Liputan6.com, Melbourne - Mantan pebulu tangkis nasional Indonesia Lenny Permana datang ke Australia untuk melanjutkan pendidikan. Namun, 20 tahun kemudian dia malah mendapat penghargaan komunitas karena mengajar bulu tangkis sukarela bagi murid-murid sekolah di Negeri Kanguru.
Lenny (43 tahun) tiba di Melbourne di tahun 1999 untuk menempuh pendidikan S1 jurusan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) di universitas RMIT tanpa adanya niat untuk melanjutkan prestasinya bermain bulu tangkis.
Baca Juga
ABC Indonesia yang dikutip Selasa (2/7/2019) menyebut, ketika itu Lenny baru berusia 24 tahun dan sebelumnya adalah bagian dari tim pelatnas bulu tangkis Indonesia di Cipayung, satu angkatan dengan pemain seperti Yuni Kartika.
Advertisement
Di masa junior, Lenny pernah masuk perempat final kejuaraan dunia junior Bimantara Cup.
Namun, cedera yang dialaminya membuatnya tidak bisa berprestasi maksimal di tingkat internasional. Atas usulan keluarga, dia kemudian memutuskan untuk pindah ke Australia.
Sambil kuliah, Lenny kelahiran Magelang, Jawa Tengah, Indonesia ini kemudian tetap berlatih bulu tangkis di sela-sela kegiatan yang lain.
Karena permainannya yang masih bagus, seorang teman kemudian menyarankannya untuk bertanding di perlombaan tingkat daerah di Australia.
Karena prestasinya yang gemilang tersebut, kemudian terbuka peluang Lenny untuk mewakili Australia dalam pertandingan bulu tangkis internasional saat itu.
"Karena tidak ada yang bisa mengalahkan saya, saya disuruh coba main untuk Australia. Pertama kalau tidak salah tahun 2000 atau 2001 dan selanjutnya lomba di Pekan Olahraga negara persemakmuran di Manchester tahun 2002."
Bakat Bulu Tangkis Hadiahkan Kewarganegaraan
Ketangkasan Lenny di lapangan menyita perhatian para pengamat dari tim bulu tangkis Australia yang ingin agar ia dapat mewakili Australia di ajang internasional.
Akhirnya, Lenny yang pada saat itu sudah memiliki status Permanent Resident (PR) Australia sebagai lulusan RMIT, didorong untuk mendaftar menjadi warga negara Australia.
Di tahun 2002 setelah dapat gelar S1 Ilmu Terapan Teknologi Informasi, saya dapat PR. Setelah itu disuruh langsung jadi warganegara Australia," kata Lenny. "Soalnya pertandingannya sudah dekat dan mereka harus mendata tim yang akan main buat Australia."
Beruntung, proses transisi dari PR ke kewarganegaraan Australia tidak memakan waktu yang lama.
Dengan memiliki kewarganegaraan Australia sebagai syarat untuk mewakili tim bulu tangkis Australia, Lenny dapat bertanding di ajang bergengsi seperti Commonwealth Games 2002 di Manchester, Olimpiade 2004 di Athena dan beberapa kompetisi lainnya.
Ia merasa bersyukur karena ibunya, Ina Ismawati, yang juga adalah pemain bulu tangkis di masanya menurunkan keahlian tersebut kepadanya.
Di umur 10 tahun, ia sudah tinggal di asrama PB Djarum di Semarang untuk menekuni bidang olahraga itu sebelum kemudian dipanggil masuk ke pelatnas di Jakarta.
Advertisement
Dapat Penghargaan karena Mengajar Tanpa Dibayar
Setelah berhenti bermain untuk Australia di tingkat internasional, Lenny Permana masih melanjutkan kegiatannya di dunia bulu tangkis dan menjadi pelatih.
Dan tanggal 14 Maret 2019 lalu, Lenny menerima penghargaan di bawah kategori "Outstanding Community Contribution Award" dari School Sport Victoria.
School Sport Victoria merupakan badan yang menyediakan program olahraga bagi sekolah-sekolah Victoria dan adalah bagian dari departemen pendidikan Australia.
Penghargaan ini ia terima berkat nominasi dari Serpell Primary School di Templestowe, tempat Lenny mengajar bulu tangkis sebagai aktivitas ekstrakurikuler tanpa digaji selama tujuh tahun.
Melalui kegiatan tersebut, Lenny juga mencetak murid-murid bulu tangkis berprestasi dan turut mengharumkan nama sekolah itu.
Mendengar pencapaian ini, banyak murid yang mau bergabung dalam kegiatan tersebut.
"Karena sudah empat tahun berturut-turut juara terus, jadi banyak murid yang mau bergabung di ekstrakurikuler ini."
Tidak ada alasan tersembunyi di balik jasa mengajar gratis yang juga Lenny lakukan di sekolah menengah East Doncaster Secondary College yang terletak sekitar 18 km dari pusat kota Melbourne.
Kegiatan sukarelawan mengajar selama dua kali seminggu ini ia lakukan dengan tulus hati.
"Orang semua pada tanya kenapa saya mengajar tanpa terima uang. Saya bilang, "Ya, saya hanya membantu."
Di luar sekolah, Lenny juga memiliki klub bulu tangkis bernama Infinity Badminton yang kini berumur satu tahun.
Klub tersebut didominasi oleh siswa berumur 6-18 tahun dan juga terbuka bagi para pemain difabel.
Kurangnya Pendanaan Jadi Tantangan di Australia
Walaupun masih kalah bersaing dengan olahraga sepak bola Australia dan renang, Lenny mengatakan bahwa bulu tangkis di Australia sudah jauh berkembang dibandingkan dengan 20 tahun lalu.
Meski demikian, tantangan seperti kurangnya pendanaan terus ada dan turut berpengaruh terhadap minat berkarier di cabang olahraga tersebut.
"Bulu tangkis di Australia dalam pendanaan pemerintah ada di peringkat ketiga. Sedangkan di peringkat pertama dengan dana terbanyak adalah sepak bola dan renang," kata Lenny kepada wartawan ABC News Indonesia, Natasya Salim.
"Mencari pemain Australia yang bagus juga sebenarnya agak sulit karena mereka tahu uangnya tidak ada. Banyak anak yang mainnya bagus, tapi akhirnya berhenti."
Ia berharap agar ke depannya pemain Australia memiliki minat mendalami olahraga tepok bulu ini.
"Mudah-mudahan paling tidak ada satu atau dua pemain Australia yang bagus. Kalau mereka bisa main di ajang internasional semoga pendanaan bisa lebih besar."
Untuk bulu tangkis di Indonesia dimana Lenny hanya memantau dari kejauhan, ia berharap agar dapat melihat wajah-wajah baru terutama dalam kategori tunggal putri.
"Di Indonesia sekarang yang kategori tunggal putra sudah bagus, ya. Nah sekarang mudah-mudahan kategori tunggal putri bisa naik seperti zamannya Susy Susanti dulu." ungkapnya.
Advertisement