Sukses

Desa di Jepang Ini Dihuni Ratusan Boneka, Apa yang Terjadi?

Hanya 27 orang yang tinggal di Nagoro Jepang, penduduk selebihnya yaitu 270 boneka besar.

Liputan6.com, Jepang - Sekitar 550 kilometer Selatan Tokyo, Jepang, terdapat desa yang dikenal dengan boneka orangan sawah yang dibuat seukuran manusia. Jika pergi ke sana akan disuguhi pemandangan yang menunjukkan penghuni lanjut usia yang merawat keluarga mereka. Kelihatannya seperti normal, tapi 'keluarga' yang dimaksud bukanlah orang asli.

Kreasi boneka itu mereka gunakan untuk mencegah burung-burung yang menganggu di lahan desa. Hingga hari ini, ratusan boneka dijajarkan di sekitar desa-- pengunjung dari luar pun tahu hal itu.

Penduduk lokal, Tsukimi Ayano telah meletakkan boneka orang-orangan sawah di jalan sejak 2003. "Saya tidak percaya orang-orang dari luar negeri pun datang mengunjugi desa ini," ujarnya.

Ia mengungkapkan, pengunjung yang sudah datang ke sini bisa kembali lagi pada tahun-tahun berikutnya.

Sebagai desa lembah yang terpencil di pulau Shikoku Jepang, Nagoro tempat yang susah dijangkau. Bus jarang lewat ke sana dan stasiun kereta api terdekat berjarak satu jam. 

Kenapa desa Nagoro ini dipenuhi boneka? Berikut faktanya:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

Dibuat seperti suasana desa yang dulu

Desa Nagoro merupakan desa terpencil yang jarang dipandang di Jepang. Banyak penduduk yang pergi ke kota dan meninggalkan desa ke Osaka.

Tsukimi Ayano kemudian membuat boneka dengan ide sebagai cara mengenang penduduk dahulu sambil menanamkan semangat ke desa yang hilang. Berbagai kegiatan boneka yang menggambarkan keseharian penduduk itu.

Setelah membuat beberapa boneka pertama untuk keperluan lahan pertanian praktis, ia menciptakan satu dalam rupa tetangga yang dia gunakan untuk berbicara setiap hari, sehingga dia bisa "berbicara" dengannya seperti dulu.

"Sebelum ada boneka-boneka itu, desa ini menjadi desa terlupakan," ujarnya.

Ketika semakin banyak penduduk desa yang meninggal atau pindah, ia mulai menciptakan lebih banyak orang-orangan sawah tetangga untuk mengingat kehadiran mereka. Proses yang dilakukan selama 3 hari per boneka.

Kediamannya pun menjadi terasa hidup dan ramai. Ia mengatakan sangat nyaman tinggal di rumahnya karena selain aman dari hewan liar, boneka-boneka tersebut membuatnya dapat mengenang masa lalu yang indah; dikelilingi oleh orang-orang yang dicintai.

3 dari 4 halaman

Ditinggal Akibat Perang Dunia II

Dahulu, Desa Nagoro adalah desa yang dihuni dengan penduduk yang banyak. Sekitar 300 penduduk termasuk keluarga dan anaknya tinggal bertahun-tahun disana.

Sejak Perang Dunia II selesai, sekitar 1960-an anak muda penduduk Nagoro pindah ke kota lebih besar seperti Tokyo. Alasannya karena di kota-kota besarlah mereka akan mendapatkan ekonomi yang lebih terjamin. Mereka pun pergi dan tak pernah kembali.

Sebagian besar telah meninggal dunia, sementara yang lebih muda pindah ke kota-kota besar di Jepang secara massal untuk peluang ekonomi yang lebih baik.

Karena ditinggal penduduk muda, desa menjadi sepi dan hanya orang-orang tua saja. Pada waktu itu hanya Ayano saja yang kembali ke desa setelah pergi ke kota. Namun sayang, kembalinya Ayano menimbulkan kesepian.

Sekarang hanya ada 27 penduduk yang tinggal dan penduduk termuda pun berusia 50 tahun.

4 dari 4 halaman

Seperti 'Museum' boneka

Selama datang ke sana, pengunjung dapat melihat sejumlah orang-orangan sawah menjalani kehidupan sehari-hari mereka dijalanan seperti, pekerja konstruksi dengan topi keras "memasang" tanda jalan, sepasang suami istri yang penuh kasih sayang duduk di tunggul pohon mengawasi sungai yang berdeguk.

Ada pula seorang nelayan yang mengenakan sepatu bot di teras depan rumahnya bersama putrinya yang masih kecil dan beberapa orang-orangan sawah lainnya.

Sebuah sekolah yang ada disana, telah ditutup beberapa tahun lalu setelah siswa sekolah dasar lulus. Akhirnya sekolah yang ditinggalkannya itu kini menjadi museum yang berisi murid, guru yang tentunya berbentuk boneka.

Terdapat ruangan gimnasium besar dengan menampilkan orangan sawah yang dibuat Ayano dan orang lain, berjajar di sepanjang dindingnya. Di dalam ruangan terdapat pengantin yang mengenakan pakaian tradisional Barat dan Jepang.

Ketika ditanya apakah ada rencana Ayano untuk pindah dari desa ini ke Osaka, ia menjawab, "Jika saya sakit atau sudah tua, mungkin saya pindah dan tinggal bersama anak di Osaka. Tapi selama saya masih sehat, saya tetap tinggal di Nagoro dan lanjut membuat orangan sawah," jelasnya.

 

 

Reporter: Aqilah Ananda Purwanti