Sukses

Pejabat HAM Minta Migran yang Ditahan di Libya Dibebaskan

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi dan Direktur Organisasi Internasional untuk Migrasi, Antonio Vitorino mengeluarkan pernyataan bersama.

Liputan6.com, New York - Dua pejabat senior HAM di PBB mengatakan, pihaknya menyerukan 5.600 pengungsi dan migran di pusat-pusat penahanan Libya dibebaskan dan perlindungan terhadap mereka dijamin.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi dan Direktur Organisasi Internasional untuk Migrasi, Antonio Vitorino mengeluarkan pernyataan bersama, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (14/7/2019)

Mereka mengatakan, jika Libya tidak bisa menjamin keamanan para migran, mereka perlu dievakuasi ke negara lain "di mana percepatan proses pemukiman diperlukan."

Kedua pejabat itu menggambarkan Libya sebagai tempat bagi para pengungsi, di mana "penderitaan dan risiko pelanggaran hak asasi manusia terus berlanjut. Proses pembebasan yang dikelola dengan aman dengan informasi tepat tentang bantuan yang tersedia, sangat penting untuk semua."

Grandi dan Vitorino juga mengatakan, para migran yang dijemput di Laut Tengah tidak boleh dikirim kembali ke Libya, karena negara itu tidak bisa dianggap sebagai tempat kembali yang aman.

Mereka menunjuk serangan udara pekan lalu di sebuah pusat penahanan di dekat Tripoli, menewaskan lebih dari 50, sebagai salah satu dari bahaya yang dihadapi para pengungsi yang kembali ke Libya.

Mereka menyerukan negara-negara Uni Eropa untuk melanjutkan operasi pencarian dan penyelamatan migran di perairan berbahaya dan mengatakan,semua negara anggota Uni Eropa harus berbagi tanggung jawab soal migran ini.

2 dari 2 halaman

PBB Serukan Gencatan Senjata di Libya Setelah Korban Tewas Meningkat

Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata di Libya, karena jumlah korban tewas akibat serangan selama tiga bulan di Tripoli mencapai 1.000. Jumlah tersebut termasuk korban tewas akibat serangan udara yang menghantam sebuah pusat penahanan migran.

PBB mengutuk serangan Selasa malam (2/7) di kamp penahanan Tajoura di timur Tripoli dan "menekankan perlunya semua pihak untuk segera meredakan situasi dan berjanji untuk melakukan gencatan senjata," menurut sebuah pernyataan gabungan.

Komandan Libya, Khalifa Haftar yang pasukannya menguasai Libya timur dan sebagian besar bagian selatan negara itu, melancarkan serangan awal April untuk merebut ibukota Tripoli dari pasukan yang setia kepada Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB.

Serangan udara dan pertempuran darat menyebabkan sekitar 1.000 orang tewas dan 5.000 lainnya cedera, kata organisasi kesehatan PBB, WHO.

Pertempuran itu menyebabkan lebih dari 100.000 orang terpaksa mengungsi dan memperparah konflik di Libya.

Korban tewas dalam serangan udara Selasa malam tersebut termasuk 53 migran sebuah pusat penahanan migran di pinggiran Tripoli, Tajoura, yang dikuasai oleh GNA.