Liputan6.com, Washington DC - Seorang muslimah yang bekerja sebagai manajer proyek untuk Korp Zeni Angkatan Darat Amerika di Pentagon, Manal Ezzat, berperan besar dalam membangun kapel untuk mengenang peristiwa serangan teror 11 September 2001.
18 tahun silam, Ezzat lari keluar gedung Pentagon yang terbakar. Tidak lama kemudian, ia tahu bahwa teroris menabrakkan sebuah pesawat ke gedung Kementerian Pertahanan AS itu dan menewaskan 184 orang.
Ezzat mengatakan, orang-orang ketika itu berlarian sambil menangis dan menjerit-jerit. Ia sendiri juga berurai air mata. Dalam penuturannya kepada pembuat film dokumenter asal Oakland, David Washburn, yang memproduksi serial video berdurasi pendek "Loyalty: Stories, Ezzat" mengatakan, ketika ia berlari di tengah kepanikan itu, hijabnya lepas dan terjatuh.
Advertisement
"Seorang lelaki yang sangat baik memungutnya dari lantai dan mencoba memasangkannya di kepala saya lagi. Ketka itu, saya merasa bahwa ada seseorang yang mengawasi saya. Saya akan selamat," kata Ezzat, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (24/9/2019).
Ezzat mengatakan kepada harian Washington Post, ketika ia kembali ke tempat kerjanya di Pentagon keesokan harinya, api masih berkobar. Ia menyiapkan diri bagi tugas membangun kembali tempat yang porak poranda oleh serangan itu.
Ezzat mengaku banyak sekali emosi yang muncul seiring upaya membangun tempat itu. Kepada David Washburn ia menyampaikan, "Secara emosional, sulit sekali. Pimpinan memutuskan kami akan merenovasi ruang tersebut, menjadi tempat peringatan bagi orang-orang yang mengalami trauma akibat serangan 11 September."
"Kapel yang merangkul dan menyambut semua orang dari berbagai latar belakang agama merupakan bagian dari misi saya dalam memulai proyek tersebut."
Visi serta kerja sama dengan tim besar beranggotakan pegawai negeri lainnya, menghasilkan sebuah tempat dengan fungsi baru. Ezzat menjelaskan pihaknya ingin menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat yang damai, yang dapat membantu melupakan tragedi tersebut.
Ia dan tim desain tahu persis bahwa tak seorang pun yang menginginkan di kawasan yang rusak itu dibangun sebuah gedung kantor baru, dan memutuskan untuk membangun sebuah tempat peringatan dan kapel. Ezzat, seorang doktor di bidang teknik bangunan, ditugasi merancang interior tempat yang akan dibangun kembali itu.
Ketika serangan teror itu terjadi, ia sedang memimpin proyek yang telah berjalan bertahun-tahun untuk merenovasi Pentagon.
Hasil pekerjaannya, yang mencakup penguatan bagian eksterior Pentagon, 1.500 pegawai dapat menyelamatkan diri sewaktu pesawat yang dikendalikan teroris jatuh di sana. Mereka dapat meninggalkan Pentagon sebelum lantai-lantai di bagian atas runtuh, 20 menit setelah itu
Ezzat sendiri mengaku bahwa sebagai seorang muslim, ia takut bekerja di Pentagon selepas serangan teror 11 September. Begitu takutnya, sampai-sampai ia tak bisa mendeskripsikan perasaannya tersebut.
"Saya marah dengan apa yang mereka lakukan terhadap Islam. Saya marah kepada komunitas Islam yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini. Saya marah kepada orang-orang yang mati dengan mengorbankan orang-orang tak bersalah di pesawat dan orang-orang yang meninggal di Pentagon."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Imigran Asal Mesir
Di lokasi tempat pesawat yang dikendalikan teroris itu menabrak gedung Pentagon, kini berdiri sebuah kapel. Pegawai militer Amerika dari berbagai keyakinan sehari-hari menggunakan tempat itu untuk berdoa atau beribadah.
Menurut Washington Post, di tempat itu tersedia kursi-kursi berjok biru serta buku doa dari berbagai agama. Jendela-jendela berhias kaca patri dimanfaatkan untuk mengenang mereka yang tewas di sana bertuliskan “United in Memory, September 11, 2001”. Nama-nama para korban tertera di dinding. Kisah hidup mereka, yang ditulis oleh kerabat dan sahabat mereka, ditulis dalam dua buku tebal.
Penganut Kristen Lutheran dan Episkopal mengadakan kebaktian setiap Rabu, ibadah umat Hindu dan kajian Yahudi setiap Kamis, kebaktian bagi penganut Kristen Ortodoks Yunani setiap Jumat dan seterusnya.
Mereka yang paling sering mengunjungi kapel itu adalah umat Katolik yang menghadiri misa harian serta pegawai Muslim di Pentagon yang memanfaatkan kapel itu sebagai tempat sholat sehari-hari maupun salat Jumat.
"Kebetulan saja saya seorang muslim. Tetapi bisa Anda bayangkan betapa sangat senangnya saya menjadi bagian yang membawa kedamaian kembali ke bangunan juga harmoni ke bangunan itu. Saya pikir tidak apa-apa umat Islam sholat di tempat di mana serangan terjadi," kata Ezza.
Kapel itu resmi dibuka pada peringatan pertama serangan teroris 11 September dan berlokasi bersisian dengan Monumen Nasional Pentagon 9/11.
"Jika Anda berjalan di sekitar Pentagon, Anda akan lihat orang dari berbagai latar belakang mengabdi untuk satu negara ini dan kapel ini merupakan simbol persatuan. Jadi mengapa ada manusia yang ingin menggambarkan kami berbeda dengan mereka," Ezzat menambahkan.
Tak peduli apa kata orang, Ezzat mengatakan: "Kita semua adalah satu, sama, sesama manusia."
Ezzat, imigran asal Mesir, kini menjadi manajer program bagi sekolah-sekolah Departemen Pertahanan, yang mendidik anak-anak anggota militer Amerika di seluruh dunia.
Advertisement