Sukses

Benarkah Gerhana Bulan Bisa Memicu Bencana Hingga Kegilaan?

Kemunculan Gerhana Bulan ataupun bulan purnama kerap dikait-kaitkan dengan bencana atau pun terjadinya hari akhir atau kiamat. Fenomena alam itu juga kerap disebut memicu kegilaan.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah belahan dunia, seperti Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Asia --termasuk seluruh wilayah Indonesia-- mendapat kesempatan langka menyaksikan Gerhana Bulan sebagian. Fenomena alam itu muncul pada 17 Juli 2019 dengan waktu yang berbeda-beda.

Kemunculan Gerhana Bulan ataupun bulan purnama kerap dikait-kaitkan dengan bencana atau pun terjadinya hari akhir atau kiamat. Bahkan ada beberapa mitos mengenai gerhana bulan yang populer di kalangan masyarakat dunia, beberapa di antaranya mulai dari pertanda buruk bagi wanita hamil hingga dikhawatirkan memicu lahirnya keturunan yang dirasuki setan.

Selain itu, terjadinya Gerhana Bulan juga kerap disandingkan dengan pertanyaan "apakah fenomena alam tersebut memicu bencana". Benarkah demikian? Berikut ini penjelasannya.

Pada zaman kuno, bulan purnama dan gerhana dihubung-hubungkan dengan malapetaka. Alasannya, beberapa orang percaya hal ini disebabkan oleh dekatnya Bulan dengan Bumi ketika gerhana terjadi dan menyebabkan satelit alami Bumi tersebut 42 persen lebih besar dari biasanya.

Walaupun begitu, penelitian dari laporan ini menunjukkan bahwa fenomena alam tersebut tidak memberikan dampak yang dapat menimbulkan bencana alam seperti gempa atau tsunami.

Jadi mengapa orang berpikir bahwa gerhana bulan dapat memicu terjadi bencana? Jawabannya sederhana. Karena manusia kala itu hanya mengikuti pola dan tidak memiliki akses informasi seperti zaman sekarang.

Mungkin juga pemikiran Gerhana Bulan pemicu bencana datang dari kisah seorang pendeta gereja Cornerstone Church di San Antonio, Texas, John Hagee, yang menulis sebuah buku bertajuk 'Four Blood Moons: Something Is About to Change'.

Bukunya bertuliskan tentang prediksi yang mengaitkan keempat Gerhana Bulan dengan akhir dunia yang dikisahkan dalam Injil.

Dia mengatakan bahwa gerhana bulan itu merupakan pertanda dari surga, di mana Injil mengatakan bahwa bulan akan berubah menjadi merah sebelum datangnya The Lord.

"Pertanda dari Tuhan, sangat jelas sekali Tuhan mengatakan 'aku datang'. Selama ini kita salah mengartikannya." kata Hagee.

Setelah itu pendeta tersebut meramalkan kiamat akan segera datang menghancurkan peradaban manusia, akan terjadi pada April 2014 dan Oktober 2015.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

2 dari 3 halaman

Picu Kegilaan?

Sementara itu, beberapa abad yang lalu, orang-orang berpikiran bahwa bulan purnama ataupun gerhana dapat membuat seseorang menjadi gila.

Seperti di Inggris, orang-orang akan meningkatkan pertahanan terhadap pembunuhan pada malam bulan purnama, sedangkan pasien di rumah sakit London akan diikatkan ke tempat tidur mereka.

Bahkan Hippocrates percaya bahwa 'Dewi Bulan' akan turun pada saat itu dan dapat menyebabkan seseorang menjadi gila dan menakutkan.

Bahkan mitologi mengenai manusia serigala pun juga ditandai dengan berubahnya seseorang menjadi binatang buas saat bulan purnama. Tapi, menurut laporan dari Live Science menyebutkan bahwa tidak ada statistik yang mengatakan kegilaan dan bulan purnama atau pun gerhana memiliki persamaan.

Hasil yang ditunjukkan oleh mesin pencari raksasa Google, bahkan mengarahkan ke anekdot pribadi yang beredar terkait pengaruh Gerhana Bulan terhadap kesehatan mental manusia.

Menjelang fenomena langka Bulan pada malam ini, sejumlah pengguna media sosial mengaku bahwa ada yang tidak beres dengan diri mereka dan mereka merasa mengalami tekanan emosional tinggi.

Anak kecil, termasuk bayi dan hewan peliharaan, bahkan disebut sangat terpengaruh oleh pergerakan Bulan.

Para ilmuwan dan ahli medis yang kredibel menampik semua mitos tersebut.

Mereka menegaskan bahwa tak ada bukti ilmiah yang menyebut gerhana Bulan dapat memengaruhi emosi dan perasaan makhluk hidup, termasuk manusia.

"Sebuah survei yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan, sekitar 40 persen populasi umum dan 80 persen ahli kesehatan mental profesional percaya bahwa fase Bulan mempengaruhi perilaku manusia," ungkap seorang ilmuwan bernama Karl Kruszelnicki kepada ABC, dilansir News.com.au.

"Namun, 99 persen bukti mengungkapkan Bulan tidak memengaruhi perilaku manusia," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Manusia Bertingkah Aneh

Gerhana Bulan Supermoon, fenomena alam saat Bulan berada di posisi terdekat dengan orbit Bumi, sehingga ukuran Bulan tampak lebih besar di langit juga banyak orang yang menafsirkan fenomena ini sebagai hal mistik, tetapi ada juga yang sebaliknya.

Fenomena yang terjadi pada 31 Januari 2018 malam ini merupakan rangkaian ketiga dari 'Trilogi Bulan Super'. Dua fenomena telah berlangsung beberapa pekan sebelumnya, yaitu sekitar 2 Januari 2018 dan 3 Desember 2017.

Therese March, seorang mantan polisi senior dari New South Wales Police mengatakan, dia telah mempersiapkan diri untuk bekerja pada shift malam saat Super Blue Blood Moon muncul.

"Waktu tersibuk saat bekerja adalah malam hari. Bahkan saat Bulan purnama tiba, mereka (karyawan) kerap melakukan pekerjaan yang tak biasa atau melakukan tindakan gila. Mereka tidak terlihat seperti biasanya," ujar March kepada News.com.au.

"Terkadang kami mendapat teguran karena terlalu berisik. Saya ingat seorang pria mengebor garasi mobiilnya di tengah malam. Kami mengatakan 'Tentu saja itu hanya terjadi pada Bulan purnama'," lanjutnya.

"Perilaku mereka aneh... Teguran gila dan keluhan yang tidak biasa. Mereka semua tampak tidak relevan pada saat itu, tapi mereka selalu begitu ketika Bulan purnama penuh," imbuhnya lagi.

Namun, seorang astronom bernama Alan Duffy mengatakan, orang-orang kerap mencari solusi yang logis untuk membendung emosi tidak masuk akal itu.

"Ini konfirmasi yang bias. Saat Bulan purnama muncul, kita mencari perilaku aneh atau berusaha mengingat kalau kita pernah melihat tingkah aneh," katanya kepada Nine.com.au.

"Saya sedih karena menemui banyak fakta yang menyebut manusia berperilaku aneh saat Bulan purnama tiba di langit malam," pungkasnya.