Sukses

Perseteruan Indonesia Vs Malaysia di Balik Hari Batik Nasional

Indonesia dan Malaysia memang sempat berseteru beberapa kali perihal klaim batik. Namun, akhirnya dunia pun mengakui batik sebagai milik Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober bukanlah sebuah proses mudah. Perseteruan dengan Malaysia perihal perebutan kepemilikan batik haruslah dilalui sebelum akhirnya The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menyatakan bahwa batik merupakan salah satu warisan budaya dari Indonesia yang harus dilestarikan. 

Batik Indonesia telah resmi diakui UNESCO dan masuk ke dalam Daftar Representatid sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar Pemerintah (Fourth Session of The Intergovernmental Committee) tentang Warisan Budaya Tak-Benda yang dilaksanakan di Abu Dhabi.

Upaya panjang tersebut juga melibatkan beberapa pihak terkait, seperti pemerintah, pengrajin, pakar, asosiasi pengusaha, dan yayasan atau lembaga batik serta masyarakat luas.

Setelah batik resmi diakui oleh UNESCO, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berharap bahwa ini akan memotivasi dan meningkatkan kesejahteraan para pengrajin batik di seluruh nusantara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Antara Batik dan Malaysia

Kemiripan kultur budaya antara Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu bibit penyebab perseteruan terkait perebutan hak milik. Garis histori yang sama dalam penyebaran agama Islam serta kemiripan bahasa menjadi penyebab lainnya. 

Tensi yang terjadi antara Malaysia dan Indonesia sebenarnya bukan sekadar masalah batik, persoalan lainnya seputar budaya, sosial dan politik membuat hubungan keduanya menjadi semakin rumit.

Perdebatan serupa ternyata tak hanya terjadi karena batik saja, setelah itu Indonesia dan Malaysia juga berdebat perihal lagu daerah 'Rasa Sayange' yang digunakan oleh Malaysia dalam iklan promosi pariwisatanya.Â