Liputan6.com, Amsterdam - Belanda dan Swiss telah menangguhkan bantuan dana ke badan PBB untuk para pengungsi Palestina, menyusul laporan etika yang mengungkapkan dugaan salah urus dan penyalahgunaan wewenang di tingkat tertinggi.
Temuan-temuan dalam laporan internal itu termasuk tuduhan pelanggaran, nepotisme, dan diskriminasi, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (1/8/2019).
Laporan itu dikirim ke Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada bulan Desember, dan tidak lama setelahnya, penyelidikan terkait diluncurkan.
Advertisement
Baca Juga
Para penyelidik PBB mengunjungi kantor Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) di Yerusalem dan Amman, mengumpulkan informasi terkait tuduhan itu, kata sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Dalam sebuah pernyataan kepada Al Jazeera, Kementerian Kerjasama Pembangunan Belanda mengatakan negaranya telah "menyatakan kepada PBB di New York dan kepada UNRWA, keprihatinan besarnya dan meminta klarifikasi".
Pernyataan itu menambahkan bahwa Sigrid Kaag, menteri kerja sama pembangunan Belanda, ingin mendengar langkah-langkah apa yang akan diambil PBB berdasarkan hasil penyelidikan penyelewengan dana bantuan untuk Palestina.
"Menteri Kaag telah memutuskan untuk menunda kontribusi tahun ini (sekitar US$ 14,5 juta) hingga kami menerima tanggapan yang memuaskan dari PBB di New York," kata pernyataan kementerian itu.
"Keputusan ini sejalan dengan bagaimana Belanda telah berurusan dengan organisasi lain ketika penyelidikan telah dilakukan, seperti baru-baru ini dengan UNEP dan UNAIDS. Belanda berharap situasinya akan diselesaikan dengan cepat, karena UNRWA memiliki mandat kemanusiaan yang penting untuk dipenuhi," lanjutnya.
Belum ada kabar resmi kapan penangguhan dana bantuan untuk Pengungsi Palestina itu akan dicabut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Menjadi Bagian dari Masalah di Timur Tengah
Sementara itu, Kementerian luar negeri Swiss mengatakan telah memberikan kontribusi tahunan sebesar 22,3 juta franc Swiss (setara Rp 317 miliar) untuk UNRWA.
Tetapi, pemerintah Swiss mengatakan pihaknya "menangguhkan kontribusi tambahan" kepada badan itu --yang sudah dalam krisis karena pemotongan dana AS-- sambil menunggu temuan para penyelidik PBB yang memeriksa laporan etika.
Kementerian luar negeri Swiss mengatakan bahwa pihaknya sangat mementingkan tata kelola organisasi internasional yang baik, dan menggambarkan UNRWA sebagai "mitra multilateral penting".
Tetapi, Menteri Luar Negeri Swiss Ignazio Cassis menyebut pada Mei, bahwa UNRWA "bagian dari masalah" di Timur Tengah.
Cassis juga menambah tudingan bahwa lembaga terkait memicu harapan "tidak realistis" di antara warga Palestina untuk kembali setelah 70 tahun pengasingan.
Juru bicara UNRWA Tamara al-Rifai mengatakan bahwa UNRWA "menyesali" keputusan Swiss dan Belanda.
"Ada penyelidikan yang sedang berlangsung mengenai UNRWA, dan tidak ada yang disebarluaskan atau dibahas kecuali temuan penyelidikan, sisanya hanya dugaan dan desas-desus," jelas al-Rifai.
Dia mengimbau masyarakat untuk "menunggu kesimpulan investigasi yang sebenarnya".
Advertisement
UNRWA Membantah Desas-Desus Terhadapnya
Awal Juli lalu, Komisaris Jenderal UNRWA Pierre Krahenbuhl mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa ia "tanpa syarat" menolak karakterisasi laporan badan tersebut dan kepemimpinan seniornya.
"Jika penyelidikan saat ini (sudah selessai) adalah untuk menyajikan temuan yang memerlukan tindakan korektif atau tindakan manajemen lainnya, saya tidak akan dan kami tidak akan ragu untuk mengambilnya," katanya.
"Kamu harus dihakimi berdasarkan temuan penyelidikan independen bukan pada dugaan, desas-desus atau rekayasa," tambahnya.
Namun, dokumen itu menggambarkan "tuduhan kredibel" tentang pelanggaran etika yang serius, termasuk beberapa yang melibatkan Krahenbuhl.
Dikatakan tuduhan itu termasuk manajemen senior yang terlibat dalam "pelanggaran, nepotisme, pembalasan, diskriminasi dan penyalahgunaan wewenang lainnya, untuk keuntungan pribadi, untuk menekan perbedaan pendapat yang sah, dan untuk mencapai tujuan pribadi mereka".
Indikasi Pemusatan Kekuasaan
UNRWA didirikan pada tahun-tahun setelah lebih dari 700.000 orang Palestina diusir atau melarikan diri dari tanah mereka, setelah berdirinya negara Israel pada 1948 silam.
Lembaga ini menyediakan layanan pendidikan dan sekolah penting bagi jutaan pengungsi miskin di Libanon, Yordania, Suriah, dan wilayah Palestina.
Tetapi laporan etika melukiskan sejumlah kecil pemimpin senior yang memusatkan kekuasaan dan pengaruh, seraya mengabaikan pemeriksaan dan keseimbangan PBB.
Seorang mantan direktur UNRWA, yang berbicara dengan syarat anonim, membaca laporan etika dan menganggapnya "akurat".
Tahun lalu, pemerintahan Presiden AS Donald Trump memangkas semua dana untuk UNRWA dan menyerukan agar lembaga itu dibubarkan, lalu memindahkan wewenang mereka ke negara-negara yang menampung para pengungsi Palestina dan LSM.
Krahenbuhl mengatakan kepada Al Jazeera bahwa laporan eksternal dan PBB baru-baru ini menunjukkan "penilaian positif" dari manajemen UNRWA.
Advertisement