Sukses

Gerilyawan Houthi Yaman Klaim Tangkap Ribuan Tentara Arab Saudi

Pemberontak Houthi di Yaman mengatakan mereka telah menangkap sejumlah besar pasukan Saudi setelah serangan besar di dekat perbatasan antara kedua negara.

Liputan6.com, Jakarta - Pemberontak Houthi Yaman mengatakan mereka telah menangkap sejumlah besar pasukan Arab Saudi setelah serangan besar di dekat perbatasan antara kedua negara.

Seorang juru bicara Houthi mengatakan kepada BBC bahwa tiga brigade Saudi telah menyerah di dekat kota Najran di Saudi, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (29/9/2019).

Dia mengatakan ribuan tentara telah ditangkap dan banyak lainnya terbunuh. Pejabat Saudi belum mengonfirmasi klaim tersebut.

Operasi itu adalah yang terbesar dari jenisnya sejak konflik dimulai, kata juru bicara Houthi.

Kolonel Yahiya Sarea mengatakan pasukan Saudi telah menderita "kerugian besar".

Semua yang ditangkap akan diarak di jaringan TV Al Masirah yang dikelola Houthi pada hari Minggu, tambahnya.

Kabar itu datang setelah Houthi mengklaim melakukan serangan drone dan rudal ke fasilitas minyak Saudi pada 14 September yang mempengaruhi pasar global.

Namun Saudi - yang didukung oleh AS, Inggris, Prancis, dan Jerman - semuanya secara terbuka menyalahkan Iran atas serangan itu, tuduhan yang dibantah Teheran.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Sekilas Perang Yaman

Yaman telah berperang sejak 2015, ketika Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi dan kabinetnya terpaksa meninggalkan ibu kota Sana'a usai digulingkan oleh Houthi --yang kini menguasai sebagian besar utara negara itu.

Arab Saudi mendukung Presiden Hadi, dan telah memimpin koalisi negara-negara kawasan dalam serangan udara terhadap pemberontak yang berpihak Iran.

Koalisi meluncurkan serangan udara hampir setiap hari, sementara Houthi sering menembakkan rudal ke Arab Saudi.

Perang saudara telah memicu bencana kemanusiaan terburuk di dunia, dengan 80% dari populasi --lebih dari 24 juta orang-- membutuhkan bantuan atau perlindungan kemanusiaan, termasuk 10 juta yang bergantung pada bantuan makanan untuk bertahan hidup.

Lebih dari 70.000 orang diyakini telah meninggal sejak 2016 sebagai akibat dari konflik, menurut perkiraan PBB.