Liputan6.com, Sucre - Hujan lebat selama beberapa hari terakhir mengguyur kawasan Amazon di Bolivia. Hal itu turut membantu memadamkan kebakaran yang terjadi selama dua bulan di hutan wilayah negara tersebut.
Hujan membantu militer Bolivia untuk menahan api di wilayah Chiquitania, rumah bagi suku-suku pedalaman yang telah hidup di hutan Amazon selama berabad-abad, demikian seperti dikutip dari the Guardian, Selasa (8/10/2019).
"Citra satelit tidak lagi mendeteksi kebakaran atau api yang menyala kembali," kata Cinthia Asin, seorang pejabat urusan lingkungan untuk pemerintah Santa Cruz, sebuah provinsi pertanian di Bolivia timur yang juga dilalui hutan hujan Amazon.
Advertisement
Baca Juga
Layanan cuaca nasional mengatakan pada Senin, 7 Oktober 2019, di Chiquitania sudah tidak ada lagi kebakaran. Meski demikian, mereka memperingatkan bahwa matahari yang bersinar terik dan suhu tinggi diperkirakan akan kembali melanda Bolivia, meningkatkan risiko kebakaran di masa depan.
Komandan pasukan bersenjata Williams Kaliman menyebut tidak ada rencana untuk menarik sekitar 5.000 tentara yang dikirim untuk memerangi si jago merah di Bolivia dalam dua dekade terakhir.
Sementara itu, para kritikus mengatakan deforestasi, yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan sektor pertanian, adalah penyebab utama bencana kebakaran ini.
Pemerintah mengklaim telah menghabiskan lebih dari US$ 20 juta untuk mengerahkan pemadaman api. Namun, kelompok-kelompok masyarakat pribumi melayangkan protes dengan berunjuk rasa di sepanjang jalan utama Santa Cruz.
Sedangkan di ibu kota pada Jumat pekan kemarin, ratusan ribu aktivis berdemo dengan turun jalan. Mereka menganggap pemerintah Bolivia lambat dalam mengurusi masalah kebakaran tersebut.
Keluhan itu disebut merusak popularitas presiden Bolivia yang berhalauan kiri, Evo Morales.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
NASA: Kebakaran Hutan Amazon Kali Ini Pecahkan Rekor Sejarah
Satelit NASA di Stasiun Angkasa Luar Internasional melacak api dari antariksa. Temuan badan tersebut menunjukkan kebakaran kali ini adalah yang terbesar sejak 2010.
Pendeteksian kebakaran itu menggunakan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) milik NASA. Alat itu telah digunakan sejak 2003 seperti dilansir dari laman Space.com, Rabu, 28 Agustus 2019.
Kebakaran hutan hujan Amazon, yang menyediakan sekitar 20% oksigen dunia, memicu kemarahan publik ketika para pencinta lingkungan menyalahkan oknum penebang dan peternak karena menyalakan api untuk membuka lebih banyak lahan.
Data dari Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) di satelit Aqua NASA menunjukkan segumpal karbon monoksida, polutan yang tetap di atmosfer selama sekitar satu bulan, di wilayah barat laut Amazon, menyebar ke selatan dan timur menuju Sao Paolo pada ketinggian 18.000 kaki (5.500 meter), menurut pernyataan NASA.
Advertisement
Gambar Kebakaran Hutan Dirilis ke Publik
NASA juga telah merilis gambar-gambar terbaru kebakaran hutan hujan Amazon dari angkasa luar. Data satelit yang dikumpulkan oleh National Institute for Space Research (INPE) Brasil dari 22 Agustus 2019, mengungkapkan total sekitar 75.000 kasus terjadi di seluruh Amazon sejak awal tahun.
Sekarang, Earth Observing System Data and Information System (EOSDIS) Worldview mengungkapkan foto kepulan asap yang disebabkan oleh kebakaran tersebut.
"Potret alami dari asap dan kebakaran di beberapa negara bagian di Brasil termasuk Amazonas, Mato Grosso, dan Rondônia dikumpulkan oleh NOAA/NASA Suomi NPP menggunakan instrumen VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite) pada 20 Agustus 2019," menurut unggahan NASA.
Hanya sehari sebelum foto diambil, asap hitam raksasa menyelimuti kota Sao Paulo dan menjerumuskan kota ini ke dalam kegelapan di siang bolong.
Instrumen Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) NASA, juga telah merilis gambar pergerakan karbon monoksida di atmosfer Bumi, terkait dengan kebakaran hutan hujan Amazon.
"Polutan semacam ini dapat melakukan perjalanan jarak jauh, karbon monoksida bisa bertahan di atmosfer selama sekitar satu bulan. Gas tersebut punya efek pada udara yang kita hirup," ujar NASA, seperti dikutip dari situs interestingengineering.com.
"Namun, angin kencang dapat membawanya ke bawah, di mana itu secara signifikan mampu memengaruhi kualitas udara. Karbon monoksida merupakan komponen utama dalam polusi udara dan perubahan iklim," imbuh badan antariksa Amerika Serikat tersebut.
Foto di bawah ini diambil dari instrumen NASA Worldview yang menampilkan tingkat kebakaran di Amazon. Setiap titik merah pada gambar mewakili api atau "anomali termal".