Sukses

Minta Dijadikan Anggota PBB, Taiwan Beberkan Keberhasilan Negara

Menteri Luar Negeri Taiwan membeberkan sejumlah keberhasilan yang telah dicapai negara, yang bisa dijadikan pertimbangan oleh PBB.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Taiwan, Jaushieh Joseph Wu, menyerukan agar PBB 'membuka pintu' bagi Taiwan untuk berpartisipasi di PBB. Menurutnya, Taiwan ingin bekerja sama dengan negara-negara anggota PBB lain untuk ikut serta membantu tercapainya Sustainable Development Goals (SDGS).

Menlu Wu menyatakan, SDGs merumuskan perencanaan untuk masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan, yang bertujuan untuk membimbing dunia dan tangguh dengan prinsip "tidak mengesampingkan".

Pada Juli tahun ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengingatkan kepada seluruh negara tentang pentingnya inklusi imperatif, karena pembangunan tidak akan berkelanjutan jika tidak adil dan tidak inklusif.

"Prinsip-prinsip inklusif dan tidak mengesampingkan adalah kunci untuk mewujudkan SDGs. Namun, PBB tidak inklusif terhadap Taiwan dan mengesampingkan Taiwan," tulisnya dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta, Selasa, 3 September 2019.

Menlu Wu menyebut, Taiwan mampu dan bersedia untuk berbagi kisah suksesnya dan berkontribusi lebih lanjut pada upaya kolektif untuk mencapai SDGs PBB. 

Selain itu, Taiwan telah membuat langkah besar dalam mengurangi kemiskinan dan mencapai tingkat nol kelaparan. Persentase rumah tangga berpenghasilan rendah di negara tersebut juga diklaimnya telah berkurang menjadi 1,6%.

Pada tahun 1993, Taiwan mulai melaksanakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini mencakup 99,8% penduduk. "Lalu, pada 2018, tingkat daur ulang limbah kami mencapai 55,69%, tingkat membaca 98,8%, dan tingkat kematian bayi 4,2 per 1.000. Angka-angka ini jauh melampaui standar SDGs," Wu menjelaskan.

2 dari 3 halaman

PBB Mengabaikan Taiwan?

Wu juga mengatakan, dasar hukum yang sering digunakan untuk mengabaikan Taiwan dari PBB adalah Resolusi 2758 (XXVI) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1971.

"Resolusi tersebut tidak menyelesaikan masalah hak perwakilan Taiwan di PBB, serta tidak menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (RRC)," kata Wu.

Dia menambahkan: "Faktanya, Taiwan bukan bagian dari RRC. Hanya pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis yang dapat mewakili 23 juta penduduknya. Sayangnya, PBB terus menyalahgunakan dan salah mengartikan resolusi ini untuk mengesampingkan dan mengisolasi Taiwan."

Wu juga menjabarkan, PBB yang inklusif seharusnya tidak akan meninggalkan siapa pun. Namun, pemegang paspor Republic of China (Taiwan) ditolak untuk mengunjungi PBB atau menghadiri pertemuan PBB.

"Wartawan media Taiwan juga tidak bisa mendapatkan kartu pers PBB untuk ikut serta dalam pertemuan tersebut. Tindakan ini tidak adil dan diskriminatif, juga bertentangan dengan prinsip universal yang menjadi dasar pendirian PBB. PBB harusnya segera mengambil tindakan untuk memperbaiki pengecualian terhadap Taiwan ini," kalim Wu.

3 dari 3 halaman

Masa Lalu yang Kelam

Situasi yang buruk di masa lalu, tidak akan membuat Taiwan menyerah. Taiwan telah mengantisipasi dan bersedia, serta mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat internasional.

"Jika PBB terus menyerah pada paksaan China, menolak partisipasi Taiwan, itu hanya akan semakin mendorong Beijing bertindak semena-mena," tegaas Wu.

Selain itu, menurutnya, sikap tersebut akan merusak nilai upaya untuk memenuhi tujuan kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah global yang bersifat ekonomi, sosial, budaya, dan kesejahteraan manusia, serta memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Piagam PBB. 

"Jika PBB serius dalam mengembangkan inklusifitas dan membuat pembangunan berkelanjutan bagi semua orang, maka seharusnya membuka pintu bagi Taiwan," pungkas Wu.