Sukses

Serangan Udara Targetkan Rumah Sakit di Libya, 5 Dokter Tewas

Lima dokter di sebuah rumah sakit di pinggiran selatan ibu kota Libya, Tripoli jadi korban tewas akibat serangan udara menyasar tempat berobat.

Liputan6.com, Tripoli - Serangan udara telah menewaskan lima dokter di sebuah rumah sakit di pinggiran selatan ibu kota Libya, Tripoli. Demikian kata seorang pejabat dari pemerintah yang didukung PBB.

"Sebuah pesawat perang milik Khalifa Haftar, jendral jahat yang memimpin Libyan National Army (LNA) melakukan serangan itu," juru bicara kementerian kesehatan menambahkan seperti dikutip dari BBC Senin (29/7/2019).

Sejauh ini LNA belum berkomentar.

Libya telah bergolak dalam konflik sejak jatuhnya pemimpin lama Moammar Khaddafi pada 2011.

Pertempuran antara Government of National Accord (GNA) didukung oleh PBB yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez al-Sarraj, dan LNA pimpinan Haftar, telah menewaskan 1.100 orang sejak April, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pertempuran tetap menemui jalan buntu di pinggiran ibu kota, dengan kedua belah pihak melakukan serangan udara, lapor kantor berita AFP.

Pemboman hari Sabtu juga melukai tujuh orang, termasuk beberapa penyelamat, ujar  juru bicara dari Kementerian Kesehatan Lamine al-Hashem.

"Itu adalah serangan langsung terhadap rumah sakit lapangan yang penuh sesak dengan tim medis," tambah Hashemi.

 

Saksikan Juga Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Serangan Ketiga Menyasar Rumah Sakit

AFP melaporkan, serangan itu adalah yang ketiga menargetkan rumah sakit di selatan ibu kota.

Imigran Afrika yang menggunakan Libya sebagai titik persimpangan utama ke Eropa juga terjebak dalam pertempuran kedua kubu tersebut.

GNA menyalahkan LNA untuk serangan udara bulan lalu di pusat detensi yang menewaskan sedikitnya 50 imigran.

Namun, LNA mengatakan telah menyerang sebuah kamp pro-pemerintah di dekat pusat dan pasukan pro-pemerintah telah menembakkan peluru sebagai tanggapan, menghantam pusat migran secara tidak sengaja.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, mengatakan serangan itu bisa saja merupakan kejahatan perang.