Sukses

Menyibak 7 Teori Konspirasi Awal Terbentuknya Alam Semesta, Seperti Apa?

Berikut 7 teori konspirasi tentang terbentuknya alam semesta awal.

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, alam semesta awal diperkirakan mulai terbentuk. Momen ini, dikenal sebagai Big Bang atau Ledakan Besar, adalah ketika ruang itu sendiri dengan cepat mulai mengembang.

Pada saat Big Bang terjadi, alam semesta yang dapat diamati sekarang (termasuk material untuk setidaknya 2 triliun galaksi), masuk ke dalam ruang yang lebarnya kurang dari satu sentimeter. Sekarang, alam semesta yang bisa kita lihat adalah 93 miliar tahun cahaya dan masih terus berkembang.

Ada banyak pertanyaan tentang Big Bang, khususnya terkait apa yang terjadi sebelum itu (jika ada). Tetapi para ilmuwan mengetahui beberapa hal, termasuk 7 penemuan yang paling mengejutkan tentang awal dari 'segalanya' dan alam semesta, seperti dikutip dari Live Science, Kamis (11/7/2019).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 8 halaman

1. Alam Semesta Meluas

Sampai tahun 1929, asal mula terbentuknya alam semesta masih sebatas mitos dan teori. Tetapi pada tahun itu, seorang astronom bernama Edwin Hubble menemukan sesuatu yang sangat penting tentang alam semesta, sesuatu yang akan membuka cara baru untuk memahami masa lalu kehidupan: segala sesuatunya berkembang.

Hubble membuat penemuannya dengan mengukur apa yang disebut redshift, yang merupakan pergeseran ke arah panjang gelombang cahaya merah yang terlihat di galaksi yang sangat jauh. (Semakin jauh objek, semakin jelas redshift).

Hubble menemukan bahwa redshift meningkat secara linear dengan jarak di galaksi jauh, yang menunjukkan bahwa alam semesta tidak stasioner, tapi berkembang sekaligus.

Hubble mampu menghitung laju ekspansi ini, sebuah angka yang dikenal sebagai Hubble Constant, menurut NASA. Penemuan ini yang memungkinkan para ilmuwan untuk meramalkan kembali dan berteori bahwa alam semesta pernah dikemas menjadi titik kecil. Mereka menyebut momen pertama perluasannya sebagai Big Bang.

3 dari 8 halaman

2. Radiasi Dasar Gelombang Mikro Kosmik

Pada Mei 1964, Arno Penzias dan Robert Wilson, peneliti di Bell Telephone Laboratories, bekerja membangun platform penerima gelombang radio di New Jersey. Antena alat ini terus menerima dengungan aneh yang sepertinya datang dari mana-mana, sepanjang waktu.

Kedua ilmuwan mengira, itu mungkin merpati yang masuk ke dalam peralatan, memindahkan sarang dan tidak melakukan apa-apa. Namun demikian, Penzias dan Wilson tidak melakukan upaya apa pun untuk mengurangi gangguan. Akhirnya, mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang tak beres.

Apa yang mereka deteksi, ternyata, adalah cahaya pertama alam semesta: radiasi dasar gelombang mikro kosmik. Radiasi ini dimulai sekitar 380.000 tahun setelah Big Bang, ketika alam semesta akhirnya cukup dingin untuk foton (partikel seperti gelombang yang membentuk cahaya) untuk berkelana dengan bebas.

Penemuan ini lantas mendukung teori Big Bang dan gagasan bahwa alam semesta mengembang lebih cepat daripada kecepatan cahaya dalam sekejap pertamanya.

4 dari 8 halaman

3. Peta Langit

Penemuan dasar gelombang mikro kosmik membuka jalan baru untuk menguak asal usul alam semesta. Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit yang disebut Cosmic Background Explorer (COBE), yang mengukur variasi kecil dalam radiasi dasar tersebut.

Hasilnya adalah "gambar bayi" alam semesta, menurut NASA, menunjukkan beberapa variasi kepadatan pertama di alam semesta yang mengembang. Variasi kecil ini mungkin memunculkan pola galaksi dan ruang hampa, yang dikenal sebagai cosmic web of galaxies, yang kita lihat di alam semesta saat ini.

5 dari 8 halaman

4. Bukti Inflasi

Dasar gelombang mikro kosmik juga memungkinkan para peneliti untuk menemukan "senjata asap" untuk inflasi -- ekspansi besar-besaran yang terjadi lebih cepat dari cahaya di Big Bang. (Meskipun teori relativitas khusus Albert Einstein menyatakan bahwa tidak ada yang lebih cepat dari kilatan cahaya yang melesat melalui ruang).

Pada tahun 2016, fisikawan mengumumkan bahwa mereka telah mendeteksi jenis polarisasi tertentu di beberapa dasar gelombang mikro kosmik. Polarisasi ini dikenal sebagai "B-mode."

