Liputan6.com, Kuala Lumpur - Suatu ketika pada Oktober 2017, seorang ulama asing tampil dalam sebuah agenda di Masjid Putra Jaya, Malaysia. Dia naik ke mimbar dengan diikuti oleh beberapa pengawal, dan menyampaikan ceramah singkat tentang pentingnya menjaga amalan Muslim di era modern.
Ada satu hal yang terasa janggal bagi sebagian masyarakat Malaysia, yakni tentang statusnya ketika berceramah di masjid yang kerap disinggahi oleh para pejabat top Malaysia.
Lebih dari itu, sang ulama juga ternyata telah dilarang berkunjung ke Inggris, dan menjadi buronan di negara asalnya, India, karena tuduhan pencucian uang terkait terorisme, demikian sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Jumat (16/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Nama ulama kontroversial itu adalah Zakir Naik.
Para kritikus melihat kehadiran Naik di Malaysia sebagai tanda lain dukungan elit untuk Islam garis keras, di mana tatanan masyarakat Malaysia memiliki komposisi minoritas Kristen, Hindu, dan Buddha.
Padahal sejak puluhan tahun silam, Malaysia selalu memproyeksikan dirinya dengan citra Islam moderat, yang terbuka akan keberagaman.
Namun, dukungan untuk Islam yang lebih dipolitisasi telah tumbuh dalam beberapa tahun di bawah kepemimpinan eks Perdana Menteri Najib Razak, terutama setelah ia kehilangan suara dalam pemilu 2013.
Sejak itu, koalisi berkuasa terus mencoba memenangkan basis Melayu-Muslim yang kian konservatif, meskipun kemudian gagal pada pemilu tahun lalu, yang dimenangkan koalisi Pakatan Harapan pimpinan Dr Mahathir Mohamad.
Jika Pemerintah Malaysia Mengusir Naik, Maka ...
Menurut Rashaad Ali, seorang analis dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) di Singapura, mengatakan bahwa pemerintah Malaysia mengakomodasi Naik karena "ia tetap menjadi sosok yang cukup populer di kalangan orang Melayu, yang mengabaikan aspek-aspeknya yang lebih kontroversial".
"Jika pemerintah mengusirnya ke luar negeri, itu menyebabkan mereka kehilangan kredibilitas agama di mata publik," lanjutnya menganalisa.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Malaysia di era pemerintahan Najib Razak, Ahmad Zahid Hamidi pernah mengatakan kepada parlemen bahwa Naik, yang memperoleh izin tinggal permanen sejak 2012, tidak diberikan "perlakuan istimewa".
"Selama waktu yang dihabiskan di negara ini, dia tidak melanggar hukum atau peraturan apa pun. Karena itu, tidak ada alasan dari sudut pandang hukum untuk menahan atau menangkapnya," kata Zahid kala itu.
Hingga saat ini, ketika sosoknya kembali memicu kontroversi setelah pernyataan bernada rasis terkait komposisi masyarakat Malaysia, Naik masih tetap tinggal di Negeri Jiran, dan pemerintah di sana jarang berkomentar tentangnya.
Advertisement
Profil Kontroversial
Zakir Naik (53) adalah seorang dokter medis yang telah menimbulkan kontroversi karena berbagai ceramah puritannya, termasuk merekomendasikan hukuman mati bagi kaum homoseksual dan mereka yang meninggalkan Islam.
Bahkan, pernah suatu video di situs YouTube, sebagaimana dikutip dari The Star Online, Naik berkata "jika Osala bin Laden sedang meneror Amerika sebagai teroris, teroris terbesar, saya bersamanya".
Di negara asalnya, India, Naik dituduh "mendorong permusuhan dan kebencian di antara berbagai kelompok agama melalui pidato dan ceramah publik".
Siaran televisi digitalnya, Peace TV, diblokir di India karena dituduh menyiarkan ceramah barbau ekstremisme.
Di Bangladesh, Peace TV dituduh mendorong terjadinya serangan teror bom terhadap sebuah kafe di ibu kota Dhaka pada 2017, dan menewaskan 22 orang.
Meski ISIS mengklaim bertanggungjawab atasnya, namun laporan media menyebut pelaku terkait adalah pengagum Zahir Naik, dan diketahui kerap menonton berbagai ceramahnya di dunia maya.