Liputan6.com, Prancis - Kebijakan baru dari pemerintah Prancis menuai protes dari masyarakat beragama Katolik yang konservatif. Pasalnya, pemerintah sedang mengajukan rancangan undang-undang perihal akses kepada perempuan lajang dan pasangan lesbian untuk melakukan fertilitas melalui proses IVF atau lebih dikenal dengan bayi tabung.
Setelah Prancis melegalisasi pernikahan sesama jenis pada 2013 lalu, jika disahkan, undang-undang tersebut akan menjadi awal gerakan reformasi sosial di Prancis di bawah pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.
Baca Juga
Sedangkan, saat ini Prancis hanya memperbolehkan pasangan heteroseksual yang sudah menikah ataupun tinggal bersama selama dua tahun untuk melakukan proses bayi tabung.
Advertisement
Rancangan undang-undang tersebut telah diajukan Majelis kepada Senat pada akhir bulan ini.
Aksi protes yang dilakukan masyarakat diperkirakan melibatkan cukup banyak orang. Dilansir dari BBC, Senin (7/10/2019), salah satu lembaga riset melaporkan 74.000 orang turut serta dalam aksi tersebut, namun polisi melaporkan sekitar 42.000 orang.
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rancangan Undang-Undang IVF
Isi dari rancangan undang-undang yang menuai protes dari masyarakat berisikan bahwa seluruh wanita yang berusia di bawah 43 tahun diperbolehkan untuk melakukan proses IVF terlepas dari status dan orientasi seksual.
Selain itu, hasil anak dari proses bayi tabung memiliki hak untuk mencari informasi mengenai identitas pendonor saat usia mereka menginjak 18 tahun, di mana saat ini hal tersebut masih dilarang.
Kebijakan undang-undang tersebut akan membawa Prancis menyusul negara lain Britania Raya, Spanyol dan Belanda.
Â
Advertisement
Pihak yang Menentang RUU
Walaupun sistem pemungutan suara menyatakan kurang lebih 60% masyarakat mendukung rancangan undang-undang tersebut, kaum konservatif dan politik tetap menolak dengan keras.
Christian Kersabiec, salah satu demonstran mengatakan bahwa keluarga yang utuh dengan ayah dan ibu merupakan suatu hal yang harus dilindungi.Â
Berbagai tulisan para demonstran berisikan kekecewaan terhadap isi RUU tersebut. Beberapa diantaranya adalah "Di mana Ayah Saya?", "Semua orang memerlukan ayah", dan masih banyak lagi.Â
"Kami akan terus berjuang untuk menghentikan proses pembuatan anak tanpa ayah, anak tidak berasal dari proses di laboratorium," ujar salah seorang demonstran lainnya.
Dilansir dari The Guardian (7/10/2019), sebagian besar dari peserta demo merupakan peserta demonstran yang menentang pernikahan sesama jenis tujuh tahun lalu. Di 2013, legalisasi pernikahan sesama jenis mengundang amarah besar dari masyarakat yang mengakibatkan bentrokan dengan polisi.Â
Demonstran yang terlibat diantaranya adalah pensiunan dan pasangan muda. Beberapa politisi dari Partai Marine Le Pen's far-right National Rally juga turut hadir bersama Les Républicains.
Aksi penyampaian pendapat yang terjadi pada Minggu, 6 Oktober 2019 memang tidak sebesar aksi demo pada 2013 lalu, namun mereka merencanakan aksi lanjutan.
Menurut hasil pemungutan suara, pandangan terhadap keluarga tanpa 'komposisi umum' mulai diterima sejak beberapa waktu lalu.