Sukses

Kisruh AS - China Soal Pertemuan Diplomat Amerika dan Pendemo Hong Kong

Seorang pejabat Amerika Serikat menyebut China sebagai "rezim preman". Kekisruhan yang terjadi masih terkait dengan protes di Hong Kong.

Liputan6.com, Washington DC - Seorang pejabat Amerika Serikat menyebut China sebagai "rezim preman" karena mengungkap rincian data pribadi seorang diplomat Amerika.

Di sisi lain, pengungkapan oleh China itu dipicu setelah diplomat yang dimaksud mengadakan pertemuan dengan sekelompok pemimpin gerakan massa pro demokrasi Hong Kong, demikian seperti dikutip dari the Guardian, Jumat (9/8/2019).

Sejak sejumlah pekan terakhir, massa konsisten mengadakan rangkaian aksi terkait penolakan RUU Ekstradisi kontroversial dan isu independensi wilayah otonomi khusus Tiongkok tersebut.

Kejadian bermula pada Kamis 7 Agustus, ketika kantor perwakilan pemerintah China di Hong Kong meminta AS menjelaskan laporan di media pro-Tiongkok bahwa seorang diplomat Amerika berhubungan dengan para pemimpin protes.

Surat kabar Hong Kong Ta Kung Pao yang dekat dengan China menerbitkan foto seorang diplomat AS, yang diidentifikasi sebagai Julie Eadeh dari bagian politik konsulat, berbicara dengan para pemimpin mahasiswa termasuk Joshua Wong di lobi sebuah hotel mewah.

Selain mengidentifikasi Eadeh, Ta Kung Pao juga menerbitkan nama serta foto suaminya dan anak-anak mereka.

Foto utama pertemuan Eadeh dengan Wong kemudian muncul di bawah tajuk berita Ta Kung Pao berjudul "Intervensi Asing" terkait demonstrasi Hong Kong --sesuatu yang juga telah digaungkan oleh Beijing sejak beberapa pekan lalu.

Kementerian Luar Negeri China menyikapi dengan mengatakan bahwa pihaknya telah memanggil seorang pejabat di Konsulat Jenderal AS di Hong Kong setelah mereka mengadakan pertemuan dengan "tokoh-tokoh oposisi lokal" yang mereferensi pada aktivis pro-demokrasi.

Dalam sebuah pernyataan tambahan, kementerian luar negeri China "mengekspresikan penolakan dan oposisi yang kuat."

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Respons Balasan AS

Langkah Ta Kung Pao dan pemerintah China disambut dengan kemarahan di Washington, di mana juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Morgan Ortagus menuduh Tiongkok telah berperilaku tidak bertanggungjawab dan "bak preman," demikian seperti dikutip dari CNN.

"Saya tidak berpikir bahwa membocorkan informasi pribadi, gambar, nama anak-anak diplomat Amerika ... merupakan protes resmi," katanya.

"Itulah yang akan dilakukan rezim preman. Itu bukan bagaimana negara yang bertanggungjawab akan berperilaku. Melepaskan informasi pribadi diplomat Amerika itu sama sekali tidak bisa diterima. Itu bukan protes. Itu yang dilakukan rezim preman, dan itu tidak bisa diterima."

Ortagus mengatakan bahwa normal bagi para diplomat AS untuk bertemu dengan para pemrotes dan tokoh-tokoh oposisi, di mana pun mereka bekerja.

"Ini benar-benar terjadi di setiap negara di mana kedutaan besar Amerika hadir. Jadi diplomat kami melakukan pekerjaannya dan kami memuji dia atas pekerjaannya," katanya.

"Ini yang tidak hanya dilakukan oleh diplomat Amerika, ini juga yang dilakukan para diplomat negara lain."

Menanggapi komentar Ortagus, seorang juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan pernyataan sang jubir Kemlu AS sebagai "fitnah yang terang-terangan terhadap China."

"Ini menunjukkan logika gangster AS ... dan pola pikir hegemonik AS yang menganggap dirinya sebagai yang paling unggul," kata juru bicara Kemlu China.

"AS tidak merefleksikan atau mengoreksi diri, tetapi membuat tuduhan balasan yang tidak berdasar dan menyalahkan China dan membuat asosiasi tanpa dasar bahwa China membocorkan informasi yang relevan ... Itu menunjukkan mentalitas AS yang gelap dan terdistorsi."

Juru bicara itu menambahkan bahwa "jika Anda tidak ingin orang lain tahu apa yang telah Anda lakukan, (maka) jangan lakukan itu."