Liputan6.com, Antarktika - Sebuah gunung es besar yang selama ini nyaris 'putus' dari paparan es (ice shelf) Amery, Antarktika timur, telah benar-benar terlepas dan kini mulai mengarungi lautan kutub selatan Bumi tersebut.
Fenomena alam itu terjadi pada 26 September 2019, mengakhiri permainan menunggu yang telah berlangsung selama hampir dua dekade.
Bongkahan itu putus di dekat tempat yang disebut "loose tooth atau gigi goyah" karena es di sana telah retak selama beberapa tahun terakhir.
Advertisement
"Kami pertama kali melihat keretakan di bagian depan lapisan es pada awal 2000-an dan memperkirakan gunung es besar akan pecah antara 2010 - 2015," Helen Amanda Fricker, seorang glasiologi (pakar fenomena es) di Scripps Institute of Oceanography di University of California, San Diego, mengatakan dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Livescience, Kamis (3/10/2019).
Es seluas 1.636 km persegi (lebih dari dua kali luas DKI Jakarta: 661,5 km persegi menurut BPS) yang lepas dari Amery itu disebut sebagai D28 oleh kalangan ilmuwan.
Begitu besarnya, D28 masuk dalam daftar bongkah (gunung) es yang patut dipantau setiap saat, karena pergerakannya bisa mengancam kapal laut yang melintas di perairan Antarktika.
Amery adalah paparan es terbesar ketiga di Antarktika, dan merupakan saluran drainase utama di bagian timur benua.
Paparan tersebut pada dasarnya adalah perpanjangan terapung dari sejumlah gletser yang mengalir dari daratan ke laut.
Seiring waktu, volume gletser bisa terus bertambah, dan para ilmuwan sejatinya telah memperkirakan peristiwa lepasnya D28.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bukan Perubahan Iklim
Lepasnya D28 menjadi bagian dari siklus kehidupan alami dari paparan es Amery, mengingat kawasan di tenggara Antarktika itu selalu melepaskan gunung es besar setiap 60 - 70 tahun.
Namun, lepasnya es dari Amery bukan efek dari perubahan iklim, kata Helen Amanda Fricker, seorang glasiologi (pakar fenomena es) di Scripps Institute of Oceanography di University of California, San Diego.
"Itu bagian dari siklus normal paparan es," jelas Fricker seperti dikutip dari Livescience.
Sementara Antartika Barat telah kehilangan es dengan cepat ketika iklim global menghangat, Antartika Timur menjadi lebih tangguh, bahkan mendapatkan es tambahan antara tahun 1992 - 2017.
Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa status itu ada batasnya.
Studi yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences pada tahun 2019 menyarankan bahwa 30% kenaikan permukaan laut dari pencairan es Antartika sejak 1979 berasal dari Antartika Timur.
Gunung es baru tidak akan berkontribusi pada kenaikan permukaan laut karena sebelumnya merupakan bagian dari lapisan es yang sedari awal memang mengambang, kata Ben Galton-Fenzi, ahli glasiologi dengan Program Antartika Australia, mengatakan dalam pernyataan.
Advertisement
Diawasi
Kendati demikian, tim peneliti sekarang akan mengawasi untuk melihat apakah hilangnya es memungkinkan lebih banyak air laut untuk menembus di bawah paparan es Amery, yang dapat mempercepat hilangnya lapisan es.
Perkiraan saat ini mematok jumlah es yang hilang dari Antartika pada angka sekitar 3 triliun ton dalam 25 tahun terakhir, yang menyebabkan kenaikan 0,3 inci (8 milimeter) permukaan laut.
Tingkat kehilangan es semakin cepat. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada Januari 2019 dalam Prosiding National Academy of Sciences , Antartika kehilangan 252 gigaton es setiap tahun antara 2009 dan 2017. (Satu gigaton adalah satu miliar metrik ton.) Antara 1979 dan 1990, angka itu hanya 40 gigaton per tahun.
Antartika Timur tidak terkecuali, menurut penulis penelitian. Wilkes Land Antartika Timur (yang berada di selatan Rak Es Amery) menjadi perhatian khusus, karena menampung lebih banyak es daripada semua Antartika Barat dan Semenanjung Antartika.