Liputan6.com, New York - Amerika Serikat dilaporkan memblokir upaya Indonesia dan kawan-kawan di Dewan Keamanan yag hendak membuat organ PBB itu mengecam aksi Israel yang menghancurkan rumah-rumah orang Palestina di Tepi Barat awal pekan ini.
Rancangan pernyataan itu, diedarkan ke Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara pada Selasa 23 Juli 2019 oleh Indonesia, Kuwait dan Afrika Selatan.
Advertisement
Baca Juga
Pernyataan itu menyatakan "keprihatinan serius" dan memperingatkan bahwa aksi Israel "merusak kelangsungan solusi dua negara (two state solution) dan prospek perdamaian yang adil dan abadi", Reuters melaporkan, seperti dikutip dari The Times of Israel, Kamis (25/7/2019).
Amerika menyatakan tidak dapat mendukung pernyataan tersebut, yang membuat proposal itu berujung mentah.
Versi revisi dari pernyataan sempat diajukan kembali, namun Amerika kembali menolaknya.
"Perdamaian yang komprehensif dan langgeng tidak akan diciptakan oleh hukum internasional atau resolusi yang tidak jelas dan banyak ditulis," kata utusan khusus AS untuk isu Israel - Palestina, Jason Greenblatt di Dewan Keamanan.
Konsensus dari seluruh anggota adalah hal wajib bagi Dewan Keamanan sebelum mengeluarkan pernyataan, atau bahkan, resolusi.
Sebelumnya, pada Senin 22 Juli 2019, sejumlah negara dan badan internasional telah mengeluarkan pernyataan mandiri yang mengutuk aksi penghancuran rumah Palestina. Kecaman datang dari Indonesia, Prancis, Yordania, Qatar, Uni Eropa, dan badan-badan kemanusiaan PBB.
Sementara Hussein al-Sheikh, kepala departemen urusan sipil Otoritas Palestina (PA), pemerintahan Palestina di Tepi Barat, mengutuk Israel dan menuntut intervensi internasional.
Simak video pilihan berikut:
Ratusan Orang Palestina Tercerabut dari Tempat Tinggal
Israel mendapat kecaman dari Palestina dan komunitas internasional atas penghancuran 12 bangunan tempat tinggal di sebuah daerah yang dikenal sebagai Wadi al-Hummus, di Sur Baher, Yerusalem selatan.
Bangunan dihancurkan menggunakan ekskavator dan ratusan pasukan Israel pada Senin 22 Juli 2019. Aksi itu direstui oleh Mahkamah Agung Israel.
Daerah itu jatuh tepat di luar tembok pemisah Yerusalem dan merupakan bagian dari wilayah Tepi Barat yang dikuasai Otoritas Palestina.
Israel mengatakan bangunan itu dibangun secara ilegal dan dibangun terlalu dekat dengan penghalang keamanan yang dibangun untuk mencegah masuknya "penyusup" dari Tepi Barat.
Akibat aksi Israel, sekitar 20 orang yang sudah tinggal di bangunan itu terpaksa pindah, sementara 350 pemilik properti yang sedang dibangun atau belum dihuni juga terdampak, kata PBB.
Advertisement
Melanggar Hukum Internasional
Penghancuran rumah Palestina oleh Israel di Tepi Barat melanggar hukum kemanusiaan internasional, kata para pejabat PBB.
bagi PBB, penghancuran itu adalah "sesuatu yang sama sekali tidak diperlukan" dan tidak sesuai dengan kewajiban di bawah hukum humaniter internasional."
"Penghancuran properti pribadi di wilayah pendudukan hanya diperbolehkan jika dianggap mutlak diperlukan untuk operasi militer, yang kini tak lagi berlaku. Lebih jauh lagi, hal itu mengakibatkan pengusiran paksa, dan berkontribusi terhadap risiko pemindahan paksa yang dihadapi banyak warga Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur," kata pejabat-pejabat UNOCHA, UNRWA, dan UNOHCHR seperti dikutip dari UN News.
"Itu mengakibatkan pengusiran paksa, dan berkontribusi pada risiko pemindahan paksa yang dihadapi banyak warga Palestina di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur".
"Di antara mereka yang dipindahkan secara paksa atau yang terkena dampak lainnya adalah pengungsi Palestina, beberapa di antaranya saat ini menghadapi kenyataan perpindahan kedua dalam memori hidup," kata para pejabat PBB.
Mereka menyatakan bahwa sementara mitra kemanusiaan siap untuk memberikan respon darurat kepada mereka yang kehilangan tempat tinggal atau terkena dampak perusakan properti pribadi mereka, "tidak ada jumlah bantuan kemanusiaan yang dapat menggantikan rumah atau menutupi kerugian finansial besar yang berkelanjutan hari ini oleh pemiliknya."