Sukses

Mahasiswa Hong Kong Gelar Aksi Tolak RUU Ekstradisi di Kampus Taiwan

Sejumlah mahasiswa asal Hong Kong berdemonstrasi menolak RUU Ekstradisi di sebuah kampus di kota Taipei, Taiwan.

Liputan6.com, Taipei - Demonstrasi menuntut rancangan undang-undang ekstradisi tak hanya dilakukan warga di Hong Kong, tetapi juga sejumlah mahasiswanya yang tengah menuntut ilmu di Taipei, Taiwan.

Tepat pada jam istirahat makan siang, Kamis (26/9/2019), di Gedung A Soochow University, Taipei, sejumlah mahasiswa asal Hong Kong yang mengenakan pakaian dan penutup mulut serba hitam melantunkan nyanyian berjudul 'Glory to Hong Kong' di hadapan mahasiswa lainnya.

"Ini adalah lagu yang berisi pesan dukungan bagi Hong Kong," ujar Norris Chan yang merupakan salah satu koordinator dari aksi tersebut.

"Ada sekitar ratusan mahasiswa dari Hong Kong yang berkuliah di kampus ini. Kami tidak bisa pulang untuk turun ke jalan dan menolak undang-undang tersebut lantaran kami sedang belajar di sini. Oleh karenanya aksi ini kami lakukan," tambahnya.

"Ini adalah isu yang krusial. Walaupun kami tidak berada di Hong Kong kami terus mengikuti pemberitaan yang terjadi di sana."

Norris Chan juga menyatakan, lagu 'Glory to Hong Kong' adalah lantunan utama atau anthem warganya saat tengah beraksi.

Dari pantauan Liputan6.com, aksi ini juga menarik perhatian khusus dari mahasiswa Taiwan maupun siswa mancanegara yang berkuliah di sana. Terlihat banyak siswa yang tengah makan siang teralihkan pandangannya dengan demo mahasiswa Hong Kong tersebut.

Sesekali mereka juga mengikuti dan mengulangi kalimat-kalimat dukungan yang dilontarkan mahasiswa Hong Kong yang memimpin aksi dukungan itu. Tak hanya mengenakan pakaian dan penutup mulut serba hitam, mahasiswa Hong Kong yang berkuliah di kampus tersebut juga membuka aksi dukungan bagi mahasiswa lainnya.

Mereka membuat sebuah ruang di salah satu dinding Gedung A Soochow University yang bisa ditempelkan pesan dukungan. Mahasiswa dari berbagai negara bisa menulis pesan tersendiri lalu menempelkan kertas berisi dukungan itu di dinding atau ruang yang telah disediakan.

Sementara itu, beberapa hari lalu Aktivis di Hong Kong telah 'menodai' bendera China dan merusak pusat perbelanjaan pada rangkaian demonstrasi pro-demokrasi terbaru di wilayah otonomi khusus Tiongkok tersebut.

Eskalator dan panel kaca menjadi sasaran di New Town Plaza di Sha Tin. Polisi telah menutupnya dan menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa yang melempar batu bata.

Selain itu, polisi juga telah mencegah kerusuhan besar pada sistem kereta bandara Hong Kong.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Demonstrasi Terbaru

 

Unjuk rasa, yang tidak mengantungi izin aparat, berlangsung di New Town Plaza dalam skala kecil dan damai pada Minggu 22 September waktu lokal.

Sebuah video tersirkulasi menunjukkan bendera Tiongkok diinjak-injak pengunjuk rasa untuk kemudian dibuang ke sungai, demikian seperti dikutip dari BBC.

Para demonstran bertopeng menggunakan alat pemadam kebakaran untuk menghancurkan fasilitas peta informasi yang terbuat dari kaca. Mereka juga menargetkan fasilitas bisnis yang dinilai pro-China sebagai sasaran vandalisme.

Polisi antihuru-hara menutup mal dan stasiun metro yang terhubung di Sha Tin, sebuah kota di Wilayah Baru di utara Pulau Hong Kong.

Di luar, para pengunjuk rasa mulai menghancurkan bata trotoar menjadi serpihan, melemparkannya ke polisi, yang menembakkan gas air mata sebagai tanggapan.

Sebuah barikade dibakar di tempat lain di Sha Tin.

Pusat perbelanjaan Elements mewah di Kowloon juga ditutup karena polisi dan pengunjuk rasa bentrok, the South China Morning Post melaporkan.

Para pengunjuk rasa pro-demokrasi kembali menargetkan bandara guna menduduki aula kedatangan, menghalangi koridor, dan memblokade jalan di kota terdekat bandara di Tung Chung.

Mengantisipasi gangguan keamanan, otoritas mewajibkan agar kereta akses bandara hanya boleh dinaiki oleh penumpang pemilik tiket penerbangan. Mereka juga menutup stasiun kereta bandara Kowloon yang berdekatan dengan syahbandar udara, dan menganjurkan calon penumpang berangkat dari stasiun tengah kota Hong Kong.

Sementara itu, Pemerintah Hong Kong mengumumkan pertengahan pekan ini bahwa Kepala Eksekutif Carrie Lam dan beberapa pejabat utamanya akan menggelar dialog publik pada Kamis 26 September --sebagai upaya untuk meredakan ketegangan yang terjadi di wilayah administratif khusus China tersebut.

Penurunan tensi diharapkan terjadi sebelum perayaan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober meendatang. China, yang memiliki garnisun Tentara Pembebasan Rakyat di Hong Kong, mengatakan pihaknya memiliki keyakinan pada pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk menyelesaikan krisis.