Liputan6.com, Hong Kong - Para pengunjuk rasa di Hong Kong menutup salah satu bandara tersibuk di negara ini pada Senin, 12 Agustus 2019. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (13/8/2019).
Pembatalan terhadap seluruh jadwal penerbangan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya, seiring dengan demo besar-besaran penolakan RUU ekstradisi yang sudah memasuki hari keempat.Â
Baca Juga
Para pendemo yang mengenakan kaus hitam dan masker wajah, memenuhi bandara, membagikan daftar nama orang-orang yang terluka dalam aksi protes tersebut kepada para pengunjung.
Advertisement
Massa juga memperlihatkan dokumentasi dugaan kekerasan polisi selama kericuhan terjadi pada Minggu, 11 Agustus 2019, dan memegang gambar-gambar grafik dari para demonstran yang cidera.
Beberapa di antaranya bahkan ada yang memegang spanduk bertuliskan "An eye for an eye" dan mengenakan penutup mata. Ini, menurut mereka, adalah simbol solidaritas terhadap seorang pendemo wanita yang dilaporkan nyaris kehilangan matanya karena terkena serangan polisi.
Sedangkan massa lainnya memegang poster yang berbunyi: "Hong Kong tidak aman", "Polisi memalukan" dan meneriakkan: "Berdirilah bersama Hong Kong, perjuangkan kebebasan!"Â
Seluruh calon penumpang tetap berada di bandara hingga kondisi aman. Sedangkan jadwal penerbangan diharapkan dilanjutkan pada pukul 06.00 waktu setempat pada hari ini, Selasa.
Elodichukwu Obiageli, dari Nigeria, mengatakan dia sudah terdampar di bandara selama lima jam. "Kami tidak memiliki informasi dari maskapai kami. Kami hanya terlantar di sini --kami sudah tidak punya uang," katanya, seraya menambahkan bahwa semua toko bandara telah tutup.
Menjelang sore pada Minggu kemarin, kerumunan pendemo mulai berkurang di tengah laporan yang menyebut bahwa polisi akan menuju tempat kejadian perkara untuk membersihkan bandara Hong Kong.
Namun, ketika aparat tidak muncul, ribuan pengunjuk rasa kembali, membawa perbekalan untuk menginap sepanjang malam di bandara.
"Jujur, saya tidak berpikir apa yang akan terjadi," ujar Andy Chu, seorang pengunjuk rasa yang memilih berdiam di bandara. "Saya pikir, strategi polisi hanyalah menghabiskan energi kita, maka biarkan kita duduk di sini dan menunggu."
"Beberapa jam yang lalu ada desas-desus yang mengatakan, polisi akan datang untuk mengusir kami, dengan gas air mata," lanjutnya. "Saya kira, kabar burung itu juga datang dari polisi. Bagian dari taktik mereka, bagian dari permainan. Mereka ingin unjuk rasa yang damai bubar dengan sendirinya."
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Gas Air Mata Usir Pendemo
Seorang pegawai kantoran pun rela turun ke jalan, mengambil hak cutinya, demi bisa bergabung dengan demo pada hari itu.
"Saya hanya tidak mengerti bagaimana orang bisa mentolerir kebrutalan polisi semacam itu. Saya merasa, jika saya tidak keluar sekarang, maka saya tidak akan pernah bisa keluar untuk selamanya," kata Hilary Lo, yang cuti sakit setengah hari dari perusahaan akuntansinya.
"Orang-orang mulai menyadari bahwa polisi sudah kelewatan, terutama dengan apa yang telah terjadi dalam dua minggu terakhir," imbuhnya.
Seorang pejabat China menyebut "terorisme" telah muncul di Hong Kong, sementara pihak berwajib menggunakan gas air mata dan meriam air untuk mengendalikan massa.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) dan aktivis demokrasi menuduh polisi menggunakan kekuatan berlebihan. Sementara itu, 40 orang dilpaorkan dirawat di rumah sakit karena terluka usai bentrokan yang terjadi pada Minggu, 11 Agustus 2019.
Advertisement