Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi adalah salah satu bencana alam yang paling tak bisa diprediksi kehadirannya. Tidak seperti, katakanlah, badai. Sistem peringatan dini untuk gempa, masih dalam tahap awal.
Namun, studi baru dari Departement of Energy's Los Alamos National Lab sedang merancang gambaran baru yang lebih akurat, terkait gempa, dari tekanan dalam kerak Bumi.
"Sangat sulit untuk mendeteksi pemicu gempa bumi, karena ini jarang terjadi. Namun, dengan informasi baru tentang sejumlah besar gempa bumi kecil yang kami kumpulkan, kami dapat melihat seberapa jauh perkembangan tekanan di dalam sistem sesar," kata Daniel Trugman, post-doctoral fellow di Los Alamos National Laboratory, dalam sebuah pernyataan pers.
Advertisement
"Informasi baru ini terkait dengan mekanisme pemicu dan guncangan yang tersembunyi, yang diharapkan mampu memberi kita penjelasan bagaimana gempa besar dimulai," imbuh Trugman.
Makalah Trugman meneliti data dari Jaringan Seismik California Selatan (Southern California Seismic Network) untuk gempa kecil yang terkubur di tengah kebisingan kehidupan sehari-hari.
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan sangat mengejutkan: 1,81 juta gempa, 10-nya terjadi dengan frekuensi 10 kali lebih banyak daripada gempa yang diidentifikasi menggunakan metode standar.
Tim studi kemudian mengubah gempa itu menjadi database spesifik California Selatan, ketika mereka mencocokkan dengan katalog Quake Template Matching (QTM).
QTM telah memungkinkan para ilmuwan untuk membuat peta gempa sesar California secara lengkap dan perilaku gempa, yang diharapkan dapat membantu menentukan seperti apa sinyal peringatan dini nantinya.
"Di laboratorium, kami melihat peristiwa kecil sebagai prekursor untuk peristiwa tumbukan besar, tetapi kami tidak melihat ini secara konsisten di dunia nyata," tutur Trugman.
Dalam makalah yang diterbitkan pada Juli di Geophyiscal Research Letters, tim Trugman menggunakan QTM untuk belajar bagaimana memprediksi gempa besar itu dengan lebih baik. Triknya, katanya, adalah memperlakukan gempa bumi seperti cuaca.
Sementara itu, studi mengenai prediksi gempa bumi ini sekarang telah dipublikasikan dalam jurnal Science pada April 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Masih Jauh dari Sempurna
Makalah ini membahas gempa berskala kecil, yang biasanya mendahului gempa dengan kekuatan dahsyat, yang dikenal sebagai foreshock (berbeda dengan gempa susulan yang lebih umum dikenal).
Para peneliti menemukan bahwa hampir 72 persen dari "gempa utama" memiliki guncangan lain di hadapan gempa utama tersebut, yang jumlahnya lebih besar dari yang disadari sebelumnya.
Foreshock tersebut tidak terlihat di permukaan Bumi. Gempa-gempa ini merupakan tantangan untuk dikenali melalui analisis visual, dari bentuk gelombang seismik dan membutuhkan teknik pemrosesan sinyal yang canggih.
Namun, ada masalah dengan metode ini. Ada perbedaan antara: mempelajari sejarah seismik dan menggunakan informasi itu secara real time.
Gempa cenderung berkumpul, pada ruang dan waktu yang sama, sehingga sulit untuk menguraikan guncangan mana yang akan menjadi cikal bakal gempa besar.
Trugman mengatakan, alat prediksi gempa masih jauh dari sempurna. Bahkan, sebuah tim geolog di Jepang juga memeriksa kemungkinan bahwa perubahan dalam medan magnet Bumi dapat memberikan beberapa petunjuk mengenai gempa besar.
Advertisement