Sukses

Israel Hancurkan Rumah Palestina Dekat Tembok Pemisah di Tepi Barat

Israel dilaporkan telah menghancurkan sekelompok rumah Palestina yang berlokasi dekat dengan tembok pemisah di Tepi Barat.

Liputan6.com, Tepi Barat - Israel dilaporkan telah menghancurkan sekelompok rumah Palestina yang berlokasi dekat dengan tembok pemisah di Tepi Barat pada Senin 22 Juli 2019.

Rumah-rumah itu, klaim Israel, dibangun secara ilegal dan berdiri terlalu dekat dengan tembok --yang memisahkan area Tepi Barat yang diduduki permukimaan Israel dengan wilayah orang Palestina.

Pasukan keamanan bergerak ke Sur Baher, Yerusalem Timur, untuk merobohkan bangunan yang dikatakan menampung 17 orang, demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (23/7/2019).

Sekitar 700 petugas polisi Israel dan 200 tentara terlibat dalam operasi di desa Wadi Hummus, di tepi Sur Baher.

Mereka bergerak sekitar pukul 04.00 waktu lokal (01:00 GMT) bersama dengan ekskavator, yang mulai menghancurkan 10 bangunan. Bangunan itu, menurut PBB, telah ditandai untuk pembongkaran.

Warga Palestina menyaksikan pasukan Israel menghancurkan bangunan palestina di Yerusalem (22/7/2019).Penghancuran terkait putusan pengadilan tinggi Israel pada Juni 2019 lalu yang menolak petisi warga Palestina yang meminta pembatalan perintah militer melarang konstruksi. (AFP Photo/Ahmad Gharabli)

Warga mengatakan, mereka telah memiliki izin mendirikan bangunan dari Otoritas Palestina. Oleh karenanya, merea menuduh tindakan Israel sebagai upaya untuk merebut tanah Tepi Barat.

Namun Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa mereka telah melanggar larangan konstruksi.

Israel merebut Tepi Barat dalam Perang Israel-Arab 1967 dan kemudian secara efektif menganeksasi Yerusalem Timur. Di bawah hukum internasional, kedua wilayah dianggap sebagai wilayah pendudukan, meskipun Israel membantah hal ini.

Ratusan Orang Terdampak

Sembilan orang Palestina, termasuk lima anak, yang terlantar usai peruntuhan bangunan itu diketahui berstatus sebagai pengungsi, menurut PBB. Sekitar 350 orang lainnya yang memiliki rumah di bangunan yang tidak dihuni atau sedang dibangun juga terkena dampak.

Salah satu warga, Ismail Abadiyeh, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa keluarganya akan tinggal "di jalan".

Pria lain yang memiliki rumah yang belum komplit dibangun mengatakan dia "kehilangan segalanya".

"Saya memiliki izin untuk membangun dari Otoritas Palestina. Saya pikir saya telah melakukan hal yang benar," kata Fadi al-Wahash kepada kantor berita Reuters.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

2 dari 3 halaman

Tanggapan Palestina, Israel, dan PBB

Perdana Menteri Otoritas Mohammad Shtayyeh mengatakan Palestina akan mengadu ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) tentang "agresi serius".

"Ini adalah kelanjutan dari pemindahan paksa penduduk Yerusalem dari rumah dan tanah mereka --kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," tambahnya.

Tetapi, Menteri Keamanan Publik Israel Gilad Erdan mengatakan, Mahkamah Agung Israel telah memutuskan bahwa "konstruksi ilegal merupakan ancaman keamanan yang parah."

Pasukan keamanan Israel berjaga di tengah penghancuran bangunan Palestina dengan alat berat di Tepi Barat (22/7/2019). Palestina menuduh Israel menggunakan keamanan sebagai dalih untuk mengusir mereka dari Tepi Barat. (AFP Photo/Hazem Bader)

"Pengadilan juga memutuskan dengan tegas bahwa mereka yang membangun rumah di area pagar keamanan (tembok pemisah), tahu bahwa bangunan di daerah itu dilarang, dan mengambil hukum ke tangan mereka sendiri," tambahnya.

Para pejabat PBB memperingatkan bahwa tindakan Israel "tidak sesuai dengan kewajibannya di bawah hukum humaniter internasional."

"Penghancuran properti pribadi di wilayah pendudukan hanya diperbolehkan jika dianggap mutlak diperlukan untuk operasi militer, yang kini tak lagi berlaku. Lebih jauh lagi, hal itu mengakibatkan pengusiran paksa, dan berkontribusi terhadap risiko pemindahan paksa yang dihadapi banyak warga Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, "kata mereka.

Sementara itu, Uni Eropa mendesak Israel untuk segera menghentikan pembongkaran, dengan mengatakan hal tersebut adalah kelanjutan dari kebijakan yang merusak prospek perdamaian abadi.

3 dari 3 halaman

Kontroversial

Pembongkaran di Wadi Hummus dinilai sangat kontroversial karena gedung-gedung itu terletak di bagian Tepi Barat di bawah yurisdiksi Otoritas Palestina (PA) tetapi di sisi Israel dari tembok pemisahan.

Penghalang itu dibangun di dalam dan sekitar Tepi Barat setelah intifada kedua Palestina, atau pemberontakan, yang dimulai pada tahun 2000.

Israel mengatakan, tujuan tembok penghalang adalah untuk mencegah infiltrasi dari Tepi Barat oleh penyerang dari Palestina, tetapi Palestina mengatakan itu adalah skema untuk mengambil alih tanah yang diduduki.

Pada tahun 2004, ketika penghalang sedang dibangun, warga Wadi Hummus meminta militer Israel untuk mengubah rute yang direncanakan sehingga desa itu berada di sisi pagar Israel.

Bendera Israel terlihat selama penghancuran bangunan Palestina di daerah Wadi al-Hummus yang berdekatan dengan Palestina (22/7/2019). Palestina menuduh Israel menggunakan keamanan sebagai dalih untuk mengusir mereka dari Tepi Barat. (AFP Photo/Ahmad Gharabli)

Mereka ingin mempertahankan integritas geografis Sur Bahir, yang sebagian besar terletak di dalam wilayah kota Yerusalem Timur, dan menjaga akses ke daerah di mana pembangunan perumahan tambahan dapat dilakukan.

Rute penghalang kemudian diubah, tetapi PA terus memiliki otoritas atas urusan sipil di Wadi Hummus, termasuk perencanaan dan zonasi.

Izin untuk bangunan di desa dilaporkan dikeluarkan oleh kementerian perencanaan PA sekitar 10 tahun yang lalu. Tetapi pada 2012, militer Israel memerintahkan penghentian pekerjaan konstruksi karena mereka berada dalam jarak 250 m dari penghalang.

Pengacara untuk warga berpendapat di Mahkamah Agung bahwa militer Israel tidak memiliki yurisdiksi atas daerah tersebut, tetapi para hakim mengatakan pada bulan Juni bahwa bangunan akan "membatasi kebebasan operasional [militer] di dekat penghalang dan meningkatkan ketegangan dengan penduduk lokal."

"Konstruksi seperti itu juga dapat melindungi teroris atau penduduk ilegal di antara penduduk sipil, dan memungkinkan operasi teroris untuk menyelundupkan senjata atau menyelinap ke dalam wilayah Israel," tambah mereka.