Sukses

Lebih dari 49 Orang Ditangkap Terkait Demonstasi Hong Kong Minggu Lalu

Setidaknya 49 orang telah ditangkap menyusul demonstrasi berujung bentrok kekerasan pada Minggu 28 Juli 2019 di Hong Kong.

Liputan6.com, Hong Kong - Setidaknya 49 orang ditangkap akibat demonstrasi berujung bentrok kekerasan pada Minggu 28 Juli 2019 di Hong Kong.

Dalam sebuah pernyataan pada Senin 29 Juli 2019, Kepolisian Hong Kong mengatakan bahwa para tersangka ditangkap karena pelanggaran seperti; membentuk perkumpulan massa secara tidak sah dan kepemilikan senjata ofensif.

"Tindakan para demonstran radikal semakin menjadi kekerasan," kata Kepolisian Hong Kong dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Selaa (30/1/2019).

"Tindakan mereka terus meningkat dari melepaskan pagar, melemparkan tiang-tiang logam dan batu bata menjadi aksi pembakaran dan penghancuran yang luas. Polisi sangat mengutuk perilaku seperti itu yang jelas-jelas menyimpang dari prinsip pengungkapan pendapat secara damai."

Otoritas medis mengatakan 16 orang terluka dalam demonstrasi hari Minggu.

Puluhan ribu pengunjuk rasa pro-demokrasi telah menentang pemerintah untuk mengadakan pawai tanpa izin di Hong Kong pada hari Minggu, sehari setelah polisi anti-huru hara menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan perkumpulan ilegal lainnya.

Para pejabat awalnya hanya memberikan izin untuk demonstrasi di sebuah taman di distrik komersial yang dikenal sebagai Central, tetapi kerumunan masa dengan cepat tumpah ke jalan-jalan di sekitarnya.

Beberapa menuju ke timur di Causeway Bay, sebuah distrik perbelanjaan populer, di mana mereka kemudian mendirikan barikade dan mengambil alih jalan utama.

Kelompok lain menuju ke barat menuju kantor penghubung pemerintahan pusat China di Hong Kong, yang dijaga oleh barisan polisi anti huru hara. Ketegangan meningkat ketika kebuntuan terjadi, memaksa polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk malam kedua.

Sekilas Demonstrasi Hong Kong

Rangkaian protes telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasi dengan pemerintah administratif Hong Kong serta Bejing.

Protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.

Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.

Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.

Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Tanggapan China

Juru bicara untuk kantor urusan Hong Kong dan Makau (HKMAO) yang berbasis di Beijing mengatakan pada 29 Juli 2019 bahwa rangkaian aksi di sana sebagai "insiden mengerikan" yang telah menyebabkan "pengrusakan terhadap hukum."

Hal itu disampaikan dalam sebuah pernyataan sikap resmi pertama China sejak protes berlarut selama delapan pekan di wilayah otonomi khusus Tiongkok tersebut.

Yang Guang, sang juru bicara, menambahkan bahwa China mendukung penuh seluruh upaya "prioritas" pemerintahan Hong Kong, yaitu untuk "memulihkan ketertiban sosial," demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (29/7/2019).

Pejabat HKMAO itu juga mengutuk "aksi kriminalitas jahat yang dilakukan pihak-pihak radikal" di Hong Kong.

"Kami menyerukan publik Hong Kong untuk mewaspadai dampak buruk dari situasi saat ini," kata Yang.

Juru bicara lain untuk HKMAO, Xu Luying menambahkan bahwa "Prioritas utama Hong Kong adalah untuk menghukum aktor pelanggar hukum dan pelaku kekerasan sesuai hukum, memulihkan ketertiban sosial sesegera mungkin, dan mempertahankan iklim baik untuk bisnis."

HKMAO juga mengatakan: (1) mendukung penuh kepemimpinan pemerintahan Hong Kong, (2) mendesak warga Hong Kong untuk menolak kekerasan, (3) mendukung penuh satuan polisi Hong Kong, dan (4) menyalahkan eskalasi tensi kepada "figur-figur tak bertanggungjawab di negara-negara Barat".

Intervensi datang seminggu setelah pengunjuk rasa merusak lambang nasional yang sangat simbolis pada kantor penghubung pemerintah China di Hong Kong, yang memicu kemarahan Beijing.

Pihak berwenang sekarang telah memasang kerangkeng plastik tranparan untuk melindungi lambang tersebut dari bentuk-bentuk vandalisme lebih lanjut.

Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong memiliki sistem hukum dan peradilannya sendiri, dan telah dijanjikan "otonomi tingkat tinggi" dari pemerintah Tiongkok kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan.