Sukses

Dewan Militer Sudan Resmi Bubar, Bentuk Badan Baru Bersama Gerakan pro-Demokrasi

Dewan Militer di Sudan yang menggulingkan mantan Presiden Omar Al-Bashir resmi dibubarkan.

Liputan6.com, Khartoum - Dewan Militer di Sudan yang menggulingkan mantan Presiden Omar Al-Bashir resmi dibubarkan. Sebagai gantinya, gerakan pro-demokrasi dan Angkatan Darat negara itu membentuk badan gabungan yang diberi nama Dewan Kedaulatan. 

Dewan Kedaulatan bertugas memetintah Sudan hingga diadakannya pemilihan umum yang akan berlangsung tiga tahun lagi, lapor Associated Press seperti dilansir dari VOA Indonesia, Rabu (21/8/2019).

Badan yang beranggotakan 11 orang itu disebut Dewan Kedaulatan, dibentuk atas desakan Amerika dan sejumlah negara Arab di tengah keprihatinan bahwa krisis politik itu bisa memicu perang saudara.

Demonstrasi massal pecah di Sudan pada Desember tahun lalu karena buruknya keadaan ekonomi, tapi kemudian berubah menjadi seruan supaya Presiden Bashir turun setelah berkuasa selama tiga dasawarsa.

Tentara kemudian menggulingkan mantan Presiden Sudan Bashir, tapi demonstrasi terus berlanjut menuntut transisi cepat ke pemerintahan sipil. Perundingan rumit tentang pembentukan dewan gabungan sipil-militer itu berlangsung berbulan-bulan. Sedikitnya 250 orang tewas sejak aksi protes dimulai, kata para pengatur demonstrasi.

Jenderal Abdel Fattah Burhan, Ketua Dewan Militer yang menggulingkan Bashir, akan menjadi pemimpin Dewan Kedaulatan itu selama 21 bulan, kata juru bicara dewan Letjen Shams el-din Kasasi. Tokoh sipil yang memimpin aksi protes akan melanjutkan pimpinan Dewan Kedaulatan itu untuk masa 18 bulan berikutnya. 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Indonesia Sambut Baik

Sementara itu, pemerintah Indonesia sempat merespons positif terhadap perkembangan politik terbaru di Sudan - sebelum Dewan Militer resmi dibubarkan. Respons itu datang setelah dewan militer Sudan dan kelompok oposisi sipil telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan di Ibu Kota Khartoum pada Sabtu 17 Agustus 2019.

Pakta tersebut membuka jalan bagi kedua faksi untuk membentuk dewan militer dan sipil bersama yang akan memimpin Sudan selama tiga tahun sampai pemilu diadakan untuk pemerintahan yang dipimpin sipil, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (18/8/2019).

Di bawah kesepakatan, dewan berdaulat, yang terdiri dari enam warga sipil dan lima jenderal, akan memerintah negara itu sampai pemilu.

Kedua belah pihak telah sepakat untuk merotasi kepemimpinan dewan selama tiga tahun. Seorang perdana menteri yang dinominasikan oleh warga sipil akan ditunjuk pekan depan.

Menyikapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia "menyambut baik penandatanganan kesepakatan politik" antara dewan militer dan kelompok sipil 'Gerakan Pembebasan dan Perubahan Sudan'.

"Penandatangan itu merupakan langkah penting bagi keberlanjutan proses transformasi dan demokrasi yang damai di Sudan," lanjut pemerintah Indonesia seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, Kemlu.go.id.