Sukses

Tengkorak Mirip Alien Ditemukan di Kroasia, Ternyata Aslinya...

Para arkeolog telah menggali tiga kerangka kuno di Kroasia - dan dua di antaranya memiliki tengkorak mirip alien dalam penggambaran populer.

Liputan6.com, Zagreb - Para arkeolog telah menggali tiga kerangka kuno di Kroasia - dan dua di antaranya memiliki tengkorak mirip alien dalam penggambaran populer: memiliki runcing dan deformasi secara artifisial.

Masing-masing tengkorak itu telah dilebur menjadi bentuk yang berbeda, mungkin sebagai cara untuk menunjukkan bahwa mereka milik kelompok budaya tertentu.

Deformasi tengkorak secara artifisial telah dipraktekkan di berbagai belahan dunia, dari Eurasia dan Afrika hingga Amerika Selatan. Ini adalah praktik membentuk tengkorak seseorang - seperti dengan menggunakan hiasan kepala ketat, perban atau alat kaku - ketika tulang tengkorak masih lunak, yakni saat subjek masih bayi.

Budaya kuno memiliki alasan berbeda untuk praktik ini, dari menunjukkan status sosial hingga menciptakan apa yang mereka pikir adalah tengkorak yang lebih indah.

Contoh yang paling awal diketahui dari praktik ini terjadi 12.000 tahun yang lalu di Tiongkok kuno, tetapi tidak jelas apakah praktik itu menyebar dari sana atau jika itu muncul secara independen di berbagai belahan dunia, menurut laporan Live Science, dikutip pada Selasa (27/8/2019).

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Temuan di Kroasia

Tentang penemuan di Kroasia, para arkeolog menemukan tiga kerangka di lubang penguburan di situs arkeologi Hermanov Vinograd pada 2013.

Antara 2014 dan 2017, mereka menganalisis kerangka menggunakan berbagai metode, termasuk analisis DNA dan pencitraan radiografi --metode yang melibatkan penggunaan radiasi untuk melihat bagian dalam benda seperti tengkorak (sebagaimana rontgen pada manusia hidup).

Analisis mereka mengungkapkan bahwa kerangka itu adalah laki-laki yang telah meninggal pada usia antara 12 hingga 16 tahun. Mereka semua menunjukkan bukti kekurangan gizi, tetapi itu belum tentu sebagai penyebab mereka mati.

Mereka bisa saja memiliki "semacam penyakit yang membunuh mereka dengan cepat dan tidak meninggalkan jejak pada tulang mereka," seperti wabah, kata penulis senior Mario Novak, seorang ahli bioarkeologi di Institute for Anthropological Research di Zagreb, Kroasia.

Para arkeolog tidak menemukan artefak dalam pemakaman yang bisa mengungkapkan status sosial bocah lelaki itu, kata Novak.

Analisis juga mengungkapkan bahwa ketiganya hidup antara 415 dan 560 M, masa yang sesuai dengan Periode Migrasi Besar, yang merupakan "periode yang sangat bergejolak dalam sejarah Eropa," kata Novak kepada Live Science.

Tepat setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi, populasi orang dan budaya yang sepenuhnya baru mulai berdatangan di Eropa dan menjadi dasar bagi negara-negara Eropa modern. "Dengan kata lain, periode ini menetapkan fondasi Eropa seperti yang kita kenal sekarang," kata Novak.

3 dari 3 halaman

Bukan Alien, Melainkan...

Analisis DNA dari trio tengkorak kuno itu mengungkapkan bahwa salah satu dari mereka memiliki keturunan Eurasia Barat, yang lain merupakan nenek moyang dari Timur-dekat (near-East) dan yang ketiga merupakan nenek moyang Asia Timur.

Bocah lelaki yang berasal dari Timur-dekat itu memiliki deformasi kranial tipe melingkar-tegak, yang berarti tulang frontal di belakang dahi rata dan ketinggian tengkorak "meningkat secara signifikan," kata Novak.

Bocah yang kemungkinan berasal dari Eurasia Barat tidak memiliki deformasi tengkorak, dan bocah leluhur Asia Timur memiliki tengkorak dengan deformasi "miring", yang berarti tengkorak itu memanjang secara diagonal ke atas.

"Kami mengusulkan bahwa jenis deformasi tengkorak yang berbeda di Eropa digunakan sebagai indikator visual dari asosiasi dengan kelompok budaya tertentu," kata Novak.

Sampai sekarang, tidak jelas asal kelompok budaya mereka, meskipun bocah Asia Timur itu mungkin seorang Hun dari Kaukasus.

Sekarang, Novak dan timnya berharap dapat menemukan lebih banyak sampel deformasi tengkorak dari Eropa untuk memahami fenomena ini dalam skala yang lebih besar.

Temuan ini dipublikasikan kemarin (21 Agustus) di jurnal PLOS One.