Sukses

Pemerintah Venezuela Temui Mediator untuk Akhiri Krisis Politik

Menlu Arreaza mengatakan kepada wartawan di Caracas bahwa pemerintah sedang mencari perubahan pada mekanisme pembicaraan sebelum akan kembali ke meja perundingan.

Liputan6.com, Caracas - Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza mengatakan bahwa pemerintah akan bertemu dengan para mediator Norwegia dalam upaya memulai kembali pembicaraan dengan oposisi yang bertujuan menyelesaikan krisis politik negara tersebut.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (16/8/2019), Menlu Arreaza mengatakan kepada wartawan di Venezuela bahwa pemerintah sedang mencari perubahan pada mekanisme pembicaraan sebelum akan kembali ke meja perundingan.

"Akan ada kontak dengan para utusan dan kami pasti akan dapat membangun kembali dialog dengan mekanisme yang dipikirkan kembali," kata Menlu Arreaza.

"Kita harus memiliki mekanisme yang menjamin perdamaian dan koeksistensi," tambahnya, tetapi tidak memberikan perincian tentang perubahan yang dicari pemerintah.

Sebelumnya, pemimpin oposisi Juan Guaido mengungkapkan bahwa para pejabat Norwegia berada di negara itu dalam upaya untuk memulai kembali perundingan.

Negosiasi untuk mengakhiri krisis politik -- dipicu ketika Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden pada Januari -- dimulai di Oslo.

Tetapi Presiden Nicolas Maduro membatalkan pembicaraan seminggu yang lalu sebagai tanggapan atas sanksi baru Amerika Serikat terhadap pemerintahnya.

Arreaza bersikeras bahwa Maduro hanya "menerapkan jeda" dan tidak mogok.

"Kami belum menarik diri dari proses dialog dengan oposisi politik," kata menteri Venezuelayang merupakan anggota kunci tim perunding Maduro.

2 dari 2 halaman

Imbas Krisis

Pemerintahan Maduro mengatakan oposisi terbagi antara mereka yang menginginkan perubahan pemerintahan yang damai dan mereka yang menginginkan intervensi militer asing.

Pembicaraan dimulai di Oslo pada Mei sebelum dipindahkan ke Barbados di mana beberapa putaran telah diadakan sejak awal Juli.

Selain kebuntuan politik, Venezuela mengalami salah satu krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya dengan seperempat dari 30 juta penduduknya membutuhkan bantuan, menurut PBB.