Sukses

Tinja Elvis Presley hingga Fosil Feses, Ini 6 Kotoran Termahal di Dunia

Meski menjijikan, namun 6 feses ini adalah kotoran yang paling benilai tinggi di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Feses adalah hasil pencernaan yang dikeluarkan oleh tubuh, baik itu manusia atau hewan. Bagi sebagian besar orang, mendengar kata ini saja sudah terbayangkan kalau tinja adalah sesuatu yang menjijikan.

Namun, tahukah Anda bahwa di dunia ini, ada feses yang memiliki nilai jual tinggi dan dapat bermanfaat bagi lingkungan atau kehidupan kita?

Bukan hanya kotoran manusia saja yang berharga, namun juga feses binatang. Ini dikarenakan hasil pembuangan tersebut mengandung sejumlah bahan yang dapat digunakan untuk membuat produk tertentu.

Dalam kasus lain, ada pula temuan feses yang dianggap sebagai bagian dari sejarah umat manusia di Bumi. Berikut 6 kotoran yang punya harga tertinggi di dunia, seperti dikutip dari List Verse, Kamis (29/8/2019).

2 dari 7 halaman

1. Elvis Presley

Pada 2012, celana dalam biru muda yang dikenakan oleh legenda rock and roll Elvis Presley, dilelang. Satu calon pembeli menyebut, pakaian dalam itu ternoda di sekitar selangkangan. Ada pula yang mengatakan, warna tersebut seperti kotoran manusia.

Sementara itu, Elvis Presley mengenakan celana dalam ini ketika memakai jumpsuit saat pertunjukan 1977.

Malangnya, tak ada yang mau membeli pakaian dalam tersebut, setelah beberapa pembeli menawarkan untuk mendapatkannya seharga 5.000 pound sterling (Rp 86 juta), lebih murah dari harga cadangan, 7.000 pound sterling (Rp 121 juta).

Sedangkan juru lelang berharap akan menjualnya seharga 10.000 pound sterling (Rp 173 juta).

3 dari 7 halaman

2. Ambergris

Ambergris adalah kotoran emas. Cukup jarang menemukan sebongkah ambergris yang cukup besar, yang dapat membuat Anda menjadi jutawan dalam sekejap saja.

Ambergris adalah zat lilin abu-abu atau hitam yang berasal dari usus paus tertentu. Biasanya diolah untuk pembuatan parfum.

Pada 2016, tiga nelayan dari Oman menemukan ambergris seberat 80 kilogram, yang harganya ditaksir bisa mencapai US$ 3 juta.

Pada tahun yang sama, ada pasangan Inggris yang mendapati bongkahan aneh berbobot 1,57 kilogram, yang kemudian diketahui adalah ambergris. Feses ini lalu dijual seharga US$ 70.000.

Manusia telah menggunakan ambergris selama lebih dari 1.000 tahun. Saat ini, muntahan paus dianggap sebagai bahan penting dalam pembuatan parfum.

Ambergris kerap ditemukan mengapung di tengah laut, berbentuk seperti busa. Berabad-abad silam, orang mengira muntahan paus ini adalah busa laut yang mengeras atau kotoran burung besar.

Pada tahun 1800-an, ketika kapal penangkap paus mulai memburu paus sperma untuk mendapatkan minyak berharga, para pelaut menemukan bahwa ambergris diproduksi oleh paus sperma.

Ambergris terbuat dari paruh burung dan bagian keras lainnya dari cumi-cumi dan sotong yang dimakan paus. Paus sperma tidak dapat mencerna bagian tubuh binatang-binatang ini, sehingga memuntahkannya.

Ambergris dapat tetap berada di dalam perut paus selama beberapa tahun, hingga mamalia ini muntah atau membuangnya dalam bentuk kotoran.

Beberapa peneliti juga berpikir, bentuk ambergris kadang-kadang membengkak dengan sendirinya di dalam perut paus, sehingga menghancurkan usus paus dan membunuh paus.

4 dari 7 halaman

3. Piero Manzoni

Pada tahun 1961, seniman Italia, Piero Manzoni, memutuskan untuk membuat beberapa karya aneh dengan fesesnya. Dia buang air besar di 90 kaleng, menutupnya, dan menjualnya.

Dia menyebut kotoran-kotoran itu sebagai Merda d'Artista (Artis S – t) dan memberi label masing-masing kaleng dengan "Artist’s S–t, Freshly Preserved, Produced and Tinned in May 1961." Harga tiap-tiap kotoran ditentukan oleh biaya dengan berat yang sama dalam emas.

Manzoni meninggal pada tahun 1963, tetapi tinjanya laris manis terjual.

Galeri seni Tate di London memperoleh satu kotoran Manzoni dengan harga 22.350 pound sterling (Rp 387 juta) pada 2007.

Pada tahun yang sama, kaleng kedua dilelang dengan dibanderol 81.000 pound sterling (Rp 1,4 miliar) di Milan. Satu lagi dijual senilai 182.500 pound sterling (Rp 3,1 miliar) pada 2016.

Pada 2017 saja, ketiga tinja tersebut sudah menyentuh angka US$ 300.000 dan diperkirakan akan menelan biaya jutaan dolar dalam beberapa tahun ke depan.

