Liputan6.com, Jakarta - Gerhana Bulan sebagian muncul pada 17 Juli 2019 di sejumlah belahan dunia, seperti Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Asia --termasuk seluruh wilayah Indonesia. Sejumlah mitos dan keanehan pun mengiringi kemunculan fenomena alam tersebut.
Berikut ini di antaranya yang Liputan6.com kutip dari beragam sumber, Rabu (17/7/2019):
1. Moon Children, Anak dengan Setan Jahat
Advertisement
Warga Eropa pada Abad Pertengahan yakin, berhubungan seksual saat Gerhana Bulan akan berdampak buruk pada anak yang dihasilkan dari hubungan suami-istri itu.
Konon, anak-anak yang dijuluki 'moon children' itu akan terlahir dengan setan jahat yang merasuk di dalam diri mereka.
Takhayul juga beredar di era modern, yang menyebut bahwa perempuan hamil dilarang menyentuh perutnya selama gerhana bulan. Jika itu dilanggar, diyakini bayi yang dilahirkan akan memiliki tanda lahir.
Besaran tanda lahir itu konon tergantung besar-kecilnya kekuatan sentuhan.
2. Makanan dan Minuman Tak Murni
Saat Gerhana Bulan parsial terjadi pada 8 Agustus 2017, banyak orang di India percaya, gerhana merupakan pertanda buruk. Selama itu, warga diminta tak makan atau minum.
Menurut kepercayaan di India, makanan menjadi tak murni saat gerhana sehingga tak boleh dikonsumsi. Untuk mengurangi dampak gerhana pada makanan, orang menambahkan kemangi (tulsi) ke makanan dan air.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
3. Mitos Anak Terlahir Cacat
Mitos itu juga berlaku bagi wanita hamil di India. Para ibu yang tengah mengandung disarankan oleh para sesepuh agar tak keluar saat gerhana atau melihat aktivitas langit itu dengan mata telanjang.
Mereka mengatakan bahwa janin di rahim bisa cacat jika wanita hamil melakukannya. Tentu saja, tak ada bukti ilmiah yang mendukung anggapan itu.
Namun, kebetulan bisa saja terjadi. "Saya memotong sebutir apel, meskipun aku sudah diperingatkan untuk tidak menyentuh benda tajam. Anak saya lahir dengan jari yang tak utuh," kata salah seorang perempuan seperti dikutip dari Daily Times.
4. Bulan Hilang Dimakan jaguar
Sepanjang sejarah, banyak budaya non-Kristiani juga menafsirkan menghilangnya Bulan sebagai pertanda buruk.
Menurut National Geographic, mitos bangsa Inca meyakini, saat gerhana, Bulan dilahap oleh seekor Jaguar.
Advertisement
5. Dihilangkan Iblis
Sementara, bangsa Mesopotamia kuno yakin, gerhana muncul akibat ulah iblis. Pada masa lalu, sinar bulan punya arti penting sebagai penunjuk waktu dan pertanian, menghilangnya rembulan atau perubahan warnanya menjadi serupa darah adalah pemandangan yang menakutkan.
Mesopotamia kuno juga melihat Gerhana Bulan sebagai serangan terhadap bulan, demikian kata Direktur Observatorium Griffith E. C. Krupp. Dalam cerita mereka digambarkan para penyerang adalah tujuh iblis.
Budaya tradisional menghubungkan apa yang terjadi di langit dengan keadaan di Bumi, katanya. Dan karena raja mewakili tanah dalam budaya Mesopotamia, orang-orang memandang Gerhana Bulan sebagai serangan terhadap raja mereka.
"Kami tahu dari catatan tertulis (bahwa Mesopotamia) soal kemampuan yang masuk akal untuk memprediksi Gerhana Bulan," kata Krupp. Jadi untuk mengantisipasi gerhana, mereka akan memasang raja pengganti yang dimaksudkan untuk menanggung beban serangan.
"Biasanya, orang yang dinyatakan sebagai raja akan menjadi seseorang yang dilindungi," kata Krupp. Meskipun penggantinya tidak benar-benar memimpin, dia akan diperlakukan dengan baik selama periode gerhana ketika raja yang sebenarnya menyamar sebagai warga biasa. Begitu gerhana berlalu, "seperti yang Anda duga, raja-raja pengganti akan menghilang," jelas E. C. Krupp.
Â
Â
6. Ramalan Kiamat
Jutaan manusia telah menyaksikan gerhana bulan terlama sepanjang Abad ke-21 pada 27-28 Juli 2018. Selama 1 jam 43 menit, rembulan pun memerah, sebuah fenomena yang dikenal sebagai blood moon.
Meski merupakan fenomena astronomi biasa, sejumlah orang mengaitkannya dengan pertanda kiamat. Salah satunya adalah seorang pemuka agama bernama Paul Begley.
Ia mengaitkan fenomena Gerhana Bulan merah darah atau blood moon dengan 70 tahun berdirinya Israel sebagai nurbuat akhir zaman.
"Blood moon jelas merupakan pertanda ilahiah tentang akhir zaman," kata dia dalam video. "Ada begitu banyak ramalan yang dimainkan di sini... kita sedang berada di akhir zaman."
Ia kemudian mencocokkan ramalannya itu dengan petikan kitab suci Yoel 2:30-31. "Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu."
Sejumlah astronom terkemuka telah membantah keterkaitan fenomena alam tersebut dengan ramalan kiamat.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga membantah klaim tersebut. Menurut NASA, tak ada satupun bukti ilmiah yang mengaitkan blood moon dengan kiamat.
Seperti dikutip dari situs sains, LiveScience, pada Sabtu 27Â Juli 2018, ini bukan kali pertamanya blood moon dituduh jadi pertanda kiamat.
Sepanjang sejarah, banyak budaya non-Kristiani menafsirkan menghilangnya Bulan sebagai pertanda buruk.
Advertisement