Liputan6.com, Jakarta - Mengenang 74 tahun tragedi bom atom yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki, menyisakan pilu bagi para korban yang selamat.
Peristiwa tersebut menjadi hal yang paling teringat dalam Perang Dunia II di wilayah Pasifik. Tidak hanya menghabiskan nyawa dan mental pasukan Jepang, warga sipil pun terkena imbasnya.
Tercatat ratusan ribu jiwa melayang dari kejadian peledakan bom tersebut, serta kerusakan infrastruktur dan radiasi yang cukup lama.
Advertisement
Sedikit kilas balik mengenai sejarah peledakan bom atom ini. Pada 6 Agustus 1945 pesawat B-29 Enola Gay membawa bom atom uranium yang diberi nama Little Boy menjatuhkan alat peledak itu tepat pukul 8.15 waktu setempat di Hiroshima.
Dalam hitungan menit, salah satu kota terbesar di Jepang tersebut rata dengan tanah dan korban pun berjatuhan.
Dihari yang sama, pesawat B-29 Bock’s Car yang membawa bom dengan nama Fat Man, menjatuhkan peledaknya pukul 11.02 waktu setempat dari ketinggian 1.800 kaki ke Nagasaki.
Dibandingkan dengan Hiroshima, Nagasaki tidak seluruhnya rata dengan tanah. Fat Man menghancurkan 39 persen kota dan menewaskan ribuan korban.
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Kisah Hibakusha
Di balik banyaknya korban yang berjatuhan, baik di Hiroshima maupun Nagasaki, terdapat pula korban yang selamat, mereka disebut dengan "Hibakusha" yang berarti orang-orang yang terdampak bom.
Salah satu Hibakusha yang juga menjadi seorang aktivis perdamaian adalah Setsuko Thurlow.
Perempuan asal Hiroshima yang sekarang tinggal di Kanada ini, masih berumur 13 tahun saat peristiwa bom atom. Ia adalah seorang pelajar yang juga membantu para tentara bersama dengan 30 temannya.
Dilihat dari wawancaranya pada acara Skavlan saat berada di Scandinavia, ia menceritakan kisah saat kejadian bom atom di kota kelahirannya tersebut.
Tepat saat peristiwa tersebut, ia sedang diminta untuk datang ke markas tentara yang berjarak sekitar 1,8 kilometer dari hiposentrum ledakan.
Saat bom dijatuhkan, ia hanya melihat cahaya putih kebiruan dan tiba-tiba tubuhnya terlempar melayang ke udara. Ia menyadari semua bangunan hancur dan rata dengan tanah, begitu juga dengan tubuhnya yang ikut jatuh bersama dengan bangunan yang ia pijakkan.
Setelah kembali sadar, ia berada dalam kegelapan dan keheningan. Setsuko menyadari apa yang terjadi dengan dirinya dan merasa akan segera meninggal.
Setsuko merasakan dirinya akan menyerah. Namun, ia mendengar suara para gadis yang meminta tolong dan seorang laki-laki yang mencoba menyadarkan saat menolongnya.
Setsuko mencoba untuk merangkak mengukuti arah suara. Ia melihat sesuatu yang bergerak dan saat sadar mereka yang bergerak tersebut adalah manusia yang tidak lagi berbentuk sebagaimana manusia.
Mereka adalah para korban yang sekarat dan kritis namun masih hidup, dalam kondisi yang tidak keruan, berlumuran darah, kulit yang mengelupas, tulang belulang mereka yang terlihat, bahkan kehilangan bagian dari tubuh mereka.
Advertisement
Menolong Korban Lainnya
Setsuko bersama tiga orang gadis beranjak pergi ke tempat yang lebih baik, namun tak menemukannya. Ia lalu berjalan menuju sebuah tempat pelatihan tentara yang cukup luas. Di sana ternyata dipenuhi jasad-jasad dan orang-orang sekarat.
Di tempat tersebut tidak terdengar suara minta tolong, maupun teriakan. Setsuko hanya mendengar orang-orang sekarat tersebut meminta air dengan suara yang parau.
Merasa dirinya tidak luka separah orang-orang yang ada di depan matanya, ia mau menolong orang-orang tersebut agar mereka bisa bertahan hidup dan selamat.
Setsuko dan para gadis lainnya tidak punya tempat untuk membawa air kepada para korban. Akhirnya ia mencari sumber air dan menggunakan bajunya sebagai penampung.
Dengan baju yang basah, Setsuko memberi minum kepada para korban. Mereka yang sekarat hanya bisa mencucup air dari baju yang basah, yang terpenting baginya adalah bagaimana orang-orang sekarat tersebut bisa selamat.
Sekarang ini Setsuko menjadi pemimpin dari International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN). Ia berkeliling berpidato dan memberikan inspirasi ke seluruh dunia untuk mengambil tindakan pelarangan bagi persenjataan nuklir.
Ia beranggapan dengan kisahnya yang memilukan ini bisa membuka mata dunia bahwa senjata nuklir bukanlah permainan dan menimbulkan kehancurhan yang sangat besar. Faktanya dunia kini tidak semakin baik, baginya dunia sekarang ini adalah tempat yang paling berbahaya.
Â
Reporter: Windy Febriana