Sukses

4 Agen Perubahan dari Asia Tenggara, Salah Satunya dari Indonesia

Secara rutin, pemerintah Amerika memberikan pengalaman berharga bagi pemuda di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jiwa kepemimpinan.

Liputan6.com, Jakarta - Secara rutin, pemerintah Amerika Serikat memberikan pengalaman berharga bagi pemuda di kawasan Asia Tenggara yang memiliki jiwa kepemimpinan. Selain itu juga melibatkan generasi muda yang memiliki program baik bagi komunitas di negara masing-masing.

Program tersebut bernama Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI). Melalui program ini, Assistant Secretary Bureau of East Asian and Pasific Affairs David R. Stilwell menyampaikan sejumlah kriteria yang mesti dimiliki seseorang untuk menjadi pemimpin.

Dalam acara diskusi bertajuk YSEALI at 5: Building the Future Together di @America Pasific Place, Jakarta, Stilwell menyatakan, pemimpin itu harus memiliki passion sehingga mampu menjalankan segala hal dengan keyakinan.

"Selain passion, seorang pemimpin akan mengambil risiko dalam menentukan pilihan. Memikirkan ide baru dan menjadi seseorang yang kreatif juga merupakan ciri dari Good Leaders," jelasnya.

"Membangun relasi dan selalu mengikuti perkembangan zaman dengan cara melihat situasi yang selalu berubah sehingga dibutuhkan pemikiran yang dinamis," tambahnya.

Selain Stilwell, ada empat pembicara lainnya yang merupakan alumni dari YSEALI. Mereka berasal dari Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina dan Myanmar.

Ranitya Nurlita misalnya. Alumni YSEALI dari Indonesia ini punya inisiatif untuk isu lingkungan. Kepeduliannya terhadap sampah plastik yang menjadi ancaman bagi bumi mendorongnya untuk membuat kampanye pengurangan konsumsi plastik.

Wanita bergaya nyentrik ini tampil dengan hiasan kepala yang terbuat dari plastik.

"Kalian pasti bertanya-tanya, apa yang ada di kepala saya ini? Ini adalah plastik dan usianya sudah lima tahun lebih," ujar Ranitya.

"Ya ini tetap plastik dan akan terus menjadi plastik," tambahnya.

Lewat pesan itu ia ingin menyampaikan bahwa plastik sangat menjadi ancaman bagi bumi. Terlihat dari hiasan kepala yang ia gunakan itu menunjukkan bahwa plastik sulit terurai.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kampanye Pengurangan Konsumsi Plastik

Awal mula gagasan kampanye ini muncul ketika Ranitya melakukan kunjungan ke luar negeri. "Saat melakukan perjalanan luar negeri saya kaget melihat plastik di jual saat berbelanja. Oleh karenanya ini juga menginspirasi saya," jelas Ranitya.

Ia mengatakan bahwa ada tantangan yang sulit dilakukan saat menjalankan kampanye tersebut. Sebab, kampanye ini harus terus dilakukan demi mendorong inisiatif orang lain guna mengurangi penggunaan plastik.

"Mengubah pemikiran orang tidak bisa hanya satu tahun tapi harus dilakukan terus menurut. Kita mesti eksis dalam melakukan kampanye bebas plastik ini," jelasnya.

Ranitya berpesan, tak masalah manusia hidup dengan plastik sebab plastik sulit dilepaskan dalam kehidupan. Namun yang mesti diingat adalah kontrol dalam penggunaannya sehingga tidak merusak bumi.

Selain Ranitya dari Indonesia, alumni YSEALI lain yaitu Dave Albao dari Filipina, Ain Bandial dari Brunei Darussalam dan Hein Paing Htoo Chit dari Myanmar.

Ketiganya punya isu yang dibawa masing-masing. Seperti social entrepreneur dan isu lingkungan lainnya. Diskusi yang melibatkan mereka bertiga dilakukan lewat sambungan Skype.