Sukses

Pertama dalam Sejarah, Astronaut Bikin Beton dari Adonan Semen di Antariksa

Ada astronaut yang mencoba untuk membuat beton dari campuran semen di antariksa, demikian kata NASA.

Liputan6.com, California - Selama sekitar 5.000 tahun silam, beton menjadi bahan pokok konstruksi bangunan di Bumi. Sekarang, para peneliti akhirnya membawa material ini ke angkasa luar.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, para ilmuwan NASA mengklaim berhasil mengolah 'adonan' dari campuran semen --bahan utama pemroduksi beton-- dalam lingkungan nol gravitasi di Stasiun Angkasa Luar Internasional (ISS).

Sebagai bagian dari percobaan yang disebut Microgravity Investigation of Cement Solidification, para ahli menyatukan: tricalcium silicate, kapur yang terhidrasi, dan air suling menjadi blok-blok semen.

Bahan-bahan itu kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus dan dibiarkan mengeras selama 42 hari melalui proses yang disebut hidrasi (hydration).

Hasilnya menunjukkan bahwa 'adonan' tersebut --dalam mikro gravitasi-- memang dapat memadat seperti yang ada di Bumi pada umumnya. Namun, semen ini berbeda dengan semen Bumi. Semen angkasa luar memiliki beberapa fitur mikroskopis yang unik.

Karena penelitian baru ini adalah penelitian pertama yang bertujuan untuk membandingkan semen angkasa luar dengan semen Bumi, maka studi tersebut dinilai mampu membuka 'pintu' bagi para ilmuwan untuk mengembangkan cara-cara memproduksi zat-zat di berbagai kondisi gravitasi.

"Jika manusia ingin mendirikan permukiman di Bulan atau koloni di Mars pada tahun-tahun mendatang, kita mungkin perlu menguasai teknik pencampuran semen di dunia lain," kata astronaut NASA yang melakukan percobaan ini, Serena Aunon-Chancellor, dikutip dari astronomy.com, Jumat (13/9/2019).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Perbandingan dengan Semen Bumi

Para peneliti menemukan bahwa kurangnya gravitasi yang kuat di ISS membuat semen angkasa luar mengeras dengan tingkat kepadatan yang mengejutkan.

Sementara itu, di Bumi, semen yang dicampur dengan bahan lain (seperti pasir, kapur, dan air) mengembangkan struktur yang lebih berlapis lantaran sedimentasi yang disebabkan oleh gravitasi.

Penulis lain dari studi tersebut, Aleksandra Radlinska, seorang insinyur di Pennsylvania State University, menjelaskan kepadatan semen angkasa luar yang lebih seragam seharusnya membuat semen ini lebih kuat.

Para peneliti mencatat perbedaan mikroskopis utama lainnya: semen angkasa luar mengembangkan banyak gelembung udara besar, membuatnya lebih keropos ketimbang semen Bumi.

Menurut makalah yang diterbitkan pada awal tahun ini di Frontiers in Materials, gelembung udara tidak naik ke permukaan semen yang baru dicampur, seperti yang terjadi pada semen Bumi, di mana menimbulkan masalah pada daya apung.

"Peningkatan porositas memiliki pengaruh langsung pada kekuatan material," kata Radlinska dalam siaran pers NASA, "tetapi kami belum mengukur kekuatan material yang dibentuk ruang angkasa."

Jadi, dibandingkan dengan semen Bumi, semen angkasa luar lebih seragam dalam kepadatan (yang membuatnya lebih kuat), tetapi juga lebih berpori (yang membuatnya lebih lemah).

3 dari 3 halaman

Membuat Semen di Dunia Lain

Manfaat nyata dari mempelajari perbedaan semen Bumi dan semen angkasa luar adalah, hal ini dapat membantu peneliti mengidentifikasi dan mengatasi dengan tepat bagaimana gravitasi berdampak pada proses pembuatan semen.

"Sebelum melanjutkan misi ke Bulan dan Mars, manusia dan peralatan yang dibawanya harus dilindungi dari suhu dan radiasi ekstrem di antariksa. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan membangun infrastruktur di lingkungan ruang hampa seperti ini," ujar Radlinska.

"Satu ide yang masih masuk akal yaitu mendirikan bangunan dengan material seperti beton di angkasa luar. Beton sangat kokoh dan memberikan perlindungan yang lebih baik daripada material lain," imbuhnya.

Beton, (dalam arti dasar adalah campuran sederhana seperti pasir, kerikil, batu) yang biasanya direkatkan dengan semen saat mendirikan rumah.

Keuntungan yang bisa diperoleh manusia dengan menggunakan beton selain harga yang relatif murah adalah, material ini mudah dibuat dan dapat diubah menjadi bentuk atau struktur apa saja untuk memenuhi kebutuhan spesifik.

"Beton adalah isolator dan perisai radiasi yang sangat baik. Tempat berlindung masa depan di Mars dan Bulan akan membutuhkan penutup yang tebal, seperti beton yang bisa dipakai secara efektif bahkan dalam kondisi ekstrem di angkasa luar," papar Radlinska.

Sebagai manfaat tambahan, kerikil dan batu yang digunakan untuk membuat beton tidak harus berasal dari Bumi.

Suatu ketika, ilmuwan harus dapat membuat bentuk beton menggunakan agregat (bahan-bahan mineral tidak bergerak, misalnya pasir, debu, batu, kerikil, pecahan batu yang bercampur semen, kapur, atau bahan aspal untuk mengikat campuran itu menjadi seperti beton) yang tersedia di dunia lain, seperti lunar regolith -- juga dikenal sebagai debu Bulan.

Karena regolith terbuat dari butiran debu bergerigi dan halus, Radlinska mengatakan regolith berpotensi membantu mengurangi porositas dan meningkatkan kekuatan beton yang dihasilkan.

Meskipun para peneliti masih bungkam tentang bahan spesifik yang paling cocok untuk semen angkasa luar, Radlinska menegaskan, "Kami punya beberapa ide dan hipotesis kerja soal bahan 'terbaik' berikutnya, tetapi kami tidak dapat membeberkannya terlebih dulu."