Liputan6.com, Canberra - Kabar mengenai warga Australia, Alek Sigley yang dilaporkan menghilang di Korea Utara pekan lalu, telah mencapai titik terang.
Sigley ternyata ditahan oleh Korea Utara, namun telah dibebaskan dan dalam kondisi yang aman --Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengumumkan hari ini, dilansir dari BBCÂ Kamis (4/7/2019).
Morrison menerima kabar dari pejabat Kedutaan Swedia di Pyongyang, yang bertemu dengan pemerintah Korea Utara mengenai pelepasan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Australia tidak memiliki misi diplomatik di Korea Utara, dan mungkin meminta bantuan Swedia sebagai penghubung dengan Pyongyang. Negeri Skandinavia itu merupakan salah satu rekan negara Barat yang membuka kedutaan di sana, dan kerap mengambil peran sebagai perwakilan non-resmi negara sekutu mereka yang tidak membuka hubungan diplomatik dengan Korut.
"Kami diberitahu bahwa Korea Utara telah membebaskannya dari penahanan dan telah meninggalkan negara itu dengan selamat," Morrison mengumumkan kepada jajaran parlemen hari ini.
"Kami berterimakasih kepada Swedia atas bantuannya," lanjutnya.
Here's the moment Prime Minister @ScottMorrisonMP informed the House of the release of Alek Sigley, in a statement on indulgence during #QT. pic.twitter.com/0jzOhM2Oz4
— Australian House of Representatives (@AboutTheHouse) July 4, 2019
Sigley (29) dilaporkan menghilang di Korea Utara pekan lalu. Kabar hilangnya penempuh gelar master di Universitas Kim Il-sung dan pemilik bisnis wisata di Pyongyang itu mengejutkan publik Australia, cemas jika nasibnya akan berakhir seperti Otto Warmbrier dari AS.
Kabar pembebasan Sigley juga beredar pertama kali di NK News --situs pemantau Korea Utara. Outlet itu melaporkan bahwa Sigley telah tiba dengan selamat di China dan akan meneruskan perjalanan ke Jepang.
Namun, belum jelas mengapa Sigley ditahan.
Misteri Hilangnya Mahasiswa Asal Australia
Pekan lalu, Australia kalang kabut setelah kabar bahwa warga negaranya ditahan oleh pemerintah Korea Utara mencuat.
Sigley mengambil studi Sastra Korea di Kim Il-sung Uni dan menjalankan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang turisme Korea Utara. Ia juga telah menulis artikel tentang tempat makan di Pyongyang serta beberapa isu lain untuk NK News dan outlet media lain.
"Interaksi dengan penduduk setempat kadang-kadang dapat dibatasi, tetapi saya dapat berbelanja dan makan hampir di mana saja saya inginkan," kata Alek Sigley dalam sebuah tulisannya.
Advertisement
Penggemar Sosialisme?
Dalam sebuah tulisan status di bulan Januari tahun ini, Sigley menggambarkan minat yang kuat dalam isu Asia Timur dan "sosialisme". Ia juga menceritakan perjalanan pertamanya ke Korea Utara pada tahun 2012.
Putra seorang pria keturunan Inggris-Australia dan ibu berdarah China itu, sebelumnya belajar di Universitas Fudan di Shanghai dan di Korea Selatan sebelum pindah ke Pyongyang.
"Saya terdaftar di program magister Sastra Korea di sekolah pascasarjana universitas. Karena saya adalah satu-satunya siswa asing dalam program khusus ini, kursus saya dilakukan secara langsung dengan guru," tulis Sigley.
Sigley sebetulnya menghindari isu politik. Ia menggambarkan kehidupannya dijalani dengan berdiskusi bersama mahasiswa pertukaran dari China, minum dan bermain video gim bersama siswa Rusia, dan pergi ke restoran dengan siswa dari Kanada serta Swedia.
Menghindari politik, Sigley menggambarkan kehidupan mengobrol dengan siswa pertukaran China, minum dengan siswa Rusia dan bermain video game dan pergi ke restoran dengan siswa dari Kanada dan Swedia.
Dalam sebuah artikel untuk surat kabar The Guardian yang diterbitkan pada akhir Maret, Sigley mengatakan dia memiliki "akses yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya" ke Pyongyang sebagai penduduk asing jangka panjang.
"Saya bebas berkeliaran di sekitar kota, tanpa ada yang menemani saya. Interaksi dengan penduduk setempat kadang-kadang terbatas, tetapi saya dapat berbelanja dan makan hampir di mana pun yang saya inginkan," tulisnya.