Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada 28 entitas asal China pada Senin 7 Oktober 2019. Penjatuhan sanksi didasari atas tuduhan bahwa entitas Tiongkok itu telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia kepada kelompok etnis minoritas muslim Uighur dan lainnya di Xinjiang.
Ke-28 entitas itu masuk dalam daftar Entitas yang Dipantau oleh Kementerian Keuangan AS, di mana mereka dilarang untuk melakukan hubungan ekonomi dan bisnis dengan entitas Amerika tanpa seizin Washington DC.
Advertisement
Baca Juga
Entitas yang ditimpa sanksi memiliki latar belakang beragam, mulai dari lembaga keamanan daerah; perusahaan teknologi surveilans ternama, Hikvision; dan firma teknologi kecerdasan buatan Megvii Tech dan SenseTime.
China murka atas langkah AS, menyebut aksi mereka tidak mendasar.
"Tidak ada yang namanya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana yang diklaim Amerka," kata Menteri Luar Negeri China, Geng Shuang, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (9/10/2019).
"AS sengaja untuk mencampuri urusan dalam negeri China," lanjutnya.
Kata AS
Kementerian Perdagangan AS mengatakan, 28 entitas itu terlibat dalam kampanye penindasan Tiongkok, penahanan sewenang-wenang massal, dan pengawasan teknologi tinggi terhadap warga Uighur, Kazakh, dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya.
Biro Keamanan Umum provinsi Xinjiang ada dalam daftar, bersama dengan 19 lembaga pemerintah kecil lainnya.
Dahua Technology, Hikvision dan Megvii Technology adalah di antara delapan kelompok komersial dalam daftar, yang semuanya berspesialisasi dalam teknologi pengenalan wajah.
Hikvision adalah salah satu produsen peralatan pengawasan terbesar di dunia. Salah satu produk unggulan mereka adalah kamera CCTV.
"Mereka telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye penindasan Tiongkok, penahanan sewenang-wenang massal, dan pengawasan teknologi tinggi," kata pemerintah AS.
Megvii, yang didukung oleh raksasa e-commerce Alibaba, mengatakan dalam sebuah pernyataan pihaknya "sangat" memprotes keputusan itu, yang menurutnya "tanpa dasar faktual".
Perusahaan mengatakan teknologinya memiliki "dampak positif pada masyarakat".
Advertisement
Situasi di Xinjiang
China telah meluncurkan operasi keamanan besar-besaran di Xinjiang, di ujung baratnya, dalam beberapa tahun terakhir.
Liputan6.com, atas undangan pemerintah China, menginjakkan kaki ke wilayah selatan provinsi itu pada Februari 2019, dan melihat sendiri bagaimana kamera CCTV terpasang di seluruh sudut kota, jalan dan persimpangan (termasuk gang-gang kecil) hingga area perumahan.
Kami juga diizinkan mengunjungi apa yang selama ini dideskripsikan oleh kelompok hak asasi manusia dan panel ahli PBB sebagai "kamp penahanan massal bagi satu juta warga etnis minoritas Uighur, Kazakh, Kirgiz, dan lainnya, di mana mereka menjalani proses 'pendidikan ulang'."
China membantah pendeskripsian itu. Salah seorang pejabat partai komunis lokal mengatakan kepada Liputan6.com bahwa fasilitas itu merupakan "pusat pelatihan vokasional" yang memberi mereka pekerjaan dan membantu mereka berintegrasi sesuai dengan nilai-nilai umum masyarakat Tiongkok, atas nama mencegah radikalisme, ekstremisme dan terorisme.
Namun, figur serta kelompok aktivis Uighur mempertahankan tuduhan mereka bahwa China telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia massal.
Dan pada bulan Juli, lebih dari 20 negara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB menandatangani surat bersama yang mengkritik perlakuan China terhadap Uighur dan Muslim lainnya.