Liputan6.com, Virginia - Hari ini, pada tahun 1619, sejumlah orang dari Angola Afrika yang diculik oleh orang Portugis, tiba di Koloni Inggris di Virginia --salah satu negara bagian Amerika Serikat dewasa ini-- dan kemudian dibeli dengan barter oleh kolonial Britania di sana.
Rangkaian peristiwa itu, menurut sejumlah akademisi dan sejarawan, mengawali apa yang disebut sebagai embrio sejarah perbudakan di Negeri Paman Sam atau yang disebut sebagai 'Dunia Baru' pada era kolonialisme, demikian seperti dikutip dari History, Selasa (20/8/2019).
Didirikan di Jamestown pada 1607, Koloni Virginia adalah rumah bagi sekitar 700 orang pada tahun 1619.
Advertisement
Orang Afrika pertama yang diperbudak tiba di sana, pada titik embarkasi pelabuhan Point Comfort, yang dewasa ini dikenal sebagai Hampton Roads.
Baca Juga
Sebagian besar nama mereka, serta jumlah persisnya yang menetap di Point Comfort, telah hilang dari sejarah. Tetapi, kisah perjalanan serta kehidupan mereka tak lekang dari riwayat isu perbudakan.
Mereka pada awalnya diculik oleh pasukan kolonial Portugis. Sebagian berstatus sebagai tawanan perang, atas keterlibatan mereka karena menjadi pasukan suku asli di Kongo dan Ndongo yang menghalau Portugis.
Orang-orang itu kemudian dipaksan berjalan jauh (long-marched) ke pelabuhan Luanda, ibu kota Angola modern.
Dari sana, mereka diperintahkan naik kapal budak San Juan Bautista, yang berlayar menuju Veracruz di koloni Spanyol Baru. Seperti yang biasa terjadi, sekitar 150 dari 350 tawanan di atas kapal meninggal selama pelayaran.
Kemudian, ketika mendekati tujuannya, kapal itu diserang oleh dua kapal pribadi, the White Lion dan Treasurer. Awak dari kedua kapal mencuri hingga 60 budak dari kapal Bautista.
The White Lion kemudian merapat di Koloni Virginia di Point Comfort.
Awak kapal itu kemudian melakukan barter dengan pengusaha lokal, menukar para budak yang mereka bawa untuk sejumlah makanan, tepat pada 20 Agustus 1619. Pada titik inilah, embrio perbudakan dimulai di 'Dunia Baru' --History mencatat.
Dua orang Afrika yang menjejakkan kaki pertama usai turun dari White Lion, Antonio dan Isabella, menjadi "pelayan" Kapten William Tucker, komandan Point Comfort.
Putra mereka, William, adalah anak Afrika pertama yang diketahui dilahirkan di Amerika, dan di bawah hukum saat itu ia dilahirkan sebagai orang bebas. Namun, dalam dekade-dekade mendatang, perbudakan terlanjur terkodifikasi -- terproses pengubahan hukum yang ditetapkan oleh hakim menjadi hukum tertulis.
'Pelayan Kontrak Tak Berbayar'
Para akademisi mencatat bahwa pada awalnya, budak-budak itu dipekerjakan sebagai 'pelayan kontrak tak berbayar' atau indentured servants.
Sebagian dari para 'pelayan' itu setuju, beberapa dipaksa, untuk bekerja tanpa bayaran selama waktu yang ditentukan, seringkali untuk melunasi hutang dan secara hukum dapat bebas pada akhir kontrak.
Banyak orang Eropa yang tiba di Amerika datang sebagai 'pelayan' serupa.
Namun, terlepas dari klasifikasi ini — dan catatan yang menunjukkan bahwa beberapa dari mereka akhirnya memperoleh kebebasan mereka — jelas bahwa orang-orang Afrika yang tiba di Point Comfort pada tahun 1619 dipaksa menjadi budak dan bahwa mereka sesuai dengan definisi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tentang orang-orang yang diperbudak.
Kedatangan di Point Comfort menandai babak baru dalam sejarah perdagangan budak trans-Atlantik, yang dimulai pada awal 1500-an dan berlanjut hingga pertengahan 1800-an.
Perdagangan itu memaksa sekitar 12 juta orang Afrika, 5 juta orang di Brasil dan lebih dari 3 juta dari Karibia tercerabut dari rumah mereka.
Meskipun jumlah orang Afrika yang dibawa ke daratan Amerika Utara relatif kecil - sekitar 400.000 - tenaga kerja mereka dan keturunan mereka berkontribusi besar bagi ekonomi koloni Inggris dan, kemudian, Amerika Serikat pada awal-awal pembentukannya.
Para pelayan asal Afrika seringkali dipaksa untuk terus bekerja setelah berakhirnya kontrak mereka, dan pada tahun 1640, pengadilan Virginia menjatuhkan hukuman kepada pelayan pemberontak John Punch sebagai budak seumur hidup.
Dengan lebih sedikit pelayan kontrak kulit putih yang tiba dari Inggris, sistem kasta ras dikembangkan dan pegawai Afrika terus diperbudak seumur hidup. Pada tahun 1662, pengadilan di Virginia memutuskan bahwa anak-anak yang lahir dari ibu yang diperbudak adalah milik perempuan pemilik budak tersebut.
Advertisement
'Mesin'
Ketika tanaman komersial seperti tembakau, kapas dan gula menjadi pilar ekonomi kolonial, perbudakan menjadi mesinnya.
Meskipun perdagangan budak dilarang pada 1807, perburuan budak dan ekonomi perkebunan terus berkembang di Amerika Serikat bagian Selatan (Southern US). Sensus 1860 menemukan bahwa ada 3.953.760 orang yang diperbudak di Amerika Serikat, yang jumlahnya kira-kira 13 persen dari total populasi.
Konflik antara kaum abolisionis (penghapusan perbudakan) dan mereka yang ingin melestarikan dan menyebarkan perbudakan adalah katalis utama dalam pecahnya Perang Saudara AS.
Presiden Abraham Lincoln secara resmi membebaskan orang-orang yang diperbudak di Selatan dengan Proklamasi Emansipasi pada tahun 1863, meskipun baru pada saat Amandemen Ketigabelas pada tahun 1865 perbudakan dihapuskan sepenuhnya di Amerika Serikat.
Pada akhirnya, 246 tahun perbudakan brutal memiliki efek yang tak terhitung bagi masyarakat Amerika.
Dibutuhkan satu abad lagi setelah Perang Saudara untuk melunturkan pemisahan rasial yang inkonstitusional dan bersifat primordial, tetapi akhir dari rasisme yang disetujui negara sama sekali bukan akhir dari rasisme dan diskriminasi di Amerika. Karena itu menjadi bagian penting dari budaya dan ekonomi Amerika awal setelah diperkenalkan di Jamestown, perbudakan sering disebut sebagai "dosa asli" bangsa Negeri Paman Sam.