Sukses

Sepertiga Demonstran Hong Kong yang Ditangkap Polisi Berusia di Bawah 18 Tahun

Hampir sepertiga dari para demonstran yang ditangkap selama empat bulan terakhir dari kerusuhan rata-rata berusia masih 18 tahun.

Liputan6.com, Hong Kong - Hampir sepertiga dari para demonstran Hong Kong yang ditangkap polisi selama empat bulan terakhir rata-rata berusia di bawah 18 tahun. Hal ini digambarkan para pejabat kota dengan hal yang "mengejutkan" dan "memilukan".

Dikutip dari South China Morning Post, Jumat (11/10/2019), Kepala sekretaris Matthew Ceung Kin-chung juga menegaskan bahwa mereka tidak berniat atau berusaha untuk menghentikan protes dengan undang-undang larangan masker.

"Kami tidak pernah menekan protes, kami hanya menekan kekerasan. Protes diizinkan jika sah, sah yang damai," ujarnya.

Sebuah pernyataan menunjukan, di antara 2.379 orang yang ditangkap sejak protes yang dipicu RUU Ekstradisi pada Juni hingga saat ini, sekitar 750 di antaranya berusia di bawah 18 tahun, sedangkan 104 di antaranya lagi berusian di bawah 16 tahun.

"Ini sangat memilukan, saya mengimbau untuk para orangtua dan guru serta seluruh lapisan masyarakat untuk meminta anak-anak muda tidak bergabung dalam tindakan ilegal atau kekerasan. Menjauhlah dari garis polisi, dan jauhkan diri dari situasi berbahaya, jangan sampai masa depan hancur," kata Cheung.

Para pejabat juga memberikan laporan jumlah kerusakan dan kehancuran fasilitas akibat perlakuan radikal para demonstran. Massa yang mengamuk merusak sekitar 2.400 mesin tiket masuk dan pintu keluar stasiun MTR, dan menghancurkan 900 CCTV di 83 dari 94 stasiun MTR.

"Saya mengimbau juga, untuk setiap orang di sini menyebarkan dan meminta untuk masyarakat Hong Kong agar tidak menghancurkan sistem MTR kami - ini adalah sistem kami, yang juga dibutuhkan semua orang," kata Menteri Transportasi Frank Chan Fan.

Simak Video Pilihan Berikut:

2 dari 2 halaman

Undang-undang Larang Gunakan Masker

Aturan larangan menggunakan masker membantu kepolisian untuk menekan tindakan kekerasan. Sebuah sumber yang mengetahui posisi pemerintah mengatakan, mengenakan topeng telah memberikan kontribusi pada tingkat tertentu bagi orang-orang yang terlibat dalam tindak kekerasan.

"Pengenalan undang-undang anti-masker saja tidak dapat mengakhiri kekacauan saat ini tetapi pemerintah berharap undang-undang baru akan memelihara kesadaran taat hukum yang lebih kuat," kata sumber itu.

Sumber tersebut juga mencatat, semakin banyak orang dari berbagai penjuru dan lapisan yang menyerukan untuk mengakhiri kekerasan-kekerasan yang terjadi.

 

Reporter: Windy Febriana