Sukses

Petugas Pantai hingga Nelayan Libya Evakuasi 62 Jasad Imigran Pencari Suaka Eropa

Imigran ini tewas setelah berupaya menyeberangi laut untuk mencari tempat suaka yang lebih layak di banding negara mereka.

Liputan6.com, Khoms - Petugas di lepas pantai Libya mengatakan bahwa pihaknya telah mengevakuasi kurang lebih 62 jenazah imigran pada Jumat, 26 Juli 2019.

Imigran ini tewas setelah berupaya menyeberangi laut untuk mencari tempat suaka yang lebih layak di banding negara mereka.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu (27/7/2019) sementara itu ada sekitar 145 imigran yang diselamatkan oleh petugas pantai Libya.

Ratusan imigran ini terjatuh ke laut setelah kapal yang mereka tumpangi kelebihan muatan.

"Tim Bulan Sabit Merah kami telah membantu proses evakuasi 62 migran dari perairan sejak Kamis malam," ujar kepala unit penyelamatan Bulan Sabit Merah Libya Abdelmoneim Abu Sbeih.

"Tubuh para migran itu mengambang di pantai terus menerus," tambahnya.

Tak hanya petugas penjaga pantai dan Palang Merah Libya yang membantu proses penyelamatan. Seorang nelayan yang tengah melaut juga membantu proses evakuasi imigran.

Kepala badan pengungsi PBB Filippo Grandi menyebut kecelakaan itu merupakan yang terburuk di tahun ini.

Juru bicara angkatan laut Libya Jenderal Ayoub Kacem mengatakan sebagian besar migran yang diselamatkan berasal dari Eritrea, meskipun Palestina dan Sudan juga di antara kelompok yang menunggu untuk dibawa ke pusat penerimaan.

Otoritas setempat sedang mengumpulkan dan menyimpan jenazah para korban tetapi menghadapi banyak masalah dan berjuang untuk menemukan tempat pemakaman bagi mereka.

2 dari 3 halaman

Tanggapan PBB

Sekjen PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa ia 'ngeri' mendengar tragedi tersebut.

"Kami membutuhkan jalur yang aman dan legal bagi para migran dan pengungsi. Setiap migran yang mencari kehidupan yang lebih baik layak mendapat keselamatan dan martabat," ujar Antonio Guterres.

Sementara itu, kepala misi MSF Julien Raickman menduga jika oara imigran sedang menuju kawasan Eropa dengan menggunakan tiga perahu yang diikat secara bersama-sama.

Salah satu yang selamat, Abdallah Osman, menceritakan bagaimana perahu mereka mulai dimasuki air sekitar 90 menit setelah ada di lautan.

Osman (28) pria asal Eritrea, Ethiopia menyebut ketika kapal mereka ada dalam masalah, semua orang tidak bisa mengambil tindakan.

"Banyak anak tidak bisa berenang dan mereka menyerah pada kelelahan," katanya.

3 dari 3 halaman

Jumlah Kematian Menurun, Tapi Perjalanan Kian Bahaya

Komisaris tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) mengatakan jumlah kematian yang dikonfirmasi pada rute Libya ke Eropa adalah 164 sejak awal tahun ini, lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.

Namun, PBB mengatakan perjalanan itu menjadi lebih berbahaya, dengan satu dari empat orang tewas di laut sebelum mencapai Eropa.

Eksodus besar dari pantai Afrika utara ke Eropa dimulai setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan diktator Libya Moamar Khadafi.

Para pemimpin Eropa telah melakukan upaya untuk membendung aliran kapal imigran melintasi Mediterania, termasuk bermitra dengan penjaga pantai Libya dan pasukan Libya lainnya.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan berbagai kebijakan itu telah membuat para imigran bergantung pada kelompok-kelompok bersenjata brutal, atau terkurung di pusat-pusat penahanan yang jorok, di mana mereka kekurangan makanan dan air yang memadai.

"Peristiwa mengerikan ini sekali lagi menyoroti perlunya perubahan dalam pendekatan terhadap situasi Mediterania. Diperlukan tindakan mendesak untuk menyelamatkan kehidupan di laut, dan mencegah orang menaiki kapal-kapal ini dengan menawarkan alternatif yang aman dan legal," kata salah seorang juru bicara UNHCR, Charlie Yaxley.Â