinhua, mengutip ucapan Xi: "China dan AS memiliki kepentingan yang sangat terintegrasi dan area kerja sama yang luas, dan keduanya tidak boleh jatuh ke dalam apa yang disebut jebakan konflik dan konfrontasi."
Advertisement
Kisruh AS-China
Sejak pembicaraan gagal pada 10 Mei, Trump telah menaikkan tarif USD 200 miliar barang China menjadi 25 persen dari 10 persen. Akhir-akhir ini, ia mengindikasikan pengenaan tarif 10 persen untuk barang impor dari China senilai USD 300 miliar termasuk telepon pintar dan pakaian anak-anak.
Kendala besar lainnya pemerintahan AS yang rilis daftar hitam Huawei Technologies pada bulan lalu atas keamanan nasional yang mengancam memutus akses perusahaan tersebut ke teknologi AS. Pemerintah AS telah melobi sekutu di seluruh dunia untuk tidak membeli peralatan Huawei yang menurut AS dapat digunakan untuk mata-mata China.
Sementara itu, Xi menghabiskan banyak dari pertemuan puncak untuk menjanjikan membuka ekonomi China dan mengecam meski tidak menyebut AS karena serangan terhadap sistem perdagangan global.
Dalam sambutannya kepada para pemimpin Afrika, Xi mengambil langkah tidak begitu halus pada kebijakan perdagangan Trump dan memperingatkan terhadap praktik intimidasi.
Ia juga menambahkan kalau setiap upaya untuk menempatkan kepentingan diri sendiri terlebih dahulu dan melemahkan orang tidak akan memenangkan popularitas apa pun.
Xi juga mengatakan, kalau G20 harus menjunjung tinggi kelengkapan dan vitalitas rantai pasokan global. China bersikeras kalau Huawei harus dihapus dari daftar hitam berdasarkan kesepakatan apapu.
Sedangkan Donald Trump menegaskan mengenai pengurangan defisit perdagangan AS dan China yang mencapai rekor USD 419 miliar pada tahun lalu. Akan tetapi, fokus pemerintahannya telah bergeser untuk membatasi akses China ke inovasi AS. Pemerintah China pun menanggapi dengan retorika yang semakin keras.