Sukses

Kashmir Bergolak, Pakistan Merapat ke China untuk Tekan India?

Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi dijadwalkan untuk mengunjungi China pada akhir pekan ini.

Liputan6.com, Islamabad - Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi dijadwalkan mengunjungi China pada akhir pekan ini.

Lawatan itu disebut sebagai bagian dari upaya untuk menekan India agar membatalkan keputusannya yang mencabut status otonomi khusus wilayah Kashmir yang bergolak, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (9/8/2019).

Beberapa saat sebelum berangkat ke Beijing pada Jumat 9 Agustus 2019 waktu lokal, Qureshi mengatakan ia akan memberi tahu "teman terpercaya" Islamabad --yakni China-- tentang situasi tersebut.

Pakistan juga mengatakan sedang mempertimbangkan proposal untuk mendekati Mahkamah Internasional atas tindakan India.

Sebelumnya, PM Pakistan Imran Khan telah berjanji untuk menentang keputusan India yang mencabut hak otonomi wilayah Kashmir.

Perlawanan, kata Khan, termasuk dengan membawa isu tersebut ke ranah Dewan Keamanan PBB. Khan juga berpendapat bahwa penghapusan status khusus akan memungkinkan India untuk mengubah susunan demografis negara mayoritas Muslim.

"Saya khawatir bahwa (India) sekarang akan melakukan pembersihan etnis di Kashmir," katanya.

"Mereka akan mencoba untuk menghilangkan penduduk lokal dan membawa orang lain dan menjadikan mereka mayoritas, sehingga penduduk setempat menjadi budak."

Namun, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyarankan agar kedua belah pihak "sangat menahan diri" dan mereferensi bahwa isu Kashmir "sejatinya merupakan persoalan bilateral" berdasarkan Perjanjian Simla.

Di tengah pergolakan, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menarik pulang duta besarnya di New Delhi dan mengusir diplomat top India di Islamabad, demikian seperti dikutip dari The Independent.

Simak video pillihan berikut:

2 dari 2 halaman

Soal Ketegangan di Kashmir, PM India: Ini Demi Kebaikan Bersama

Menteri India, Narendra Modi, buka suara untuk pertama kalinya mengenai ketegangan terbaru di wilayah Kashmir yang bergolak.

Ketegangan pekan ini dipicu langkah New Delhi pada Senin 5 Agustus untuk mencabut Pasal 370 --hukum yang mengatur status otonomi khusus negara bagian Jammu & Kashmir.

Pencabutan diikuti dengan pembicaraan di parlemen untuk menurunkan status wilayah itu menjadi union territories di bawah administrasi pemerintah pusat --dengan level otonomi yang lebih rendah dari negara bagian.

Pasal itu memungkinkan Kashmir India, bernama resmi negara bagian Jammu dan Kashmir, memiliki konstitusinya sendiri, bendera yang terpisah dan kebebasan untuk membuat undang-undang. Sementara urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi tetap menjadi milik pemerintah pusat.

Itu juga memungkinkan Jammu & Kashmir membuat aturan sendiri terkait dengan tempat tinggal permanen, kepemilikan properti dan hak-hak dasar. Pasal itu juga bisa menjadi justifikasi untuk melarang orang India dari luar negara bagian membeli properti atau menetap di sana.

Banyak warga Kashmir percaya bahwa pencabutan regulasi akan mengubah karakter demografis wilayah mayoritas Muslim itu demi membuka pintu bagi warga mayoritas Hindu.

Setelah pencabutan Pasal 370, New Delhi dilaporkan menerapkan pembatasan akses komunikasi, ruang gerak, dan memberlakukan jam malam bagi masyarakat di sana. Ratusan politikus lokal juga diringkus oleh aparat India, mengindikasikan upaya untuk meredam pergolakan massa.

Ketegangan masih dilaporkan hingga pekan ini.

Berpidato nasional di tengah eskalasi tensi, PM Modi membela tindakan pemerintah, beralasan bahwa kebijakan teranyar akan "membawa era baru" bagi Jammu & Kashmir, demikian seperti dikutip dari the New York Times, Jumat (9/8/2019).

Modi juga mengisyaratkan, pemerintahannya akan menyiapkan paket kebijakan baru bagi Kashmir yang ditujukan demi "kebaikan bersama," demikian seperti dikutip dari India Today.

Baca selengkapnya...