Polarisasi B-mode adalah bukti langsung pertama dari gelombang gravitasi dari Big Bang. Gelombang gravitasi tercipta ketika benda-benda besar di ruang angkasa mempercepat atau memperlambat gerakannya (yang pertama kali ditemukan berasal dari tabrakan dua Lubang Hitam).

B-mode menyediakan cara baru untuk secara langsung menyelidiki ekspansi alam semesta awal.

6 dari 8 halaman

5. Tak Ada Dimensi Ekstra

Salah satu konsekuensi dari penemuan gelombang gravitasi adalah bahwa hal itu memungkinkan para ilmuwan untuk mencari dimensi tambahan.

Menurut ahli teori, gelombang gravitasi harus dapat menyeberang ke dimensi yang tidak diketahui, jika dimensi itu ada. Pada Oktober 2017, para ilmuwan mendeteksi gelombang gravitasi dari tabrakan dua bintang neutron.

Mereka mengukur waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk melakukan perjalanan dari bintang ke Bumi, dan tidak menemukan bukti adanya kebocoran ekstra-dimensi.

Hasilnya, yang diterbitkan pada Juli 2018 dalam Journal of Cosmology and Astroparticle Physics, menunjukkan bahwa jika ada dimensi lain di luar sana, bentuknya pasti kecil dan akan memengaruhi area alam semesta yang berukuran kurang dari 1 mil (1,6 kilometer).

Itu berarti bahwa teori string, yang menyatakan bahwa alam semesta terbuat dari getaran kecil sebuah rangkaian, masih bisa dibenarkan.

7 dari 8 halaman

6. Percepatan Ekspansi

Salah satu penemuan teraneh di bidang fisika adalah bahwa alam semesta tidak hanya berkembang, tapi juga tumbuh dengan kecepatan yang semakin cepat.

Penemuan ini berasal dari tahun 1998, ketika fisikawan mengumumkan hasil dari beberapa proyek jangka panjang yang mengukur supernova super berat, yang disebut supernova Tipe Ia.

Hasil (yang memenangkan peneliti Saul Perlmutter, Brian P. Schmidt dan Adam G. Reiss sebuah Nobel Prize pada 2011), mengungkapkan cahaya yang lemah dari supernova terjauh itu.

Cahaya lemah tersebut menunjukkan bahwa ruang angkasa mengembang: segala sesuatu di alam semesta ini berangsur-angsur semakin jauh dari yang lainnya.

Para ilmuwan menyebut pendorong ekspansi ini sebaagai dark energy atau "energi gelap," sebuah mesin misterius yang dapat membentuk sekitar 68% energi di alam semesta.

Energi gelap tersebut tampaknya sangat penting untuk membuat teori-teori tentang permulaan alam semesta yang sesuai dengan pengamatan yang sedang dilakukan sekarang, seperti yang dibuat oleh Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) milik NASA, sebuah instrumen yang menghasilkan peta dari dasar gelombang mikro kosmik.

8 dari 8 halaman

7. Lebih Cepat dari yang Diharapkan

Hasil baru dari Teleskop Hubble, dirilis pada April 2019, telah memperdalam teka-teki dari alam semesta yang mengembang. Pengukuran dari teleskop ruang angkasa ini menunjukkan bahwa ekspansi alam semesta adalah 9% lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya.

Untuk galaksi, jarak setiap 3,3 juta tahun cahaya dari Bumi, diterjemahkan menjadi 46 mil per detik (74 km per detik), lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, menurut NASA.

Mengapa ini penting bagi asal usul alam semesta? Karena fisikawan pasti kehilangan sesuatu. Kata NASA, mungkin ada tiga "ledakan" energi gelap yang terpisah selama Big Bang dan tak lama kemudian setelahnya.

Semburan itu mengatur alam semesta saat ini. Yang pertama mungkin telah memulai ekspansi awal; yang kedua mungkin terjadi jauh lebih cepat, bertindak seperti kaki yang menekan pedal gas alam semesta, menyebabkan alam semesta mengembang lebih cepat dari yang diyakini sebelumnya.

Sedangkan ledakan energi gelap terakhir mungkin menjelaskan percepatan perluasan alam semesta saat ini.

Meski belum ada yang terbukti, tetapi para ilmuwan sedang mencari tahu kelanjutannya. Para peneliti di University of Texas di Austin McDonald Observatory menggunakan instrumen yang baru saja diperbarui, Hobby-Eberly Telescope, untuk mencari energi gelap secara langsung.

Proyek bernama Hobby-Eberly Telescope Dark Energy Experiment (HETDEX) itu mengukur cahaya redup dari galaksi sejauh 11 miliar tahun cahaya, yang memungkinkan para peneliti untuk melihat perubahan percepatan alam semesta dari waktu ke waktu.

Ilmuwan juga akan mempelajari gema yang mengusik di alam semesta, yang diduga berusia 400.000 tahun dan memantik terciptanya segala sesuatu, tepat setelah Big Bang.