Agostino Bonalumi, yang bekerja bersama Manzoni pada saat dia mengisi kaleng-kaleng tersebut, mengatakan bahwa di dalam tabung silinder itu sebenarnya berisi plester dan bukan kotoran.

Bonalumi menambahkan, Manzoni menyebut kaleng itu merda karena dia ingin membuktikan bahwa kolektor seni akan membeli barang mahal yang berlabel seni, bahkan jika itu kotoran.

Klaim ini mungkin benar, mengingat Manzoni memiliki kebiasaan eksentrik untuk menciptakan karya seni yang unik. Bonalumi menantang para pembeli untuk membuka kaleng Manzoni agar bisa melihat fakta sesungguhnya di dalam kaleng.

Akan tetapi, pembeli tidak da yang tertarik untuk membuka kaleng mereka, lantaran khawatir nilai jual akan turun suatu ketika. Namun satu kaleng telah dibuka pada tahun 1989. Isinya dibungkus rapat dan si empunya kaleng enggan untuk membukanya.

5 dari 7 halaman

4. Guano

Guano adalah kotoran burung laut dan kelelawar dan digunakan sebagai pupuk. Pada Abad ke-19, guano adalah masalah besar di Amerika Serikat, ketika negara ini dan negara-negara Eropa lainnya rela melakukan apa saja demi mendapatkan feses hewan-hewan tersebut dalam jumlah besar.

Di Peru, guano adalah benda yang sangat berharga, sehingga negara produsen utama guano ini mendanai sebagian besar anggaran negara dengan uang yang dihasilkan dari ekspor guano.

AS sangat tertarik untuk mengakses guano, sehingga meloloskan Undang-Undang Kepulauan Guano tahun 1856. Tindakan ini memungkinkan warga AS untuk merebut pulau-pulau yang kaya akan guano, yang tidak diklaim atas nama AS.

Presiden AS juga dapat memilih untuk memasukkan pulau itu sebagai bagian dari wilayah AS dan bahkan mempertahankannya dengan kekuatan militer. Undang-undang tersebut masih ada hingga saat ini dan tidak pernah dicabut.

Peru dan Spanyol pun berperang pada 1864, setelah Spanyol merebut Kepulauan Chincha yang guano-nya melimpah. Perang Kepulauan Chincha yang berlangsung selama dua tahun, berakhir dengan kekalahan Spanyol oleh militer gabungan Bolivia, Chile, Ekuador, dan Peru.

Guano merupakan salah satu penyebab tidak langsung Perang Pasifik (1879–1883), yang 'dimainkan' antara Peru dan Chile.

Peru masih menambang guano hingga hari ini, meskipun mereka tidak lagi mendanai sebagian besar anggaran negara dengan uang yang dihasilkan dari ekspor guano.

Sebagian besar guano digunakan oleh petani lokal, sementara sebagian kecil dikirim ke luar negeri sebagai pupuk organik.

6 dari 7 halaman

5. Kopi Luwak

Kopi luwak juga merupakan salah satu kopi termahal di dunia. Secangkir kopi luwak bahkan bisa dijual seharga US$ 90 (Rp 1,2 juta) di AS pada tahun 2015.

Kopi tersebut dibuat dengan biji kopi yang sebagian dicerna dan diambil dari kotoran luwak (Paradoxurus hermaphroditus) -- musang yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Banyak aktivis memprotes produksi kopi luwak karena dianggap sebagai pembantaian terhadap hewan ini. Luwak biasanya dikunci di dalam kandang yang sempit, yang tidak menyediakan ruang bagi mereka untuk berkeliaran.

Luwak diberi makan hanya dengan biji kopi, meskipun mereka sebenarnya mengonsumsi berbagai makanan di alam liar. Kurungan semacam itu menyebabkan luwak berperilaku tidak normal.

Mereka berlarian berputar-putar dan melukai diri mereka sendiri. Sebagian besar penjual kopi luwak menyangkal pengetahuan tentang klaim ini dan bersikeras bahwa kopi mereka hanya dibuat dengan kotoran luwak liar.

Namun, skeptis mengatakan itu tidak mungkin, sebab produsen kopi luwak tidak dapat mempertahankan bisnis mereka hanya dengan biji yang diperoleh dari kotoran luwak liar.

7 dari 7 halaman

6. Fosil Tinja

Pada tahun 1972, pekerja konstruksi menemukan potongan tinja manusia yang sudah memfosil sepanjang 20 cm dan lebar 5 cm, ketika mereka menggali untuk membangun cabang baru Lloyds Bank di York, Inggris.

Sejarawan mengatakan, kotoran itu berasal dari seseorang yang tinggal di York yang dikuasai Viking sekitar Abad ke-9. Para ahli menambahkan, 'penghasil feses' mungkin memiliki masalah pencernaan dan tidak dapat buang air besar selama beberapa hari sebelum mengeluarkannya.

Tes laboratorium mengungkapkan, kotoran ini mengandung banyak sari-sari daging dan roti.

Feses tersebut kini bernilai US$ 39.000. Namun, tidak untuk dijual dan disimpan di Jorvic Viking Center di York.