Sukses

Anggota Parlemen India Sebut Penghapusan Otonomi Khusus Kashmir sebagai Bencana

Keputusan penghapusan otonomi khusus Kashmir yang berpenduduk mayoritas Islam, menuai banyak kritik dan kecaman.

Liputan6.com, New Delhi - Pemerintah India baru-baru ini berkeputusan untuk menghapus otonomi khusus wilayah Kashmir yang berpenduduk mayoritas muslim. Melalui keputusan presiden, Artikel 370 dihapuskan.

Artikel butir yang dimaksud bersubstansi, warga India di luar Kashmir dilarang menetap secara permanen, membeli tanah, memegang pemerintahan daerah, dan mendapat beasiswa. Karena Pasal 370 itu dihapus, maka masyarakat India dari luar Kashmir berpotensi dapat hidup di negara bagian itu lengkap dengan hak-hak yang lain.

Pemerintah yang dipimpin oleh nasionalis Hindu, Partai Bharatiya Janata ( BJP ), juga mengusulkan negara Jammu dan Kashmir dibagi menjadi dua "wilayah persatuan" yang langsung diperintah oleh New Delhi.

Keputusan ini menuai banyak kritik dan kecaman. Langkah New Delhi pada Senin itu telah memicu kejadian kacau di parlemen. Oposisi utama menyebut langkah itu sebagai sebuah "bencana" seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (6/8/2019).

"Memalukan, Anda telah mengubah Jammu dan Kashmir menjadi non-entitas," kata Ghulam Nabi Azad, anggota parlemen Partai Kongres yang berasal dari Kashmir yang dikelola India.

Seorang legislator dari Partai Demokrasi Rakyat yang berbasis di Kashmir dilaporkan telah merobek salinan konstitusi India yang memuat penghapusan otonomi khusus. Ia bahkan dilaporkan hengkang meninggalkan ruang rapat parlemen.

Sejumlah pengkritik bahkan menganggap pemerintah tengah berusaha mengubah demografi mayoritas muslim di Kashmir dengan menghapus Artikel 370. Yakni, dengan membiarkan migrasi penduduk Hindu ke wilayah itu.

 

 

2 dari 3 halaman

Hari Tergelap dalam Demokrasi India

Para pemimpin politik di Kashmir yang dikelola India, termasuk mantan menteri utama Mehbooba Mufti dan Omar Abdullah yang telah ditempatkan di bawah tahanan rumah, juga mengkritik keputusan itu.

"Keputusan unilateral dan mengejutkan pemerintah India hari ini adalah pengkhianatan total kepercayaan," kata Abdullah dalam sebuah pernyataan dikutip dari Al Jazeera.

Keputusan itu, yang disebutnya "agresi", akan memiliki "konsekuensi yang jauh dan berbahaya," kata Abdullah. "Pertempuran yang panjang dan sulit ada di depan. Kami siap untuk itu."

Mufti mengetwit kembali, langkah terbaru adalah "hari paling gelap dalam demokrasi India".

Namun, politisi BJP dan sekutu sayap kanan menyambut keputusan tersebut dan memberi selamat kepada Modi, yang telah mengusulkan untuk membatalkan Pasal 370 dalam kampanye pemilihannya .

3 dari 3 halaman

Pakistan Murka

Pengumuman itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan di sepanjang Jalur Kontrol - perbatasan de facto yang memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan.

Pada Minggu, sebagian wilayah Kashmir mengalami pemutusan layanan internet dan telepon.

Pakistan, yang telah berkonflik dengan India sejak lama, sangat mengutukhal itu. Islamabad berjanji "menggunakan semua opsi yang mungkin untuk melawan langkah ilegal". 

"Tidak ada langkah sepihak oleh Pemerintah India yang dapat mengubah status yang disengketakan ini, sebagaimana diabadikan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Juga tidak akan pernah dapat diterima oleh rakyat Jammu dan Kashmir dan Pakistan," kata kementerian luar negeri Pakistan dalam sebuah pernyataan. 

Sementara itu, ratusan aktivis Kashmir melakukan demonstrasi di dekat kedutaan besar India di ibu kota Pakistan, Islamabad, pada hari Senin, memegang plakat dan melantunkan slogan-slogan.

Demonstrasi serupa juga dilakukan di kota-kota lain, termasuk Hyderabad dan Karachi. 

"Pencabutan dua artikel ini berarti setiap warga negara India akan dapat mengambil tanah di Kashmir yang diduduki, ia bisa menjadi warga negara Kashmir," Nabi Baig, seorang pengungsi dari Kashmir, mengatakan kepada kantor berita Associated Press.