Liputan6.com, Kolombo - Masyarakat Sri Lanka dibuat geram atas dugaan pembuangan limbah berbahaya dari Inggris, termasuk jarum suntik dan beberapa sisa potongan tubuh manusia yang diduga berasal dari kamar jenazah.
Pemerintah Sri Lanka telah mendesak Inggris untuk segera mengambil kembali lebih dari 100 kontainer yang berisi limbah busuk bercampur itu, demikian sebagaimana dikutip dari BBC pada Kamis (25/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Banyak peti kemas terkait diyakini telah tiba dari Inggris pada 2017. Menurut laporan, petugas baru memeriksanya pekan lalu setelah otoritas pelabuhan mengeluh bahwa 111 peti kemas terlantar itu mengeluarkan bau tidak sedap.
"Beberapa sampah telah terlikuidasi hingga sulit untuk diidentifikasi, dan mereka berbau sangat tidak sedap," kata juru bicara Departemen Bea Cukai Sri Lanka, Sunil Jayaratne kepada, surat kabar Daily Mirror.
Pada hari Selasa, pihak berwenang mengatakan bahwa mereka telah mengambil "tindakan segera untuk memerintahkan ekspor kembali 111 kontainer yang ditinggalkan di pelabuhan".
Tetapi pada hari Rabu, Badan Lingkungan Hidup Inggris mengatakan kepada BBC bahwa mereka harus mengonfirmasi kabar itu, karena masih belum menerima permintaan resmi dari pihak berwenang Sri Lanka, untuk memulangkan limbah.
Jayaratne mengatakan seorang pengusaha Sri Lanka telah mengimpor peti kemas dan akan bertanggung jawab untuk mengekspornya kembali.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Memicu Kemarahan Online
Foto dan video para pejabat yang memeriksa peti kemas berisi sampah busuk itu memicu kemarahan di media sosial Sri Lanka.
Di tengah kemarahan yang meningkat, sekelompok kecil aktivis lingkungan dan beberapa biksu Buddha mengadakan protes di luar Komisi Tinggi Inggris di Kolombo pada hari Rabu.
Lusinan polisi termasuk petugas anti huru hara dikerahkan sebagai tindakan pencegahan, meskipun jumlah mereka melebihi jumlah pengunjuk rasa.
Sekelompok kecil demonstran diizinkan masuk ke Komisi Tinggi untuk menyerahkan surat, yang meminta Inggris untuk mengambil kembali ratusan kontainer mereka.
"Saya di sini untuk melindungi masa depan negara saya dan anak-anak saya. Kami menemukan kesulitan untuk membuang sampah kami sendiri," kata Manjuri Sumitrarachi, seorang pengunjuk rasa yang datang bersama keluarganya.
"Ini adalah negara dunia ketiga, kami berjuang dengan begitu banyak masalah, dan bagaimana kami bisa bertanggung jawab atas sampah orang lain?"
Â
Advertisement
Khawatir Kontaminasi Air
Limbah yang membusuk telah memicu kekhawatiran tentang kontaminasi air karena pelabuhan berlokasi dekat dengan muara.
"Kami memahami bahwa limbah tersebut mengandung bahan kimia. Ada sebuah video yang menunjukkan bagaimana beberapa bahan limbah merembes keluar," kata Avishka Sendanayake, seorang konsultan perubahan iklim yang ikut serta dalam protes tersebut.
"Saya ingin pemerintah Inggris mengambil tanggung jawab dan kami ingin pemerintah Sri Lanka mengirim mereka (kontainer sampah) kembali," lanjut Sendanayake.
Di lain poihak, Badan Lingkungan Inggris mengatakan hanya dapat memulangkan limbah jika dapat dibuktikan bahwa itu diekspor secara ilegal langsung dari negaranya.
Jika ratusan kontainer itu tidak dapat diidentifikasi, Inggris menolak untuk membawanya kembali. Selain itu, London juga meminta adanya permintaan resmi dari otoritas asing.
"Akan ada sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab untuk mengekspornya secara ilegal," kata badan itu.
Kemarahan Meluas di Banyak Negara Asia
Apa yang terjadi di Sri Lanka adalah kasus terbaru yang melanda Asia, di mana kemarahan meningkat akibat banjirnya kiriman kontainer dari negara-negara Barat, yang disamarkan sebagai bahan daur ulang.
Keputusan China pada Januari 2018, untuk tidak lagi menerima limbah plastik asing daur ulang, telah membuat industri global marah dan menyebabkan lonjakan ekspor ke negara-negara berkembang lainnya.
Pada bulan Mei, Filipina mengirim 69 kontainer sampah kembali ke Kanada, yang katanya telah diberi label palsu sebagai daur ulang plastik.
Awal bulan ini, Kamboja mengumumkan akan mengirim 83 kontainer berisi sampah ke AS dan Kanada.
"Kamboja bukan tempat sampah," kata juru bicara pemerintah.
Ada kasus serupa di Indonesia dan Malaysia dalam beberapa bulan terakhir, dan tindakan serupa juga digalakkan oleh masing-masing pemerintahnya.
Advertisement